Hari ini SMA Bakti Mahesa terlihat sangat ramai karena hari ini adalah hari pembagian rapor. Para murid beserta orangtua & walinya hadir untuk mengambil rapor yang menunjukkan hasil belajar mereka selama satu semester.
Biasanya tiap murid datang bersama satu wali saja namun tak jarang ada yang membawa dua wali sekaligus dan itu terjadi pada Biru. Kedua orangtuanya sengaja meluangkan waktu hari ini untuk melihat hasil belajar si bungsu.
"Biru, ayo keluar dari mobil," titah Jihan membukakan pintu mobil karena sedari tadi Biru tidak segera keluar.
Biru menggeleng cepat, "Nggak mau. Biru di mobil aja"
"Biru nggak boleh gitu. Kan muridnya juga harus ikut. Ayo keluar"
"Biru keluar tapi Papa nggak usah ikut masuk kelas"
Jihan menghela nafas. Biru memang menolak Damar alias sang Papa untuk ikut mengambil rapor. Alasannya karena setiap kali Damar ikut, Biru akan mendapatkan banyak ceramah ketika di perjalanan pulang akibat hasil nilainya yang tidak pernah sebagus keempat kakaknya.
"Nanti Mama plester deh mulut Papa kalo mulai ngomel. Sekarang Biru turun ya ?"
Damar yang mendengar ucapan istrinya itu hanya menghela nafas. Ia tidak menyangka Biru sebenci itu mendengar ceramahan dari mulutnya.
Biru menaikkan satu alisnya, "Beneran di plester ?"
"Iyaa Biru"
"Janji ?" Biru menyodorkan jari kelingkingnya kepada Jihan.
Jihan tersenyum tipis lalu mengaitkan jari kelingkingnya, "Iya Mama janji. Sekarang Biru keluar ya ?"
Biru mengangguk lalu keluar dari mobil.
Mereka bertiga berjalan menuju ke aula sekolah. Sebelum rapor dibagikan, para orangtua memang dikumpulkan bersama terlebih dahulu karena pihak sekolah akan menyampaikan beberapa hal terkait kegiatan di sekolah selama satu semester ini serta apa saja program yang akan dilaksanakan di semester depan.
Selama perjalanan, ada banyak pasang mata yang kagum melihat Biru bersama kedua orangtuanya. Damar dan Jihan sudah terbiasa mendapatkan perlakuan seperti ini setiap mengambil rapor kelima anaknya tapi tidak dengan Biru. Sampai sekarang, ia masih saja merasa risih dipandang seperti ini.
"Sana masuk," kata Biru kepada Jihan dan Damar ketika sampai di depan ruang aula.
Damar mencubit gemas kedua pipi Biru, "Ngomong sama orang tua itu yang sopan"
"Sekarang Papa puas-puasin aja ngomong sebelum nanti di plester sama Mama"
"Dasar bandel," kini Damar mencubit hidung Biru.
"Udah jangan berantem dong," ujar Jihan berusaha menyudahi keributan antara bapak dan anak ini.
"Nanti Mama telfon Biru ya kalo Mama sama Papa sudah selesai. Trus Biru tunggu kita di ruang kelas. Oke ?"
"Hmm"
"Kalo ada oranguta tanya, dijawab yang benar, Biru" kata Damar karena kebiasaan Biru yang suka menjawab sekenanya.
"Iya iya Biru ngerti"
Jihan tersenyum tipis lalu mengusap kepala Biru kemudian masuk ke dalam aula. Damar juga ikut hendak mengusap kepala Biru tapi Biru berhasil menghindar.
"Kita belum damai ya. Jangan sentuh-sentuh Biru," ujarnya lalu berjalan pergi meninggalkan Papanya.
Damar hanya tertawa kecil melihat sikap si bungsunya itu yang masih saja kesal kepadanya. Rasanya ia tak ingin Biru cepat beranjak dewasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Butterfly Effect
Romance[Budayakan membaca deskripsi & tags] -GxG Story- Sebuah cerita tentang Biru dan Kezia. Biru selalu keras kepala dan meremehkan segalanya tanpa menyadari bahwa setiap perbuatan kecilnya bagaikan kepakan sayap kupu-kupu yang bisa merubah nasib besarny...