Alta dan Raihan
"Raihan?" Tanya Alta sambil mendongakkan kepalanya. Mencoba berfikir keras. Raihan teman nya yang dulu tidak setinggi ini dengan kulit yang tambah cerah.
Lelaki yang mulai berjalan ke arah kursi panjang yang tadi di pakai Alta untuk selonjoran, mendudukan pantatnya disana. Kemudian menatap Alta sambil mengangguk, "Iya, ini aku!"
Ok, Alta mulai mempercayai lelaki itu karena setelah diteliti lebih lanjut, wajahnya memiliki kemiripan dengan Raihan.
"Serius?" Tunjuk Alta ke arah Raihan dengan memicingkan matanya. Ia masih belum yakin seratus persen.
"Serius!" Teguh Raihan sambil tersenyum, rindu seakan terpancar dari wajahnya.
"Ah, masa?" Tanya Alta lagi memastikan penglihatannya dengan bayang-bayang Raihan di masa lalu. Ia lalu berjalan santai ke kursi singgasananya yang penuh remahan cemilan dan duduk lagi seperti tadi tanpa membersihkan remahannya.
Raihan sedikit kesal dengan sikap Alta. Walau begitu, rasa rindu nya kepada Alta lebih dominan daripada rasa kesalnya ketika disambut dengan perasaan curiga dari Alta. Raihan mengikuti apa yang Alta lakukan, duduk di kursi panjang tanpa peduli remahan cemilan dibawahnya.
"Whatever, nih oleh-oleh dari aku." Raihan memberikan Alta sekantong paper bag coklat besar kepada sahabatnya itu. Alta yang mendapatkan cemilan tambahan segera mengambil dengan wajah sumringah, lalu membuka isinya.
Disana ada Coat berbahan wol yang sangat bagus dan Alta yakini cukup mahal, walaupun Ia jarang sekali berhitung diatas jutaan karena bekal hariannya sangat irit yaitu dua puluh ribu. Selain coat, ada juga coklat khas Eropa yang cukup banyak.
Bagi Alta, coklat lebih berharga dari Coat yang diberikan Raihan. Sambil memakan coklat nya dengan rakus, Alta menaikkan kembali volume televisi nya hingga keras. Mulai melanjutkan tontonan nya yang tertunda dan tangannya tetap bergerak membuka bungkus kertas lalu memasukkan isinya ke dalam mulut.
"Makasih Han-Han, tapi sekarang kenapa kamu kaya banci?" Ujar Alta santai tanpa melihat Raihan sedikit pun.
Raihan menatap Alta dengan tatapan tidak percaya. "Hei, kamu berubah banget sejak terakhir kita ketemu. Dulu gak gini," to the point.
"Raihan juga," tukas Alta cuek, kembali meneruskan kegiatan nya.
"Tapi tadi kamu bilang lebih keren dari Aliandri, emang siapa sih si Ali-Ali itu?" Tanya Raihan ikut menonton seperti yang dilakukan oleh Alta.
Tidak ada sahutan dari Alta, hanya terdengar suara TV yang mengumandangkan nada penutup mendebarkan. Akhirnya televisi menayangkan tulisan bersambung... Dan wajah aktor bernama Aliandri pun hilang serta kesadaran Alta baru saja datang.
Perlahan wajahnya berputar ke arah kiri, tempat Raihan duduk. Coklat terakhir yang yang dipegangnya, terjatuh. Wajah Alta tercengang, senang dan rindu bercampur aduk. Matanya sudah siap mengeluarkan air mata. Entah karena apa.
"Raihan Fadhillah!" Pekik Alta senang. Ia langsung menghambur memeluk Raihan yang belum sadar dengan kelincahan dadakan yang dilakukan Alta.
Gadis itu memeluk lelaki di samping nya dengan erat, meluapkan semua emosinya. Raihan yang sedikit sesak, membalas pelukan Alta dengan sama eratnya.
"Alta Cicilia Nadzari," balas Raihan dengan lembut. Ia juga senang, disambut Alta dengan sangat excited seperti ini. Raihan juga ikut memeluk Alta. Kini mereka saling berpelukan.
Ini baru sambutan yang meriah untuk Raihan, bukan seperti tadi. Pikir Raihan. "Kangen nya telat, btw." Raihan terkekeh.
Punggung Raihan terasa basah, seakan-akan atap rumah Alta bocor dan di luar hujan. Namun keduanya adalah alasan yang tidak masuk akal, karena bertolak belakang dengan kenyataan.
Pelukan erat Alta melemah dan bahunya bergetar. Ternyata Alta menangis dan Raihan menjadi penopang Alta sekarang.
