Batavia, 1889.
Karel telah bertugas selama enam tahun di Batavia sebagai tukang periksa saku dan barang dagangan pedagang yang hendak memasuki kawasan Konigsplein. Kehidupan Karel selama tiga tahun terakhir dapat dibilang cukup baik. Meskipun upah yang diterima Karel tidak sebesar yang dijanjikan pemerintah, tetapi masih cukup untuk menambah lauk dan mendatangi wanita di Sawah Besar setiap akhir pekan. Jarak antara Meester Cornelis, mess tempat tinggal Karel dengan pos penjagaan tempatnya berdinas pun tidak terlalu jauh. Hanya sekitar 11 kilometer.
Di Meester Cornelis, Karel memiliki kawan yang bernama Johann Handel. Johann berasal dari Hamburg. Dia merupakan seorang narapidana yang melarikan diri dari penjara karena kasus pembunuhan seorang wanita di Bonn. Diam-diam, Johann melarikan diri ke Belanda lewat Perancis dan mendaftar sebagai tentara kerajaan Hindia Belanda untuk menghindari penangkapan sekaligus mendapatkan penghasilan. Dengan cepat, Johann dapat berbahasa Belanda dengan lancar. Sering kali, Johann memperkenalkan diri dengan nama Belandanya, Adriaan, ketika berkunjung ke Sawah Besar. Karel terheran-heran kenapa terdapat seseorang yang memiliki dinamika hidup sedemikian anehnya.
"Saya mendaftarkan diri sebagai tentara untuk menebus dosa-dosaku, Rel."
"Tetapi, bukankah menjadi seorang prajurit merupakan sebuah perbuatan dosa?"
"Bagiku tidak. Setidaknya aku bisa mengorbankan kehidupanku agar bisa lebih berguna. Keahlianku juga terpakai disini."
Namun, Karel tidak menyangka bahwa kehidupan seorang tentara akan menjadi sangat membosankan seperti ini. Mimpinya untuk menginjakkan kakinya di tanah Hindia memang sudah tercapai, tetapi hal tersebut tidak seperti yang Karel bayangkan. Penempatannya di Batavia seakan-akan permanen. Memang, Batavia secantik dan segemerlap yang diceritakan kakeknya, namun jauh lebih berisik dari yang pernah ada sebelumnya. Koran-koran berbahasa Melayu dan Cina sekarang marak diterbitkan. Penjualannya jauh melebihi dari penjualan koran-koran berbahasa Belanda.
Di tengah rutinitasnya sehari-hari memeriksa saku pedagang, Karel masih merawat dendamnya untuk menginjakkan kakinya di belahan bumi Sumatra dan melawan orang-orang Aceh itu. Karel sadar bahwa dia harus melakukan tugas rutinnya selama tiga tahun lagi untuk mendapatkan kenaikan pangkat dan dapat meminta untuk dipindahkan ke pulau lain. Selain itu, terdapat pilihan yang lebih drastis: mendaftar sebagai Marechaussee.
Bertempur di Aceh merupakan sebuah berita horor bagi tentara KNIL. Cerita-cerita horor yang disampaikan oleh veteran tentara yang berhasil kembali pulang: serangan yang dilakukan tiba-tiba, kemudian pasukan yang berhasil kembali hanya setengahnya menjadi momok bagi setiap tentara. Perang gerilya yang dilakukan di Aceh biasanya dihadapi oleh pasukan Marechaussee, namun sering kali pasukan KNIL yang mendukung operasi ikut menjadi korban.
"Karel, apa kau serius? Mendaftar sebagai Marechaussee merupakan keputusan yang besar, bahkan bagimu." Kau akan langsung diterjunkan di palagan perang Aceh. Apa kau tidak lagi sayang dengan nyawamu?"
"Tujuanku disini bukan untuk bermain wanita atau mengecek kantong pedagang pribumi kotor itu, Johann. Aku mendaftar sebagai KNIL untuk bertempur. Ayahku diamputasi karena orang-orang Aceh itu."
"Baiklah, aku akan ikut mendaftar sebagai Marechaussee juga. Nanti siapa yang akan menjagamu ketika kau dikepung di hutan Aceh."
Karel dan Johann melapor kepada komandan kesatuannya untuk mendaftarkan diri sebagai pasukan Marechaussee. Dengan segera, mereka berdua pergi Gementeehuis Batavia untuk mendaftarkan diri. Orang-orang Gementeehuis terheran-heran, mengapa ada dua tentara muda yang sukarela mendaftarkan dirinya sebagai Marechaussee, di saat mereka ditempatkan di Batavia dengan kehidupan yang nyaman. Tanpa bersusah-susah, mereka dapat menjadi perwira muda tujuh tahun lagi.
"Demi membela Raja dan Negara, Heer!"
"Bodoh memang kau, Karel. Tapi lebih bodoh aku yang mengikuti kebodohanmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Ufuk Meulaboh
Ficción históricaTahun 1895. Perang paling dahsyat di Hindia Belanda sedang berkecamuk di ujung pulau Sumatra. Seorang prajurit Korps Marsose yang terkenal, Karel van Dyke ditugaskan untuk menundukkan Kesultanan Aceh. Selama penugasannya, Karel bertemu Intan, seoran...