"Tepikan mobilnya di depan," ujar Arvian menunjuk ke dekat halte.
Lavira menengok ke arah bosnya, "Kenapa? Saya akan antar Bos sampai rumah. Bapak bilang ke saya untuk memastikan bos selamat sampai rumah."
"Saya ini pria dewasa, bukan anak kecil yang terus diawasi. Lagian kamu ini perempuan enggak baik pulang malam," sanggah Arvian yang ingin menghindar dari Lavira. Ia ingin bersenang-senang dengan teman-temannya malam ini. Dirinya tidak mungkin mengaku ke sang sekretaris kalau ia ingin pergi ke bar. Pasti perempuan itu akan mengomel dengan cerewetnya melebihi sang ibu.
"Kamu ini sekretaris saya apa ayah saya?"
"Tentu saja sekretarisnya Bos Arvian. Justru karena saya sekretaris Bos, makanya saya sangat memedulikan keselamatan Anda." Lavira bersenandung seraya menatap kembali jalanan di hadapannya.
"Kamu bukan sopir saya. Enggak sepantasnya tiap hari kamu ngantar pulang saya. Saya juga punya sopir pribadi."
Lavira hanya tersenyum. Namun, apa pedulinya. Ia hanya menjalankan tugas dari Tuan Besar Gabrilio untuk mengawasi dan menjaga putra bungsunya dalam segala hal. Bukan hanya keselamatan tetapi nama baik lelaki itu.
"Tepikan mobilnya. What do you want, I will give."
"Mau nyuap nih. Saya enggak suka disuap tapi saya sukanya disayang," Lavira mengedipkan mata sebelah kirinya.
"Saya kemarin enggak sengaja nemu lirik lagu kayaknya yang nulis kamu. Saya rencananya mau ngerekomendasikan lagu itu jadi soundtrack film Friendzone yang digarap kakak saya."
"Terima kasih, Bos. Saya sangat tersanjung tapi enggak mempan. Kan saya maunya disayang."
"Tepiin dulu mobilnya. Saya mau bicara hal penting. Enggak bisa kalau kamu sambil nyetir."
Lavira mengiyakan. Ia langsung menepikan mobilnya. Kemudian, dipegang erat tangan bosnya agar tidak kabur.
"Ayo mau ngomong apa?"
Belum sempat Arvian mengucapkan apa yang ingin ia utarakan. Guncangan mobil ia rasakan walau tidak begitu keras tetapi membuat Lavira terdorong ke arahnya. Perempuan itu langsung mengumpat dan bangkit.
"Sialan," umpatnya membuka mobil dengan manik mata kesal.
Arvian menepuk dahinya. Ia menggeleng. Dirinya pasti akan menyaksikan lagi sekretaris galaknya murka. Ia yakin, perempuan itu bukan hanya mengatai tapi pasti akan menghajar orang yang telah menabrak mobilnya.
Arvian ikut turun dari mobil. Dirinya langsung menyaksikan sang sekretaris tengah mengetuk kaca mobil pelaku dengan tak sabaran.
"Buka pintunya, Tuan! Jangan jadi banci!" teriaknya dengan raut wajah memerah.
"Sabar, Lav," kata Arvian seraya memegang bahu sekretarisnya.
"Sabar apaan? Dia aja naik mobil enggak sabaran. Main tabrak aja. Dikira jalanan punya neneknya," Lavira menjauhkan tangan sang bos dari bahunya.
Arvian menyugar rambutnya seraya mengigit bibir bawahnya.
"Hei Berengsek buka pintunya enggak!" Lavira semakin kencang mengetuk kaca mobil di hadapannya.
"Udah, Lav. Tanganmu bisa terluka kalau kayak gitu."
"Cuma tangan. Lebih baik tangan saya terluka daripada harga diri saya terinjak-injak."
Arvian mendesah. Ia merasa tidak benar-benar bisa menjadi pria kalau bersama Lavira. Perempuan itu selalu seenaknya sendiri. Tidak mau mendengar perkataan orang lain kalau sudah marah, sehingga hanya diam yang bisa dilakukan Arvian.
