[ Samudra ]
"Samudra."
Aku menjulurkan tangan ke arah gadis yang masih menggendong kucingnya ini setelah orang-orang sudah kembali beraktivitas. Aku sengaja ingin berkenalan dengannya, siapa tahu dia mau berterima kasih padaku lalu mentraktir sebuah kelapa muda. Lumayan juga mengganjal perut yang masih lapar.
Ia menunduk. Mungkin takut. Oh, ayolah, aku cuma seorang siswa yang ingin kelapa muda, bukan seorang gadis muda.
"Gue bukan orang jahat," ucapku sembari masih mengulurkan tangan menunggu responnya.
Dengan ragu, akhirnya tanganku dijabat juga meski kepalanya masih menunduk. Tangannya dingin. Apa ia masih trauma karena dimarahi Bapak tadi? Bapak itu memang menyeramkan. Lebih dari guru konseling di sekolah yang cukup galak.
Ia pun menyebutkan namanya dengan suara pelan sembari menjabat tanganku. "Aliyah."
Dinginnya tangan gadis ini menjalar ke tubuhku. Apa sebenarnya yang ia rasakan? Apa mungkin ia tidak pernah dimarahi? Kenapa ia begitu setakut ini? Sekarang aku ikut merasakan yang ia rasakan. Ia mendadak jantungan kena semburan tadi sepertinya.
Ia melepaskan tautan tangan kami. Kini rasa dingin itu hilang.
"Ma... ka... sih..."
Sebentar. Gadis ini gagap? Lamban berbicara? Namin, saat menyebutkan namanya tidak ada sedikit pun ciri bahwa ia gagap. Bahkan saat minta maaf kepada si Bapak pun ia tidak gagap. Siapa pun jelaskan hal ini kepada Samudra Mandala.
Dengan segenap hati dan perasaan, aku memberanikan diri menanyakan hal yang memiliki risiko sungguh besar. Aku menarik napas sedalam mungkin dan membuangnya perlahan.
"Lo sulit bicara, ya?"
Percayalah, lidahku tidak tega untuk mengeluarkan empat kata itu. Jika aku menyakiti hatinya, aku minta maaf sebanyak-banyaknya. Jika tidak ya tidak apa-apa. Ia tampak kaget, matanya hampir keluar. Aku mundur setidaknya 1 cm, takut kali ini aku yang disembur. Kemudian ia menggeleng dengan kencang, kasihan kepalanya nanti bisa pusing.
"Aku tidak begitu," balasnya cepat. Bibirnya melengkung ke bawah. Dari dulu aku sangat sulit melakukan itu.
Kali ini ia menatapku.
"Aku hanya masih merasakan saat dimarahi tadi. Hanya itu."
Baiklah, pertanyaanku terjawab juga. Dengan senyum yang kikuk, aku meminta maaf padanya karena telah menduga dirinya yang gagap. Tanpa kusangka, ia tersenyum sembari berkata tidak apa-apa. Bahkan kucingnya memberikan senyum. Aku tidak gila, kucingnya memang tersenyum, aku dapat melihat itu.
Sebagai ucapan terima kasih, permintaanku terkabul juga. Ia mengajak menikmati kelapa muda bersama. Dengan semangat dan siap sedia, aku menerima ajakannya. Gadis yang baik.
YOU ARE READING
SAMUDRA
Roman pour AdolescentsPantai adalah tempat terbaik mengukir cerita bersamanya. Itulah pikir Samudra. Laki-laki yang begitu menyukai pantai hingga ia menemukan "pantai" tempatnya untuk mencintai, yakni Aliyah. Dari segala kejadian, nampaknya hal yang tak menyenangkan mem...