Alta Cicilia Nadzari
Alta berlarian di tengah hamparan bunga matahari yang luas. Lalu berlari sambil melompat-lompat seakan menikmati pemandangan yang tersaji di hadapannya. Gaun pengantin putih sangat pas di tubuhnya yang standar dan flatshoes a la penari balet berwarna senada di pakai dikedua kakinya.
Seakan padang bunga itu tak berujung, Alta mulai kelelahan. Gerakannya terasa semakin berat dan akhirnya berhenti ketika Ia tersadar menggunakan pakaian pernikahan.
Bukankah Alta masih SMA? Kenapa dirinya menggunakan gaun seperti ini?
"Ta," panggilan lembut terdengar dari arah belakang nya. Perlahan Alta membalikkan badannya dan melihat sosok pangeran tampan dengan gagahnya berdiri cukup jauh. Namun Alta bisa melihat dengan jelas wajah rupawan Sang Pangeran dengan latar belakang istana megah yang berada di pegunungan.
"Siapa?" Tanya Alta tak kenal.
Pangeran yang menggunakan mahkota itu menjulurkan lengan yang menampilkan mahkota lain yang terkesan lebih feminim.
"Raja Hans. Ambillah mahkota ini, karena hanya kamu yang pantas memiliki nya."
Alta terdiam sebentar, berfikir sejenak. O-uh, ternyata dia bukan Pangeran lagi tetapi Raja! Raja Hans!
Tapi, rasanya Alta pernah mendengar nama Raja itu. Raja Hans. Hans. Han... Raihan!
"Raihan?" Tebak Alta sambil menatap Sang Raja. Sedangkan Raja hanya menampilkan deretan giginya yang rapih tanpa menjawab tebakan Alta.
Raihan kenapa berubah jadi bule gini? Rambutnya diwarnain pirang lagi. Tapi badannya kelihatan berotot sih. Haduh, istighfar Ta!
Cengiran Raja Hans, maksudnya Raihan kini berubah menjadi ekspresi ketakutan dengan bola mata melebar. Alta perlahan berjalan mendekati Raihan, namun tidak sampai-sampai dan malah terasa semakin menjauh.
"Han, kenapa? Ada apa?" Tanya Alta panik sambil terus mencoba melangkah. Sayangnya langkahnya semakin memberat seperti ditarik pasir hisap.
Raihan menunjuk kebelakang Alta dengan tangan bebasnya yang tidak memegang mahkota.
Alta menengok kearah yang di tunjuk oleh Raihan. Hamparan bunga matahari yang tak berujung kini berubah menjadi lautan yang semakin mendekat, menggerogoti tanah sehingga tenggelam ke dalam air. Alta tidak bisa menggerakkan badannya sedikit pun.
Awan hitam dan petir ikut menghampiri, bersamaan dengan laut yang semakin mendekat. Bencana!
Alta terpaku sampai bencana itu melewatinya dan Alta mengikuti laju bencana itu sampai di Raihan. Raihan terjerumus ke dalam air, dan Alta baru menyadarinya. Tidak ada pijakan apapun dibawahnya, hanya laut. Alta menarik nafas dengan berat dan memejamkan matanya. Merasakan dirinya tersedot ke dalam air dan melayang entah kemana.
Tamat riwayatnya.
Di sebuah kamar tidur kecil, seorang perempuan yang sedang tertidur pulas di kasur teratas tiba-tiba saja terbangun ketika kakinya terasa ada yang menarik. Nafasnya memburu. Ia melihat-lihat sekeliling kamarnya yang temaram, karena dirinya tidak bisa tidur dalam keadaan yang gelap gulita. Sehingga Ia memasang lampu Tumblr di langit-langit kamar. Ia mengecek satu persatu dari sudut ke sudut semua barang nya. Aman, pigura foto nya masih terpaku di dinding, to-do-list nya tertempel juga dan TV tabung mini masih berada di meja kecil.
Setelah menormalkan kembali nafasnya, Ia merasa kedinginan. Kepalanya sedikit terangkat dan melihat selimut serta guling kesayangan nya sudah tergeletak pasrah di lantai tanpa tahu kapan mereka turun dari kasurnya. Alta mungkin sedikit 'motah' ketika tertidur.
Ia buru-buru mengambil selimut berbahan wol dan guling tipisnya kembali ke atas kasur. Memeluk guling dan menyelimuti kembali dirinya. Mencoba tidur kembali.
Alta tidak ingin melihat jam, karena Ia pasti akan menghitung berapa lama lagi dirinya seharusnya terbangun dan itu membuatnya semakin susah untuk tidur kembali. Yang jelas, sekarang masih tengah malam.
