Sakit [Revisi]

2.1K 175 26
                                    

Mengandung kata-kata kasar dan kekerasan. Serta tingkat kegajean yang hqq

Jihoon menghentakkan kakinya dan enggan menatap Jisung lebih lama. Ia lalu keluar dari kamarnya dengan menabrakan bahunya pada lengan Jisung. Membuat Jisung meringis pelan. Melihat kepergian Jiboon, Jisung menghela nafas lelah. Ia pasrah saja jika Jihoon benar-benar marah padanya.

Saat sampai diruang makan ia tak mendapati Jihoon disana. Hanya ada kedua orangtuanya yang merengut bingung. Akhirnya Jisung memilih bergabung bersama mereka dan memulai sarapan.

"Bisa kau jelaskan apa yang sudah kau alami wahai anak muda?" tanya sang kepala keluarga. Jisung bungkam dan Luhan memelototi Sehun.
Ya, sejak Jisung meninggalkan rumah ia tidak pulang padahal ia telah menjanjikan jika akan kembali sedikit siang, namun sayang nasib berkata lain. Seperti yang sudah diketahui bahwa Jisung sudah diserang oleh sekelompok orang-orang suruhan. Jika bukan karena teman-temannya Jisung yakin kalau dia sudah mati saat ini.

Lalu, pukul 4 pagi dihari senin Jisung mengetuk pintu rumah. Luhan yang membukanya lansung histeris melihat tubuh kurus nan pucat Jisung terpampang dihadapannya. Luhan bahkan nyaris membanting pintu saat Jisung hendak masuk karena mengira jika putranya itu adalah hantu yang menggentayanginya. Jika saja Sehun tak ikut mungkin Jisung akan kembali mendekam dirumah sakit.

"Rumah sakit" jawab Jisung pelan. Baik Luhan atau Sehun memutar matanya malas. Kalau soal itu kan mereka juga sudah tahu! Lagipula Sehun kan meminta penjelasan bukan darimana Jisung?!
"Sayang," panggil Luhan yang tak dapat menyembunyikan raut khawatir dan kesal dan khawatir. Jisung melempar senyum tipis yang nampak lelah dan mengeluarkan kekehan kecil. Nampak sangat jelas kalau Jisung masih enggan membicarakannya. Matanya bahkan semakin menyipit dengan wajah pucat, dan peluh dingin yang nampak membasahi wajahnya.

"Sebaiknya kau beristirahat saja dirumah, Sung." titah Sehun. Biar wajah kepala keluarga Park itu datar, namun rasa khawatir, menyesal dan kecewa tergambar jelas dalam lantunan kalimatnya. Apalagi putra bungsun kebanggaanya ini sering memaksakan dirinya.
Jisung menggeleng pelan, seolah Sehun sudah tahu jawabannya. Kemudian ia meletakan sendok yang sedari tadi ia gunakan untuk mengocek sarapannya tanpa nafsu.
"Aku.. Aku harus menjaga Jihoon.. Aku. Selesai. Ma, Pa.. Aku berangkat!"

Jisung berlalu tanpa repot menunggu bantahan kedua orang tuanya. Ia berjalan mengambil tasnya yang diletakan disofa ruang keluarga. Dengan sedikit tergesa ia berjalan keluar dari rumah.

Jisung bahkan tak memakan sarapannya dan ia hanya meminum tiga teguk air putih, sementara fisiknya saat ini tak mendukungnya untuk beraktifitas dengan semestinya.

Tepat saat Jisung sampai di halte, bus yang searah dengan sekolahnya pergi. Jisung segera duduk di kursi halte. Ia lalu melirik arloji mahalnya yang melingkari tangan kirinya yang di balut dengan perban-hingga menutup jemarinya.

Jisung menunduk setelah melihat arlojinya. Ia menatap sepatu hitamnya. Lalu, ia kembali mendongak dan mendapati sesosok lelaki dengan seragam sekolah sama dengannya—duduk di atas motor hitam besarnya sambil memperhatikan Jisung dari balik helm fullface dengan kaca hitam. Jisung beranjak mendekati lelaki itu, mengambil dan memakai helm yang diulurkan lalu naik keatas motor tersebut.

༺═──────────────═༻
࿇ ══━━━━✥◈✥━━━━══ ࿇
*╔═══❖•ೋ° °ೋ•❖═══╗*
§𝕦מĝĺΞ || 𝕞Ξĺĺ‡
*╚═══❖•ೋ° °ೋ•❖═══╝*
࿇ ══━━━━✥◈✥━━━━══ ࿇
༺═──────────────═༻

Jihoon menggerutu sebal. Ia bahkan menolak berbicara dengan tiga sahabatnya, hingga akhirnya membuat Donghyuck jengah.
"Please... Ada apa sebenarnya denganmu, Jihoon?" tanya Donghyuck sambil mendekat dan mencengkram bahu Jihoon, membuat empunya meringis sakit.

MELLT (번개) [Ongoing / Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang