Garis Nyata

6 0 0
                                    

Tidak seperti biasanya, si anak muda tidak melihat pak tua sejak minggu lalu. Laptop ia nyalakan sambil menanti kedatangan pak tua. Tanpa sadar, ia menunggu kehadiran seseorang yang tidak dikenalnya lebih dalam.

"Ini kopi susunya, Hanan." pemilk kedai yang mengenal si anak muda sebagai pelanggan tetap mengantarkan pesanannya. "Oh iya terima kasih, bang." si anak muda tersenyum. "Bang." si anak muda menghentikan langkah si abang tersebut. "Iya?" si abang mendekati si anak muda. "Kau tahu pak tua yang suka duduk bersamaku?" tanya si anak muda dengan penuh harap. "Tahulah pasti, dia itu pemilik pabrik kayu besar yang letaknya di ujung jalan ini. Rumahnya berseberangan dengan pabrik besar itu." jawab si abang.

"Abang sibuk?" tanya si anak muda. "Kalau bincang sebentar, bisalah." si abang duduk di depan si anak muda.
"Kalau pak tua adalah orang kaya, mengapa dia suka berada di sini bang?" si anak muda terheran. "Janganlah kau sebut pak tua, Hanan. Tidak sopan itu. Panggil dia pak Susanto." si abang memelintirkan kumis tebalnya.

"Maaf bang. Jadi, bagaimana ceritanya bang?" si anak muda tak sabar. "Pak Susanto sangat sederhana. Dia tidak pernah pamer harta. Kedai ini adalah tempatnya bertemu dengan sang istri. Istrinya itu aktivis kemanusiaan. Tapi sudah wafat karena kecelakaan mobil yang disengaja oleh pegawai pabriknya karena iri. Anak-anak perempuannya sangatlah buruk sikap. Mereka suka merendahkan orang sekitar dan pamer harta kekayaan." si abang terdengar kesal di akhir. "Lalu, mengapa pak Susanto selalu terlihat sendirian, bang?" si anak muda menyeruput kopi susunya.

"Anak-anaknya pergi jauh meninggalkan dia. Anak pertamanya, si Tara itu pergi dia kerja di luar negeri. Anak bungsunya, si Hara itu menikah dengan juragan tanah lalu pindah ke luar pulau. Tinggalah pak Susanto sendiri. Mengelola pabrik besar seorang diri." si abang menjelaskan secara rinci. "Yang kau maksud itu Hara Susanto, bang?" tanya si anak muda. "Tepat sekali Hanan ini. Kau kenal?" si abang balik penasaran. "Dia mantan kekasihku." si abang terkejut bukan main. "Sempit sekali dunia ini." si anak muda hanya tersenyum tipis.

Suara sirine ambulan terdengar melewati kedai kopi. Sontak saja para pengunjung serta pegawai kedai langsung memperhatikan jalanan. Si abang berjalan keluar kedai karena penasaran kemana tujuan mobil ambulan. "Siapa bang?" si anak muda menyusul. "Bersiaplah datang ke pemakaman, Hanan." si abang menepuk pundak si anak muda yang terlihat bingung. "Pak Susanto baru saja tiada." si anak muda melihat mobil pick up membawa karangan bunga sebagai ucapan belasungkawa melintas menyusul mobil ambulan. Tertulis sebuah nama yang baru saja diceritakannya dengan si abang.

"Susanto."

WORDSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang