Dingin Pagi

14 3 0
                                    

"Hei nak, kau masih memikirkannya?" pak tua kembali duduk di tempat yang sama seperti kemarin. Si anak muda pun duduk seperti kemarin. Kopi susu adalah pesanan yang sama seperti kemarin. Hanya saja, hujan sudah turun sejak pagi. "Tidak, pak tua. Aku di sini untuk menikmati dinginnya pagi ini." jawab si anak muda dengan senyum tipis.

"Bagaimana kalau aku duduk di depanmu, nak?" pak tua meminta izin. "Boleh sekali, pak tua. Aku sedang butuh teman bicara." si anak muda mempersilahkan. "Kau belum bisa melupakannya." sang pak tua tertawa ringan. "Kalau lupa, aku harus amnesia. Aku masih sayang kepalaku, pak tua." si anak muda menatap percikan air hujan di jalanan.

"Sindiranmu halus sekali, nak. Maksudku, kau belum mengikhlaskannya." pak tua membakar kelintingan tembakau yang ia ambil dari saku baju. "Maaf, pak tua. Aku tidak bermaksud." si anak muda menghela napas. "Mengikhlaskan sudah bisa ku katakan jika ditanyakan. Tapi, tidak untuk kenyataan. Sulit memang, masih sayang tapi harus ku hentikan." si anak muda menggenggam cangkir kopi susu. Menahan kecewa. Raut wajahnya datar sempurna.

WORDSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang