"Aku merindukanmu."
Satu pesan yang baru saja kubaca membuatku terpaku sejenak. Bagaimana tidak? Seorang princess sepertinya tiba-tiba membuat bulu kudukku merinding dengan pesan mengejutkan itu. Menuliskan kalimat itu dengan mudahnya sementara aku di sini-mati-matian menahannya agar tidak mengatakan hal itu setelah beberapa hari tidak mendapat kabar darinya karena kesibukannya. Apa dia sedang mengujiku atau sedang bermimpi? Entahlah!
For your information; aku bukan lelaki penuh pesona dengan tubuh dan wajah yang bisa dipamerkan oleh pasangannya untuk sekadar meet up dengan teman-temannya atau bahkan menemani mereka hang out ke tempat-tempat umum-nongkrong dan sebagainya, aku tak menyukainya. Ini bukan tentang rasa ketidakpercaya dirianku tentang ciptaan Tuhan ini. Tidak! Kalian salah jika berpikir begitu. Aku hanya suka ketenangan, berjibaku dengan alat-alat lukisku yang tergeletak di sudut kamar yang entahlah, apa bisa kusebut itu kamar jika yang ada hanya baju-baju kotor berserakan di sofa butut ujung ruangan, gelas kopi yang sudah tersisa ampasnya saja yang setia menemaniku melukis dan alat-alat berperangku yang selalu menemani hari-hariku melawan sepi.
Kubalas pesannya sedikit lebih lama karena aku baru mengetahui pesan itu setelah aku menyelesaikan gambar ke duaku untuk minggu ini.
"Crys ... Apa kamu sedang bermimpi?"
Kusibak gorden kusam kamar kostku lalu kubuka jendela yang berukuran 60x150 cm itu-menghirup udara pagi yang selalu menyegarkan otakku.
"Ish! Apa coba maksudnya? Aku sadar, Kak Jo," balasnya.
Rasa tidak percaya dan bahagia menjadi satu dalam diriku. Pada awalnya, Crystal seperti seorang adik bagiku. Berisik dan menyebalkan. Namun, lambat laun aku mengenalnya, ada sesuatu yang lain mulai menerobos masuk ke dalam jiwaku perihal rasa yang seharusnya tak pantas hadir. Sesuatu yang kuhindari mati-matian agar tak menyapaku kembali sejak perpisahanku dengan mantan istriku. Ya, aku seorang duda beranak satu. Berlian nama putriku, berusia tujuh tahun dua bulan yang lalu dan dirawat oleh bibiku. Jangan tanya perihal ibunya karena aku sudah menganggapnya tidak ada sejak dia memutuskan untuk berlayar dengan kesenangan duniawinya. Aku tak peduli karena dia juga begitu denganku dan si cantikku.
"Kemarilah," tulisku sebagai jawaban.
"Lima belas menit lagi ketemu di pantai, ya, Kak?"
Aku hanya tersenyum kecil. "Baiklah."
25 menit kemudian
Aku berjalan tergesa ke tempat yang disebutkan oleh Crystal. Terlambat sepuluh menit kurasa akan membuatnya merajuk padaku, dan ya! Tebakanku benar. Dia sedang asyik bercengkrama dengan bule yang kutahu bernama Sean-lelaki yang usianya tak jauh berbeda dari Crystal. Saling bercanda dan mengabaikanku saat mata kami sudah bertemu. Aku berjalan ke arahnya dan memasang wajah bersalahku karena mungkin dia sudah menungguku dengan gerutuan yang biasanya tak lepas dari mulut mungilnya.
"Crys, maafkan aku." Kulihat dia mengakhiri percakapannya dengan Sean, berpamitan dan berjalan begitu saja tanpa tanpa menjawabku.
Aku mengikutinya, mengambil tempat di sampingnya dengan pandangan menuju ke arahnya dan berjalan ke belakang, mengikuti langkah majunya. Crystal masih setia dengan kebisuannya seraya menoleh ke arah pantai-mengabaikanku. Sebenarnya aku ingin sekali tertawa, melihat ekspresi lucunya yang sedang merajuk membuatku gemas dan ingin mencubitnya. Namun, kutahan karena dia pasti akan semakin marah padaku dan mengatakan jika aku selalu mempermainkannya. Padahal tak begitu.