Ternyata sambutan nya bukan meriah lagi, namun berubah menjadi haru. "Loh, kenapa nangis? Bukannya happy kaya tadi. Lebih baik aku disambut dengan datar sama kamu daripada excited tapi tiba-tiba nangis, ini akward banget. Sumpah," Raihan mulai menepuk-nepuk pelan punggung Alta.
"Raihan, aku... capek sama semuanya. Tapi aku gak ngelakuin apapun selama ini, aku bahkan sampai ke titik terendah yang bisa aku capai. Ternyata... di titik puncak tuh bikin aku pusing dan kesel sama diri aku sendiri," racau Alta yang belum dipahami sama sekali oleh Raihan.
"Hm," Raihan hanya menepuk-nepuk dan tidak membalas apapun perkataan Alta.
Apa yang terjadi selama tiga tahun terakhir Raihan terakhir bertemu di hidup sahabat nya itu? Apakah banyak masalah yang dihadapi oleh Alta sendirian? Kenapa Alta tidak pernah cerita padanya? Bukankah mereka berdua adalah sahabat?
Ini bukan waktu yang tepat untuk Raihan menanyakan kepada Alta lebih jauh. Ia hanya perlu mendampingi Alta, berada di sisi Alta dan menopang Alta seperti sekarang.
Setelah mereka terdiam cukup lama dan Isak tangis Alta berhenti, Raihan berucap "suatu saat semuanya bakal clean, dan kamu tinggal menikmati semua hal yang indah."
Kini bahu Alta kembali berguncang, namun bukan menangis tersedu-sedu. Alta seketika berdecih dan menjauhkan wajahnya dari bahu Raihan, mereka sekarang saling bertatapan.
"Hahaha, clean? Merek sampo kali!"
Raihan menatap Alta takjub. Sesaat yang lalu Alta menampilkan semua emosi yang telah membebani dirinya, kini semua nya seakan tersedot hilang dan berganti menjadi tawa.
Alta benar-benar berubah, entah apa yang merubah Alta menjadi seperti sekarang. Raihan akan mencari tahu nya dalam seminggu.
"Coba cek lagi oleh-oleh dari aku," pinta Raihan mencoba mengalihkan perhatian Alta.
Alta menyetujuinya dan melepaskan diri dari pelukan Raihan. Ia mengambil paper bag tadi yang ternyata berada di belakang kursi lalu mengeluarkan semua isinya dengan cara membalikkan paper bag coklat tersebut.
Ternyata, bukan hanya coklat dan coat saja. Tetapi ada juga permen, gantungan kunci, lilin, miniatur bola kristal dan sebuah kotak kecil beludru.
Sebelum Alta sempat membuka kotak beludru itu, Raihan segera merampas nya. Alta siap melayangkan protesnya, namun Raihan ternyata membukakan kotak itu.
Sebuah kalung dengan mata berbentuk kincir angin, tentu hanya kincir tanpa bangunannya.
"Buat aku?" Tanya Alta senang.
"Iya, khusus buat kamu. Dari uang saku aku sendiri, hebat kan?" Raihan mengangkat sebelah alisnya, membangga-banggakan diri.
"Sombong," balas Alta, namun dengan senyum ceria. Ia menggulung rambutnya dan membiarkan Raihan memakaikan kalung itu ke lehernya. Walaupun bentuk kincir kecil, namun Alta suka. Itu ibarat dirinya yang besar namun hanya ingin dilihat oleh orang-orang tertentu saja.
"Gimana?" Alta meminta pendapat Raihan.
"Imut," puji Raihan.
Raihan lalu duduk bersila menghadap Alta, "Mamah mana?"
Ya, sudah menjadi kebiasaan Raihan memanggil Mamahnya Alta dengan panggilan Mamah seperti Alta yang memanggil Bundanya Raihan dengan Bunda.
"Gak tau, aku gak sadar Mamah ilang." Alasan Alta.
"Hm, oke. Kalo Aliandri itu, siapa?" Mata Raihan menatap Alta dengan intens.
"Ouh, Aliandri itu aktor remaja di sini. Kamu sih gak tinggal di Indonesia, jadi gak up to date!"
"Ganteng banget?"
"Ya ganteng lah, makannya jadi pemeran utama."
"Tapi tadi kamu ngomong, aku lebih keren dari Ali-Ali itu?" Jebak Raihan mencoba menggoda Alta.
"Hush! Keren sama ganteng itu beda, beda tipis." Kata Alta lalu mereka berdua tertawa bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hibernasi
Teen FictionKisah tentang seorang Alta Cicilia Nadzari yang bodoh ketika SMA dan memiliki sedikit teman. Who knows? di balik semua itu, dulu dia adalah Nomor 1. Kisah ini juga tentang seorang Raihan Fadillah yang membantu dia 'bangun' dari Hibernasi panjang nya...