Bab 6 Melamar

20 3 0
                                    

“Tok…tok..tok.. Assalamualaikum”

“Wa’alaikumussalam siapa ya?” jawab ibu sambil membuka pintu

“Maaf bu, apakah benar ini rumah Rara?” Tanya Ali

“Iya benar kamu siapa dia ya?” Tanya umi kembali

“Ali buk, temannya Rara”

“Oh, teman Rara. Silahkan masuk. Rara kok gak pernah cerita ya punya teman laki-laki. Sebentar ya ibu panggilkan dulu”

“Oiya buk”

Ibu pun berjalan sambil mengetuk pintu kamar Rara.

“Tok…tok Ra, keluar dulu nak ada yang mau jumpai kamu tuh katanya sih teman kamu”

“Iya mi bentar, ha? Teman aku. Ye pasti Rena datang mungkin karena dia tahu kalau aku masuk rumah sakit”

Akhirnya Rara keluar kamar dan bertanya kepada ibu. 

“Siapa mi? Rena?”

“Ibu juga gak kenal, bukan Rena katanya si teman kamu”

Rara sambil berpikir, teman aku kan Cuma Rena gak ada yang lain siapa ya yang ngaku-ngaku jadi temanku. Dengan rasa penasaran Rara langsung ke ruang tamu untu memastikan siapa yang datang

 “Eh, kamu siapa ya?”

“Hai Ra, aku Ali” jawab Ali sambil berbalik badan

“Ngapain kamu kesini? Entar dimarahi istri kamu lagi!”

“Ha istri? Maksud kamu apa sih Ra? Sriusan gak ngerti”

“Halah, gak usah pura-pura gak tau deh. Jadi siapa yang kamu gandeng di lampu merah? Dan siapa yang kamu ajak ke toko buku kalau gak istri kamu?” jawab Rara kesal

“Oh, itu. Maaf ya Ra aku gak sempat jelasin soalnya kamu cepat sekali perginya. Sebenarnya itu adik aku. Adik aku ngajak jalan-jalan karena dia kangen jalan bareng aku, awalnya aku mau langsung cari alamat  kamu dulu. Tapi Nabila adikku ngajak ke toko buku dulu” jelas Ali

“K..Kamu serius? Kalau begitu maafin Rara ya sudah salah sangka ke Ali.

“Hehehe gak papa kok Ra. Memang salah aku sih gak ngejelasin dari awal, oiya sebenarnya kesini mau bicara sama orang tua kamu”

“Ha…orang tua aku? Ada keperluan apa ya?

Rara pun memanggil ibu di dapur yang sedang menyiapkan minuman dan cemilan.

“Mi, dipanggil Ali tu?

“Oo namany Ali, kamu kok gak pernah cerita sih sama umi kalau kamu punya teman laki-laki”

“Nnati deh mi Rara ceritain”

“Eh, tapi ngomong-ngomong kok mau nemuai umi? Bukannya dia mau menemui kamu?”

“Gak tahu tu mi, tiba-tiba dia ngong mau nemui umi”

“Kok umi deg-deg kan ya”

“Alah umi lebay banget, sana la mi biar Rara aja yang bawain minuman sama makanannya”

Kemudian umi menuju ruang tamu untuk menemui Ali

“Eh, nak Ali ya? Ada apa ya mau nemui ibu bukannya tadi mau jumpa sama Rara?

“Eh iya bu, sebenrnya dua-duanya. Oiya buk Ayahnya Rara kemana ya?

“Maaf nak Ali suami ibu sudah meninggal sejak Rara SMA karena kenak seragan jantung”

“M…maaf buk Ali tidak tahu”

“Iya nak ndak papa kok, ibu maklum lagian kan baru kali ini kamu kesini mungkin kan kamu sama Rara baru kenal”

“Iya buk sebenarnya kenal sama Rara sudah lama, waktu Rara umrah dua tahun yang lalu. Hanya saja kita gak pernah berhubungan lagi”

“Lo nak Ali juga umrah waktu itu?”

“Gak buk, Ali bekerja di sana sebagai pengajar sekaligus petugas di hotel penginapan”

“Berarti tinggal disana dong, jadi ada keperluan apa ke Indonesia?”

“Iya buk benar. Ali kangen aja ke Indonesia lagian kakek dan nenek tinggal di Surabaya. Sekalian Ali kesini mau serius”

“Oo iya, maksud serius apa ya nak Ali?

Ali pun menjelaskan maksud ia datang kerumah Rara, yang tak lain adalah ingin melamar Rara. Sontak Rara kaget mendengar permintaan Ali. Kemudian ibu menanyakan kepada Rara karena inilah momen yang sangat ditunggu-tunggu ibu selama ini. Awalnya Rara hanya terdiam tak bersuara tetapi dari lubuk hatinya yang paling dalam dalam ingin mengtakan iya. Kamudian Rara menerimanya dan meng iya kan permintaan Ali.

Sebulan berlalu waktu yang mereka tunggu-tumggu pun tiba yaitu pernikahan, Rara dan ibu beserta saudara-saudaranya telah menyiapkan segala yang dibutuhkan. Begitupun dengan keluarga Ali. Seminggu sebelum hari-H, Rara bingung siapa yang akan jadi wali nikahnya sedangkan ia adalah yatim. 

“Mi, bagaimana ya siapa yang akan jadi wali nikah Rara?”

“Tiba-tiba umi mengeluarkan air mata, Ra sepertinya ini waktu yang tepat untuk umi cerita ke kamu”

“Cerita apa mi? Kok Rara jadi deg degan ya?”

“Sebenarnya kamu memiliki saudara laki-laki”

“Ha? Umi bohongkan. Kalau misalnya ada dimana ia sekarang mi? Katakana mi”

“Umi juga gak tahu Ra, waktu itu abi dan umi lagi krisis ekonomi sedangkan umi lagi hamil. Tiba-tiba ada sepasang suami istri yang membantu umi dan membayar semua biaya rumah sakit. Setelah ibu melahirkan mereka sangat menyayangi saudara kamu. Karena Abi dan umi merasa berhutang budi akhirnya umi memberikannya kepada pasangan tersebut, kebetulan mereka juga belum memiliki anak”

“Bagaimana ya mi, kalau saudara Rara itu ketemu pasti bakalan gampang deh tidak bingung seperti ini untuk mencari wali nikah”

“Maafin umi ya Ra, kita bisa minta tolong ke pak penghulu saja yang jadi wali nikah kamu”

“Yaudah deh mi, tapi Rara masih penasaran kira-kira dimana ya abang Rara”

“Sabar ya, suatu saat nanti kalau Tuhan menghendaki kita kan bertemu dengan abang kamu”

“Kalau jodoh gak akan kemana, kalau Allah telah menghendaki pasti bakalan terjadi. Maka dari itu tetaplah bersyukur disituasi senang atau pun genting sekali pun. Percayalah akan ada kata SESUATU yang lebih istimewa jika kita mendekatkan diri kepada Sang Ilahi”.

Cinta di Balik Ka'bahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang