Setelah kamu pergi, aku menganggapmu mati. Pikiranku yang membunuhmu, aku bisa merasakan kalau kamu bergentayangan di setiap sudut pikiranku. Mempengaruhi hipotalamusku, sistem kerja otakku, bahkan sumsum tulangku sepertinya tidak memproduksi darah dengan baik. Entah paru-paruku yang bermasalah karena rokok atau memang ini adalah efek dari kantung air mata, sesak.
Setelah kamu pergi, aku menganggap memang tidak pernah ada kisah cinta antara kita. Khayal diriku yang memaksanya. Kenyataannya kenangan itu jelas ada di kepalaku. Mempengaruhi bawah sadarku. Aku mengalami de javu setiap berjalan melewati tempat pertama kali kita bertemu, kedai kopi favorit berbagi cerita, bahkan aku sempat melamun saat berjalan di sekitar tempat itu. Entah aku yang terlalu keras memaksa diri untuk tidak mengingatmu atau memang aku hanya ingin mengenangmu.
Aku sempat bertanya apakah aku ini sudah gila ? Sialnya, aku tidak pernah merasakan dahsyatnya efek kejut ketika hatiku dibanting sekeras ini kemudian berimbas pada tubuhku.Aku susah payah menyusun kembali serpihan hati yang sudah kamu banting ini. Aku mencoba bangkit lalu menutup hatiku dari cinta yang baru, trauma.
Tidak...tidak, menutup hati hanya membuatku jadi orang yang penuh kepura-puraan, jadi aku coba menepis rasa traumaku. Aku menerima orang-orang baru yang mengetuk, ada yang singgah hanya untuk menjadi teman, juga ada yang mencoba membuat cerita baru denganku. Aku menjamu mereka semua sambil memilah-milah siapa yang tidak akan mematahkan hatiku meskipun rasa sakit tidak akan pernah dapat dihindari dalam setiap hubungan. Tapi, tidak ada."Duh Hatiku, sabar ya!" pada akhirnya hanya kalimat itu yang kuucapkan pada hatiku sendiri yang sudah menjadi kepingan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Setelah Patah Hati
PuisiKita ini apa setelah tidak ada hubungan lagi? Mantan yang tetap akrab atau hanya sebuah kenangan yang harus diasingkan dari pikiran?