Unexpected 2

25 2 1
                                    

“Bro! Lihatlah! Bukannya ini cewe yang tempo hari lo tolong—penyanyi itu ... Siapa namanya?” ujar temanku seraya menyodorkan ponselnya.

Aku melihatnya; beberapa video yang menampilkan acara show kemarin dan kulihat akun yang bernama Titaniaofficial_ berkomentar dengan aksi jailnya saat beberapa orang yang kuyakini adalah teman-temannya sedang membulinya di media sosial.

Hal yang membuatku melebarkan mata adalah dia menuliskan jika akan terbang ke Semarang untuk acara pernikahan kerabatnya.

Aku berlalu meninggalkan temanku yang sudah berteriak karena kuabaikan. Aku hanya senang. Meski hanya teman, aku menyukainya. Ah! Aku lupa menyapa Nabila hari ini. Tita sungguh mengalihkan fokusku sejenak.

Sejak pesan terakhir dua hari lalu, kami belum sempat saling menyapa lagi. Aku ragu pada hatiku. Sudah kucoba untuk memahaminya tapi tetap saja aku tak mengerti.

Ketika aku membawa pembicaraan ke arah yang lebih serius dia mengalihkannya dan tiba-tiba saja bercanda yang kupikir itu gagal total, mengingat dia bukanlah seorang humoris seperti Tita.

Oh, Tuhan! Ada apa denganku? Tak seharusnya aku membawa nama gadis itu dalam hubungan tak jelasku bersama Nabila. Kutunggu beberapa saat balasan darinya tapi sepertinya dia sedang sibuk.

Tak ada balasan hingga beberapa jam kemudian bahkan malam berganti dengan pagi, tak ada kabar darinya. Dia online tapi mengabaikan pesanku. Mungkinkah dia berpikir aku tak penting? Entahlah! Memikirkan saja membuatku ingin mengakhiri perasaan ini untuknya.

Ting!

Bergegas kuambil ponsel yang sempat kuletakkan asal di ranjang. Kupikir itu pesan darinya ternyata bukan.

Aku di Semarang ini. Bisakah bertemu, Kak? tulis Tita.

Seakan melupakan kekesalan yang baru saja kualami. Melalui video call kami berkomunikasi setelah itu—masih cantik dan berisik seperti kemarin, dengan celotehannya yang absurd aku terhibur.

"Jadi, sekarang lagi ngurusin pernikahan sepupumu itu, Ta?" tanyaku.

Tita mengangguk. “Sebenarnya aku males. Kakak tau kenapa? Calon suaminya adalah mantan pacarku. Apa iya aku harus ngasih selamat gitu ke dia? Itu menyebalkan! Ish!” gerutunya.

Aku menahan tawa melihat ekspresinya yang lucu. Bagaimana bisa dia semenggemaskan ini! Dia sadar dan langsung meneriakiku karena itu. Ok, aku berdehem.

“Iya, iya maaf. Bagaimana bisa mantanmu jadi calon suami sepupumu?” tanyaku.

Kulihat Tita menghela napas panjang seolah sedang mengumpulkan kekuatan untuk mulai bercerita.

“Nabila hamil! Ternyata Arga menjalani hubungan lebih dulu dengan Nabila, itu berarti dia selingkuh denganku dan bodohnya aku nggak tahu kekonyolan itu.”

Perasaanku tiba-tiba tak menentu setelah mendengar nama yang sama dengan gadis yang belakangan ini menjadi obyek pikiranku. Apa mereka orang yang sama? Sepertinya tidak mungkin. Nabilaku masih kuliah’kan? Kutepis pemikiran bodohku dan fokus lagi pada ocehan Tita.

“Kakak denger nggak, sih, apa yang aku omongin barusan?” tanyanya.

“Denger, Titaaaa ... Yaudah lanjutin.”

“Awas yaa kalo ketauan ngelamun lagi! Pokoknya nanti temenin aku, yaa, Kak? Garing banget aku ngga ada cowo yang bisa digandeng buat basa-basi. Ya ... Yaa ... Pliissss,” pintanya dengan puppy eyes.

Aku hanya mengerjap. Bisa-bisanya Tita mengajakku ke acara yang bahkan aku bukan tamu undangan apalagi aku yang jauh dari kata sempurna. Apa katanya tadi? Digandeng? Apa dia tak salah bicara mau menggandeng orang sepertiku? Ada-ada saja!

KUMPULAN CERPEN "B"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang