Chapter 10 (end)

1.8K 124 18
                                    

"MAE...!! MAE...!!"

Chimon berlari menuruni anak tangga dengan menggendong Inthanu. Dia sangat panik melihat keadaan putranya, pasalnya sudah beberapa hari ini putranya demam, namun kali ini berbeda, Inthanu mengalami pendarahan pada hidung dan gusinya.

"MAE...!! AYAH...!!"

Chimon berlari menghampiri Off dan Gun yang sedang duduk di sofa. Melihat Chimon yang panik, mereka kaget dan bangkit berdiri.

"Inthanu kenapa, Chimon?"

"In keluar darah dari hidung dan gusinya, mae."

"Biar mae yang gendong In, kamu telpon ambulans." Ucap Gun panik.

Chimon bergegas kembali kekamarnya untuk mengambil ponselnya.

Tak lama kemudian New, Purim dan Nanon datang. Mereka juga terkejut mendengar suara Chimon yang berteriak memanggil Gun.

"Kenapa Chimon berteriak Off? Ada apa dengan Inthanu?"

"Inthanu mengalami pendarahan, New."

"Lalu, kemana Chimon?"

"Chimon sedang menelpon ambulans." Gun menjawab pertanyaan New.

Tak lama kemudian Chimon kembali.

"Ayo mae, kita bersiap, ambulannya sebentar lagi sampai."

"Aku ikut..." ucap Nanon.

"Ya udah, tunggu apalagi? Ayo kita keluar." Ajak Off.

Semua yang berada di ruangan itu bergegas keluar rumah, menungggu ambulan datang menjemput mereka.

Setelah beberapa saat, ambulan yang mereka tunggu datang dan masuk kehalaman. Dengan cepat Gun, New dan Chimon masuk kedalam ambulan, sementara Purim berlari menuju garasi untuk mengemudikan mobilnya. Off dan Nanon menyusul Purim dan masuk kedalam mobilnya.

-

Semua menunggu dengan cemas didepan ruang IGD rumah sakit, sementara Chimon sibuk menangisi putra semata wayangnya itu, dia takut kehilangan Inthanu. Hal yang tidak-tidak mulai bermunculan dibenaknya dan membuatnya semakin menangisi putranya itu.

Selama ini, Inthanu lah yang menjadi kekuatan Chimon saat dia terpuruk menyaksikan Pluem bersama Janhae. Chimon bisa kehilangan Pluem, tapi dia tidak bisa untuk kehilangan Inthanu.

"Tenang Chimon.. jangan nangis, pasti In akan baik-baik saja." Gun memeluk Chimon, berusaha menenangkan hatinya.

"Gimana aku bisa tenang mae, sementara didalam... In.. In..." Chimon tidak melanjutkan ucapannya, dia semakin menangis.

"Kita percayakan semuanya sama dokter, kita harus yakin kalau dokter pasti bisa nanganin In."

"Kenapa harus In yang sakit, mae. Kenapa nggak Chimon aja."

"Tenang Chimon, sebaiknya kita berdoa saja untuk kesembuhan In." Purim ikut bicara. "Nggak usah nangis."

Chimon hanya mengangguk dan mengusap air matanya. Sementara Nanon sibuk mondar mandir, dia cemas dan khawatir takut terjadi sesuatu pada Inthanu.

Setelah lama menunggu, akhirnya pintu UGD terbuka dan muncul sosok dokter Mike dari dalam.

Semuanya menghambur kearah Mike dan mencecarnya dengan pertanyaan seputar keadaan Inthanu.

"Maaf semuanya, In terkena virus demam berdarah." Mike menjelaskan. "Trombositnya menurun drastis, dia butuh donor darah sementara persediaan darah disini habis."

"Biar aku yang donorin darah buat In, paman." Chimon menawarkan diri.

"Kita butuh golongan darah O negatif, mon."

Rasa Untuk PluemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang