Jika tidak di jemput ayah, biasanya aku akan naik bis bersama Yein dan turun di halte terakhir karena kawasan rumahku paling jauh. Dari halte aku berjalan kurang lebih 15 menit, itu pun harus melewati jejeran toko dan gang sempit-jalan pintas. Jika tidak lewat sana aku harus berjalan lebih dari 25 menit karena melewati jalan raya.
Di salah satu toko roti yang lumayan ramai, aku melihat mobil yang biasanya menjemput Sehun. Aku pun tanpa ragu mendekati dan melongok ke dalam mobilnya yang gelap tak terlihat dari luar.
"Arghh..." Aku terkejut bukan main saat ada seseorang yang menarik kerah kemeja sekolahku. Cepat-cepat aku menoleh dan mendapati wajah penasaran Sehun.
"Sedang mengintip apa kau, Boo Nami?"
"Mengintipmu barang kali? Entahlah. Ternyata kau sudah ada di luar. Apa kau membeli roti di sana?" Tunjukku pada toko yang baru kusadari mengeluarkan aroma mentega yang begitu menggiurkan. "Sepertinya aku harus membelinya juga. Atau kau mau berbagi dengan calon pacarmu ini?" Godaku yang membuat Sehun menggelengkan kepalanya.
"Sampai kapan kau akan menggodaku?"
"Sampai kau mau jadi pacarku tentu saja," balasku dengan semangat.
"Kau hanya buang waktu. Belajarlah dengan rajin." Sehun menggeser tubuhku dan hendak masuk.
Aku memegang lengannya yang begitu kokoh. "Aku belajar dengan rajin, bahkan aku baru saja mengikuti les. Aku tidak membuang waktuku jika itu menyangkutmu." Sehun melepaskan tanganku yang terlihat mengganggu untuknya. "Aku benar-benar menyukaimu, Oh Sehun."
Oh Sehun, si Pria yang jarang tersenyum itu hanya menatapku, mungkin dia sedang menilaiku. "Dan aku hanya menyukaimu sebagai teman. Pulanglah. Apa kau mau diantar?"
Jawabannya yang selalu begitu, membuatku menunduk dan menengadah beberapa detik kemudian. "Karena kau hanya menganggap teman, aku dengan halus menolak tawaranmu. Lain kali aku akan dengan senang hati diantar olehmu jika kau memang menjadi pacarku. Aku pulang dulu, Sayang." Aku berbalik dan bergegas pulang. Dilangkah ke-5 airmataku menetes yang dengan segera kuhapus. "Kau kuat, Boo."
Tak banyak yang kulakukan ketika sampai di rumah. Dengan keadaan rumah yang sepi membuatku terbiasa mengurung diri di kamar. Ibu sibuk dengan usaha kateringnya, dan ayah yang sibuk dengan melatih anak didiknya karena dia seorang guru olahraga sekaligus pelatih renang.
Aku merebahkan tubuhku di ranjang. Tak lupa aku memutar playlist dari ponsel dengan volume sedang. Langit-langit kamar adalah pemandangan bagiku yang begitu menenangkan. Permukaannya yang datar dan kosong membuatku bisa melukiskan apapun yang kuinginkan di sana.
Saat ini aku melukis bayangan kakakku yang sedang kesakitan karena penyakitnya. Aku membayangkan dia menangis di tengah malam saat ibu tertidur karena merawatnya seharian. Di mana aku saat itu? Aku bertanya dalam hati. Tiba-tiba permukaannya terbelah dan mengilustrasikan sosokku yang terbaring nyaman sambil membaca fiksi remaja. Aku terlihat tak begitu peduli dengan kondisi kakakku yang terbaring di rumah sakit pada saat itu, yang aku pedulikan hanyalah ending dari cerita yang kubaca.
Tangisku pecah dikala hening karena satu lagu telah habis. "Kakak, maafkan aku."
•
•
•
•🔜
KAMU SEDANG MEMBACA
Me after You - [Sehun]
FanficSetelah melihat rupaku sendiri di cermin, aku merasa jika diriku ini tidak terlalu buruk untuk seorang Oh Sehun. Jadi bolehkah aku berharap dia mau menemaniku? •Me after You• Art & Story by ketsputih