Akhirnya sang pengemudi BMW biru metalik itu keluar. Bau alkohol tercium dengan jelas membuat Lavira semakin kesal.
"Kalau mabuk tuh jangan nyetir. Lihat mobil saya lecet," tunjuk Lavira ke arah mobilnya yang bewarna putih.
"Mau ganti uang berapa?" tanya lelaki itu dengan raut wajah cengengesan seraya merogoh sakunya.
Lavira yang melihat sikap lelaki itu langsung menarik kerahnya, "Hei Tuan bisa bilang minta maaf enggak, sih? You pikir I miskin?"
"Minta maaf haha ... apa gunanya minta maaf?" Lelaki itu tertawa seraya mencoba melepaskan tarikan Lavira.
Lavira langsung menjauhkan tangannya dari lelaki itu. Ia langsung menarik tangan lelaki itu dan memutarnya hingga pria asing itu menjerit, setelah itu dijatuhkan lelaki itu ke jalanan.
"Bos," Lavira mengadahkan tangan kanannya tetapi Arvian tak mengerti. Tanpa banyak kata perempuan itu langsung merogoh celana bosnya mencari dompet lelaki itu.
"Pinjam dulu," katanya seraya mengambil uang sang bos.
Arvian mengertakan giginya. Ia dengan bodohnya hanya mengangguk. Meski kesal dengan kelakuan Lavira, tetapi ia tak pernah memaki perempuan itu mengingat jasanya.
"Nih ambil buat biaya berobat," terang Lavira seraya membuka kepalan tangan pria itu untuk menggenggam uang pemberiannya.
Siapa sangka kalau lelaki itu memuntahkan isi perutnya di kaki Lavira yang membuat perempuan ini menjerit.
"Sialan! Ini wedges mahal," Lavira mendesah seraya menyelipkan anak rambutnya.
Arvian memegang kedua bahu Lavira dari belakang, "Tenang. Amarah hanya membawa kesialan," bisiknya.
Lavira menekuk wajahnya seraya menatap lesu ke arah kakinya.
Arvian mengeluarkan sapu tangannya. Dilepasnya wedges Lavira menggunakan sapu tangan.
"Tunggu di sini." Arvian membawa pergi wedges Lavira ke dalam mobil. Ia langsung mencari plastik dan memasukkannya ke sana. Kemudian, kembali dengan sebotol mineral dan se-pack tisu kering dan basah.
Dibasuhnya kaki Lavira dan di lap dengan tisu basah untuk menghilangkan baunya baru dikeringkan dengan tisu kering.
Lavira mengangkat kedua tangannya dengan raut wajah memelas. Arvian yang mengerti langsung mengendong sekretarisnya. Ia sudah hafal dengan kelakuan manja sekretarisnya setelah membuat masalah. Kalau perempuan lain yang berbuat seperti itu pasti sudah dirinya abaikan. Sayangnya ia tak pernah bisa menolak perilaku manja sang sekretaris yang telah menyelamatkan hidupnya.
"Perempuan galak tapi manja ya cuma kamu," gerutu Arvian.
"Kalau enggak manja, enggak disayang," sahut Lavira santai, "gantian Bos yang nyetir, ya."
"Bukannya kamu digaji ayahku untuk nyetir mobil juga, ya," cibirnya mengingatkan.
"Saya kan habis kecelakaan."
Arvian lagi-lagi tunduk dengan perkataan Lavira tanpa paksaan. Acaranya menjadi kacau seketika. Selama perempuan itu di dekatnya, ia terus saja tak bisa melakukan apa-apa.
Tbc...
Siapa yang penasaran?

KAMU SEDANG MEMBACA
Pardon Me, Boss!
RomanceApa yang ada di pikiran kalian ketika mendengar kata sekretaris? Sosok yang sabar dan menawan dalam menghadapi bos? Atau apa? Sayangnya sekretaris dari Arvian Gabrilio tak seperti sekretaris pada umumnya. Cantik, tentu. Bahkan seksi. Namun, peremp...