Chapter 5

1K 113 19
                                    

"Mae, Chimon pulang..!" Panggil Chimon seraya memeluk Gun dari belakang. Gun yang sedang duduk di sofa sambil nonton tv reflek menoleh kearah Chimon.

"Oh, anak mae sudah pulang?" Gun menarik tangan Chimon mengajaknya duduk disebelah Gun.

"Bagaimana keadaan anak mae selama di tempat Nanon? Nggak ngerepotin Nanon kan?"

"Nggak lah mae. Chimon kan anak baik, penurut dan lagian Chimon cuma nginep semalam ditempat Nanon. Jadi mana mungkin Chimon ngerepotin Nanon." Bohong Chimon.

"Anak mae memang yang terbaik."

"Iyalah mae, saking baiknya anak mae sampai-sampai dia mau aja dijodohin sama orang yang gak dicintainya." Sindir Chimon.

"Hush, jangan bicara seperti itu nanti ayah kamu dengar."

"Emang kenyataannya kan mae. Udah kayak boneka aja Chimon sekarang."

"Chimon, kenapa bicara seperti itu?"

"Chimon bercanda mae. Ehm Chimon lapar nih. Mae masak apa hari ini?"

"Kalau begitu ayo kita makan. Mae sudah masak nasi ayam kesukaan anak mae."

"Iya mae? Kalau gitu nunggu apalagi, ayo kita makan perut Chimon udah manggil nih." Tukas Chimon sembari berlari meninggalkan Gun.

Gun berjalan menyusul Chimon. Rasa bersalah mulai muncul dibenaknya. Gun tau bahwa dibalik senyum anak semata wayangnya itu tersirat sebuah kesedihan. Namun Gun juga tidak bisa berbuat apa-apa karna semua keputusan sudah mutlak berada ditangan suaminya.

_

Chimon makan dengan lahapnya sementara Gun hanya fokus memandangi anaknya itu.

"Mae nggak makan?"

"Mae sudah makan tadi. Chimon mau mae suapi?"

"Dengan senang hati mae. Chimon rindu suapan dari mae." Ucap Chimon antusias

Gun mengambil piring Chimon, menyendok nasi dan mulai menyuapi putranya. Tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan yang hanya tinggal sebentar untuk memanjakan Chimon karna setelah itu Chimon akan menjadi milik suaminya. Bayangan Chimon kecil muncul dibenak Gun. Chimon yang ceria, Chimon yang manja dan Chimon yang tidak mau makan jika tidak disuapi olehnya melintas bagai sebuah kaset yang diputar. Tanpa terasa air mata jatuh dari pelupuk mata Gun.

"Mae kenapa menangis?"

"Eh.. mae tidak apa-apa. Mae hanya terharu saja." Ucap Gun sembari mengusap air matanya. Chimon mengangguk.

"Oh ya, mae lupa. Selesai makan Chimon pergilah ke ruang kerja ayah. Ayahmu ingin bicara."

"Iya mae." Ucap Chimon

_

Toktoktok!
Chimon mengetuk pintu ruang kerja Off. Tanpa menunggu jawaban dari Off, Chimon membuka pintu dan masuk keruangan itu. Tampak Off duduk disinggasana kerjanya. Chimon melangkah mendekat dan duduk dihadapan Off.

"Mae bilang ayah mau bicara sama mon?"

"Iya.." jawab Off datar. "Tadi malam mae kamu menemukan cincin ini dikamarmu."

"Eh.. itu.. eh.." Chimon tidak bisa berkata apa-apa.

"Jangan bilang kamu sengaja meninggalkannya."

"Eng.. enggak yah. Chi.. Chimon lupa."

"Jangan bohong. Ayah tau Chimon bohong."

"Enggak yah.. Chimon nggak bohong."

"Lalu itu cincin siapa yang kamu pakai?" Tanya Off. Matanya terfokus pada cincin di jari manis Chimon. Chimon diam, mulai takut. Lidahnya kelu. kepalanya tertunduk tidak berani menatap Off. Pasalnya selama ini Chimon tidak pernah berbohong pada ayahnya.

Rasa Untuk PluemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang