Di malam hari, Erlin sangat kesepian berada di rumah. Padahal sejatinya orang sedih, yang dibutuhkan hanya seorang teman. Entah sebagai tempat berkeluh kesah atau hanya sekedar untuk sandaran.
"Kamu tidak bisa menginginkan Afwan lagi, dia sudah tidak mencintai kamu."
Mengingat-ingat ucapan Axcel, lagi-lagi Erlin menitikkan air matanya. Harapannya untuk memiliki Afwan seakan sudah tidak ada lagi. Namun, sekuat tenaga Erlin mencoba untuk meyakinkan dirinya sendiri bahwa dia masih bisa mendapatkan Afwan, bagaimanapun caranya.
"Gue harus minta bantuan Axcel," gumam cewek itu.
Erlin berpikir mungkin Axcel mengerti dengan masalah yang sedang dihadapinya. Siapa lagi? Erlin tidak mempunyai teman, Salwa pun sering sibuk dengan urusannya sendiri. Padahal, Salwa adalah satu-satunya orang yang selalu memberi dukungan hubungannya dengan Afwan.
Cewek itu memasang jaketnya dan bergegas untuk keluar.
"Kak, mau kemana malem-malem?" teriak Bi Saroh menghentikan langkah Erlin.
"Aku ada urusan sebentar, Bi."
"Tapi ini sudah malam, Kak."
"Sebentar aja Bi, lagian nggak ada yang peduli juga, kan?" jawab Erlin sambil terus melangkah, mengabaikan Bi Saroh yang terlihat khawatir.
Erlin menjalankan mobilnya dan berhenti di sebuah cafe yang beberapa hari lalu dikunjunginya, cafe milik orang tua Axcel.
Cewek itu memandang ke seluruh penjuru cafe, namun tidak terlihat batang hidung Axcel. Suasana cafe yang ramai membuat Erlin tidak nyaman karena orang-orang menatapnya aneh. Mungkin karena penampilannya yang berantakan.
"Axcel nggak ada disini," ucap seseorang yang tiba-tiba muncul di hadapannya.
Erlin melihat seorang cowok yang berdiri didepannya. Cowok dengan bekas jahitan di pelipisnya itu seperti tidak asing lagi di mata Erlin. Erlin mengingat-ingat kembali wajah itu.
Tidak salah lagi, cowok itu adalah kakak kelasnya yang mendapat julukan 'bad boy' dari seluruh anak di sekolah. Hampir semua orang mengenalnya, beberapa kali cowok itu terlibat tawuran dan sering membuat onar di sekolah.
"Lo siapa?" tanya Erlin pura-pura tidak tahu.
"Gue Aksal, kakaknya Axcel."
Erlin terkejut mendengar ucapan cowok itu. Bagaimana bisa Axcel mempunyai seorang kakak yang terkenal bad boy, berbanding terbalik dengan Axcel yang cupu dan sering dibully di sekolah.
"Nggak usah kaget," ucap cowok itu dingin.
Erlin membalas dengan ragu-ragu, "Gue Erlin, temennya Axcel."
Cowok itu sontak tertawa mendengar ucapan Erlin.
"Sejak kapan Axcel punya temen?"
"Sejak hari ini."
"Cih, pake ngaku-ngaku jadi temen Axcel segala. Nggak puas lo nyakitin Axcel?"
"Hah?"
"Axcel udah nangisin lo berhari-hari karena lo udah nolak dia. Axcel juga dibully satu sekolah gara-gara lo."
"Adek lo itu udah bikin gue malu gara-gara nembak gue didepan anak-anak. Menurut lo gue bakal nerima dia?" Erlin membalas dengan nada tinggi karena tersulut emosi.
"Seenggaknya lo bisa nolak dengan cara halus, semua orang punya perasaan, asal lo tau."
Erlin diam, tidak bisa menjawab ucapan cowok itu.
"Dasar cewek nggak tau diri, sekarang buat apa lo nyari Axcel? Mau manfaatin dia?"
Pertanyaan Aksal benar-benar sudah menyayat hatinya. Erlin tau, dia sudah meremehkan Axcel. Mungkin itu dulu, sekarang Erlin tulus ingin berteman baik dengan Axcel.
"Dan satu lagi, gue kasih tau. Lo nggak bakal bisa dapetin Afwan lagi karna dia udah ada cewek sekarang."
Erlin mendecih, bisa-bisanya cowok yang tidak dikenalnya itu mengarang cerita aneh tentang Afwan.
"Nggak percaya? Cari aja sendiri cewek namanya Salwa, cewek itu yang jadi pacar Afwan sekarang."
"Maksud lo apa pake bawa-bawa Afwan sama Salwa? Salwa itu sepupu gue, nggak mungkin dia pacaran sama Afwan."
Aksal semakin tertawa, "Jadi Salwa itu sepupu lo? Miris banget hidup lo."
"Nggak mungkin, gue nggak percaya sama omongan lo."
"It's ok, nggak ada gunanya buat gue mau lo percaya atau nggak."
Erlin sudah tidak bisa menahan emosinya, dia berlari meninggalkan cafe itu. Sedangkan, Aksal tersenyum miring melihat kepergian Erlin. Sebenarnya, cowok itu tidak begitu mengenal Afwan ataupun Salwa, Aksal hanya tidak sengaja menabrak cewek bername-tag Salwa yang sedang berjalan berdua bersama Afwan beberapa hari yang lalu.
Dari situ, Aksal bisa menyimpulkan hubungan mereka untuk membalas perbuatan Erlin yang sudah membuat adiknya dibully oleh satu sekolah.
***
Erlin menghubungi kontak Mamanya yang sedari tadi hanya berdering. Berkali-kali Erlin mencoba memanggilnya namun tidak kunjung diangkat. Untuk yang terakhir kali, Erlin menekan nomor mamanya dengan putus asa. Tidak lama kemudian, Erlin mendengar suara dari seberang sana.
"Ada apa, Erlin?"
"Ma, aku mau Mama sama Papa pulang sekarang," ujar Erlin sambil merengek merindukan kedua orangtuanya yang sudah hampir satu bulan bekerja di luar kota.
"Mama sama Papa lagi sibuk, Er."
"Aku nggak mau tau, Ma."
"Kamu jangan egois, Erlin. Mama sama Papa kerja buat kamu."
Tut tut...
Erlin memutuskan sambungan teleponnya. Rasanya sangat menyedihkan, saat Mamanya sendiri membentaknya, padahal Erlin hanya menginginkan kehadiran seorang ibu di tengah kesedihan yang sedang melandanya.
Sejak kecil, Erlin sudah kehilangan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Tetapi, dulu rasanya tidak sesakit sekarang. Dulu, Erlin masih mempunyai banyak teman, termasuk Afwan yang selalu membuat hari-harinya menyenangkan. Sekarang, satu persatu orang mulai menjauhinya. Erlin benar-benar sedang berada di titik terendah.
***
A/N
Yang nungguin cerita ini update siapa? Maaf ya updatenya luama😖 Habis ini janji deh, bakal rajin up
Thank's and see you
KAMU SEDANG MEMBACA
FANBOY SARUNGAN
Novela JuvenilCowok bernama Afwan yang terkenal karena visualnya yang tampan dan mempunyai sifat yang religius. Selain itu, Afwan juga penggemar musik k-pop, sehingga mendapatkan julukan Fanboy Sarungan.