Chapter 3

37 2 0
                                        

Dua puluh empat  jam kemudian, pasukan Belanda berhasil menduduki Meulaboh. Intan bersama awak kapal "De Houtman" turun dari kapal setelah bersandar. Dua ribu pasukan mendirikan tenda-tenda dan pagar-pagar kayu sebagai markas sebagai perlindungan dari serangan musuh. Bendera Tri Warna berkibar di depan gerbang masuknya. Awal dari masa kolonialisme di tanah Aceh.

Tentara Belanda melindungi diri mereka sendiri dengan pagar-pagar kayu yang mereka tebang di hutan sekitar Meulaboh. Markas mereka seperti benteng berbentuk kubus, yang diisi dengan tenda-tenda berbentuk kubus di dalamnya. Terdapat pos-pos penjagaan di ujung sudut-sudutnya. Markas itu terletak di tengah-tengah Meulaboh, berdekatan dengan masjid raya dan kantor Qadi. Markas itu didirikan setelah menggusur beberapa kampung yang dahulunya ramai dihuni penduduk. Kampung tersebut dibakar dan kemudian dibangunlah tenda-tenda, pagar-pagar dan pos penjagaan.

Selain mendirikan markas besar di tengah-tengah Meulaboh, Belanda juga mendirikan pos-pos penjagaan kecil di pelabuhan dan di batas-batas kota. Ribuan tentara menyebar ke seluruh penjuru. Mereka mencari barang berharga dan makanan yang dapat diambil. Mereka juga masih mencari beberapa sisa tentara yang masih bertahan di dalam Meulaboh dan berbuat kisruh pos-pos penjagaan Belanda.

Ratusan pemuda dan pemudi Aceh digelandang masuk ke dalam markas besar Belanda dengan tangan dan mulut diikat. Mereka merupakan sisa-sisa laskar pemuda Meulaboh yang mencoba melawan Belanda selama invasi berlangsung. Mereka ditempatkan ke dalam tenda tahanan perang berdasarkan gender. Mereka ditanyai satu-persatu mengenai keberadaan teman-teman laskar dan tentara yang berhasil menyelamatkan diri ke luar Meulaboh. Terdengar suara teriakan samar-samar pemuda pemudi laskar yang tidak mau memberi tahu Belanda kemana teman-temannya melarikan diri. Suara teriakan itu kemudian disusul oleh suara letusan pistol tentara Belanda.

Intan dikurung di sebuah tenda dekat gerbang masuk. Di dalam tenda itu, terdapat lima gadis Aceh lain yang menjadi tawanan perang. Ternyata salah satu gadis tersebut merupakan teman Intan.

"Ahya!"

"..."

"Ahya!"

"Intan?"

Di sebelah tenda tersebut, terdapat tenda tempat istirahat bagi awak kapal "De Houtman", termasuk Kapten. Kapten mendengar suara bisik-bisik yang berasal dari tenda sebelah.

"Ah, misschien is het het geluid van een dier..." (Ah, mungkin itu suara  binatang)

Intan bertemu dengan Ahya di tempat yang tidak disangka-sangka. Pada tenda tahanan Belanda. Menjadi tawanan perang. Menunggu nasib di ujung bedil tentara.

"Ahya, orang tuamu selamat?"

"Orang tuaku berhasil mengungsi terlebih dahulu. Tetapi, aku bersama pemuda-pemuda laskar kampung ikut mengangkat senjata bersama tentara untuk melawan mereka. Kami kalah. Aku termasuk yang paling sial di sini. Lebih aku mati daripada ditawan. Dimana Abi kamu, Tan?"

"Abi tewas dibunuh Belanda."

Siang dan malam tentara Belanda berpesta-pora merayakan kemenangan mereka di Meulaboh. Drum-drum rum dan bir dikeluarkan dari kargo kapal. Mereka berteriak-teriak dan bersenang-senang. Mereka berpesta seakan-akan perang ini telah berakhir.

Dibalik semak-semak dan pepohonan di perbukitan di luar kota Meulaboh, tiga ribu tentara dan laskar pemuda Aceh bersiap-siap menyerang balik tentara Belanda. Mereka merupakan sisa-sisa tentara dan laskar Aceh yang berhasil menyelamatkan dirinya saat Belanda menyerang Meulaboh. Seorang perwira tentara Aceh, bernama Teuku Umar yang mengumpulkan mereka kembali setelah tercerai-berai. Dengan seruan jihad dan membela negara, Teuku Umar menyeru kepada pasukannya untuk menyerang kembali Belanda.

"Demi Allah dan Rasul-Nya, saya Teuku Umar tidak akan berhenti berjihad untuk mengusir Belanda itu. Allahu akbar!"

"Allahu akbar!"

Tepat tengah malam, pasukan Aceh menyerang markas itu. Pasukan Belanda yang sedang berpesta-pora tidak dapat mempersiapkan diri dan senjatanya. Kengerian yang terjadi di pesisir Meulaboh empat puluh enam jam yang lalu terjadi lagi di sini. Anak-anak bangsa saling mengadu senjata. Darah tertumpah.

Di Ufuk MeulabohTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang