Seakan tak mampu lagi bergerak
Jalanan setapak tak lagi tampak
Seakan tak mampu tuk melangkah
Di hadapanku hanyalah sebuah jurang pemisah.Aku menatap hampa
Pada kekosongan yang menganga.
Jatuh dan sirna,
Atau diam menunggu pasrahApalah daya seorang pemimpi
Bebatuan dan tanjakan menjadi saksi
Perjuangan hingga menggenggam sang mendali
Namun apa yang sebenarnya tengah terjadi saat ini?Semuanya berubah begitu pasti
Segala usaha dan asa di dahulu hari, lenyap tak berarti
Sirna bagai ampas ukiran diterpa badai
Sesak memenuhi relung menentang damai.Haruskah diri ini tetap menanti?
Ataukah melangkah tanpa tau apa yang hendak menghampiri?Begitulah roda..
Ada masanya segala rintangan yang dilalui
Memiliki akhir yang tak dapat dihindariTergantung sang penggerak utama, hendak memilih jalan yang mana.
Terkadang apapun yang dilakukan
Pada akhirnya apa yang ditemukan?
Entah itu pelangi penyeberangan
Atau jurang penyerahan.Yang diriku lihat saat ini,
Hanyalah keputusasaan.Akan mimpi yang tak tercapai
Akan harapan yang terus membuai
Akan tekad yang sangat lalai
Akan ketidakpastian yang terbengkalai.Pada akhirnya, rintangan yang kulalui..
Usaha yang kulakukan..
Memiliki ending yang tak terelakkan..
Apakah kaki kecil ini akan terus berdiam..
Apakah mata ini akan tetap menatap jurang yang curam..
Apakah hati ini masih tetap bimbang.
Apakah jurang ini benar-benar tak berambang?Ujung manakah yang hendak kuhampiri?
Di belahan bumi manakah diriku saat ini?Apakah sungguh akhir itu tidak dapat kuubah lagi?
Apakah semua usaha memang sia-sia dari awal bermula?
Jika saja pijakanku dari awal adalah jalan setapak, maka aku menyerah..
Tapi bebatuan dan tanjakan curam, membuatku merasa semakin tenggelam.
Perjalanan panjang yang kujalani,
Waktu berarti yang telah kulalui
Tujuan berarti yang belum pasti
Apakah benar ini akhir dari segala perjuangan?Apakah jurang ini memang akhirnya?
Tidak.
Jalanku masih panjang.
Perjalananku tidak usai, bila tujuanku belum tercapai.
Apapun itu, semuanya masih berlanjut.
Jembatan pelangi itu, mungkin ada di dasar jurang ini.
Daripada menunggu hilang kewarasan ditepi jurang.
Kurasa mengetahui apa yang menunggu disana jelas lebih menantang.
Mungkin itu tempatku bermula, atau mungkin berakhir.
Maka tidak ada jawabannya, selain mencari taunya sendiri.
Aku terjun, melepas segala resah atas kepasrahan jurang curam.
Aku benar-benar terjatuh.
Ah, ternyata itu bukan jurang.
Bodohnya aku, setelah sekian lama memutar.. Itu hanyalah kabut yang menutupi dasarnya.
Rasanya ingin menangis melihatnya.
Kau ingin tau apa isi jurang itu?
Kumpulan memori kehidupanku yang terputar..
Lalu melebur dan pecah..
Diakhiri dengan seseorang yang melompat dari atas kursi..
Dengan seutas tali melilit lehernya dan menggantung di atas besi..
Matanya melihat pada jendela ruangan yang terbuka..
Menampakkan tembok besar yang membatasi segalanya..
Ah, ternyata memang sudah gila..
Tembok mana yang terlihat dengan jurang? Yang ada malah jembatan menuju tempat yang berkelanjutan.
Benarkan? Ini bukan akhir, tapi awal.
***
19-10-19
KAMU SEDANG MEMBACA
A Silence Mind
PoetrySebuah prosa, yang sekedar kata. Lamunanku hanya tentang dua hal ; hal yang selalu kupikirkan dan hal yang tidak semestinya kulamunkan. Angan-angan yang panjang hanya membuat seseorang mengais harapan semu. Tapi nyatanya memanjangkan angan sama den...