Alta memejamkan kembali matanya dengan erat, sampai dahinya berkerut. Sampai beberapa menit yang terasa lama Alta semakin tidak bisa tidur, Ia kembali berusaha namun tidak bisa. Sampai samar-samar suara yang suka menderu di atas kepalanya kembali terdengar.
Ok, fix. Ini semakin sulit!
Suara menderu itu semakin terdengar di atas loteng kamarnya. Suara sesuatu yang saling kejar-mengejar membuat jantung Alta berdetak kencang. Jika jantungnya sudah seperti ini, tentu saja membuat nya sulit untuk tidur kembali.
Alta berusaha memejamkan matanya lagi, namun nihil. Ia menghela nafas berat dan terpaksa membuka matanya lebar-lebar. Alta terduduk di kasur sambil memeluk guling kesayangan sedari kecil dan mengedarkan pandangannya, mencari barang yang mudah Ia lempar dan dapat mendarat dengan aman.
Aha! Matanya menemukan remote TV di kolong meja dan bangkit dari pulau kapuk miliknya. Tangannya secepat kilat meraih alat kontrol TV dan menatap kearah langit-langit. Suara menderu itu masih terdengar dengan jelas. Alta memegang remote dengan erat.
Suara itu berpindah-pindah tempat dan terkadang melewati langit kamarnya. Dan ketika suara menderu itu mulai terdengar mendekat, Ia membuka tangannya yang memegang remote dan membiarkan remote itu diam sesaat.
Matanya mulai melihat kearah remote dan langit-langit kamar yang sebentar lagi akan dilewati oleh para pembuat suara menderu di tengah malam. Mulai menghitung kemungkinan remote jatuh ke tangannya kembali atau ke kasur menggunakan hukum fisika yang tidak pernah benar-benar Ia pelajari.
Sampai tangannya yang menengadah dengan remote diatasnya bergerak dengan kekuatan yang semampunya Alta keluarkan saat mendengar para membuat suara menderu akan segera datang diatasnya.
Remote control itu mulai melayang ke atas dalam gerakan slow motion dan membuat bunyi gaduh yang mungkin cukup mengagetkan para pembuat suara menderu ketika si remote bertubrukan dengan kanopi.
Lalu remote terpental dan mulai jatuh kebawah. Alta segera memikirkan kemana remote control itu akan terjatuh dan mengambil posisi. Kedua tangannya terangkat tinggi keatas, seakan sedang memuja atau berdoa dengan sungguh-sungguh.
Namun remote TV hanya menyentuh ujung jarinya sebelum mulai turun mengenai dahinya karena wajahnya terangkat ke atas. Dan remote kembali terpental kemudian melayang jatuh ke lantai kamar yang dingin dan terbelah. Berakhir dengan pecahan berkeping-keping.
Prak!
Jika remote control itu manusia, Ia akan memberikan wejangan terakhir sebelum dirinya tewas mengenaskan. Suara terbelah itu membuat lampu yang ada di luar kamar Alta menyala.
"CICIL! KAMU NGERUSAK APALAGI HARI INI?! MAKANNYA JANGAN COBA YANG ANEH-ANEH!" Suara sang Mamah terdengar menggelegar sampai rumah sebelah pasti terganggu. Walaupun Mamah tidak masuk ke kamarnya dan lampu luar kembali mati, besok Alta pasti akan habis diomeli. Juga uang jajan nya akan dipotong untuk membeli remote TV baru. Alta menggerutu di dalam hatinya.
Yah, salah lagi. Padahal dirinya kan sedang berfikir dan menerapkan hukum fisika di dalam kehidupannya. Dan itu tidak berfungsi dengan baik!
Alta yang sejak tadi masing berdiri mematung, perlahan mendekati kasur dan menaikinya. Berusaha agar sang Mamah tidak mendengar suaranya sedikit pun. Badannya kembali terlentang di pulau kapuk dan matanya melirik jam dinding di pojok ruangan.
Jam 01:00. Tuh kan!
Alta gelisah dengan selimut yang menutupi badannya. Berusaha tidur namun itu sia-sia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hibernasi
Teen FictionKisah tentang seorang Alta Cicilia Nadzari yang bodoh ketika SMA dan memiliki sedikit teman. Who knows? di balik semua itu, dulu dia adalah Nomor 1. Kisah ini juga tentang seorang Raihan Fadillah yang membantu dia 'bangun' dari Hibernasi panjang nya...