Lama dengan posisi itu hingga langkahnya berhenti dan melirikku. Terpancar rasa kesal di matanya dengan bibir yang mengerucut. Aku tahu apa yang akan dikatakannya selanjutnya karena gadis mungil itu mudah ditebak tindak tanduknya.
"Menyebalkan! Pergi aja ke laut!" ketusnya. Duduk begitu saja di bibir pantai, mengais pasir dan memandang ke arah luasnya samudra.
Kan? Apa kubilang? Tebakanku selalu tepat tentangnya. Aku duduk di sebelahnya-memandangnya dan membenarkan anak rambutnya yang terbang oleh angin laut yang menyapa kami. Dia diam dan kukatakan sekali lagi jika aku minta maaf untuk keterlambatanku karena tiba-tiba Berlian datang ke tempatku dan ingin ditemani sarapan bersama sebelum pergi ke bermain dengan teman-temannya.
"Baiklah, kenapa nggak bilang dari tadi?" ujarnya dengan senyum yang membuat lesung pipitnya muncul-kesukaanku.
Aku mengacak rambutnya-gemas. "Hanya ingin melihatmu seperti ini dulu," jawabku.
Dia memukulku dan mencubiti lenganku. Kami tertawa dan sedikit berbincang mengenai pekerjaan dan lain sebagainya hingga perkataan Crystal selanjutnya membuatku diam seribu bahasa.
"Kak ... aku menyukaimu, benar-benar menyukaimu. Rasa suka yang lebih dari sekedar teman atau kakak-adik." Crystal menghela napas dan menatapku kembali. "Jangan tanya mengapa dan sejak kapan karena hal itu tiba-tiba sudah ada padaku. Memintaku untuk berteriak padamu jika aku ... menyukaimu," lanjutnya.
Ada getar rasa sakit di hatiku mendengar pengakuannya. Karena nyatanya aku juga memiliki rasa yang sama tapi perbedaan keyakinanlah yang menjadi penghalang terbesar kami untuk saat ini. Apa yang harus aku lakukan, Tuhan?
Aku tak munafik jika aku juga menginginkannya menjadi milikku tapi apakah mungkin? Seolah dunia saja sudah tak merestui hubungan tidak seimbang ini. Aku hanya pekerja seni yang bahkan tak bisa memberinya kemewahan yang biasa diberikan oleh ayahnya atau lelaki lain yang lebih pantas memakaikan cincin di jari manisnya, statusku yang kalian sendiri sudah mengetahuinya lebih lagi alasan terbesarnya karena keyakinan kami yang seolah menegaskan jika aku dan dia tak tercipta menjadi 'kita'.
"Sadarkah apa yang baru saja kamu ucapkan ini, Crys?" tanyaku-memandangnya sendu.
Dia mengernyit seolah tak paham dengan maksudku. "Jangan bilang 'apa aku sedang bermimpi' kali ini!" tegasnya. Mulai mengerucutkan bibirnya kembali.
"Aku hanya bertanya, Sweetheart. Apa kamu lupa aku siapa, apa dan bagaimana?" tanyaku serius.
Dia terdiam, menghela napas kasar tanpa mau memandangku dia berdiri dan melangkah lebih dekat ke bibir pantai. "Aku tak peduli! Aku menginginkamu, bukan yang lain!" teriaknya pada laut di depannya.
Aku hendak melangkah tapi sepasang tangan memelukku dari belakang-terkejut dan berpikir orang gila mana yang tiba-tiba melakukan ini kepadaku tapi suara yang paling tak ingin kudengar menyapa pendengaranku. "I miss you so bad, Daddy."
Ya, Tuhan... skenario apa yang akan kumainkan setelah ini?
***
Yeay... Finally, I just published my third short story here. Feeling miss someone when I wrote this story😳 hope you like it. Don't worry, it's just the begining. The last part's still in my mind😘
-LAIV-
🔥
23.06.19
KAMU SEDANG MEMBACA
KUMPULAN CERPEN "B"
Storie d'amoreRuang luas yang kusebut dengan Imaginer World. Masuki lebih dalam. Kau akan tahu bagaimana sebuah aksara itu akan membuaimu hingga lupa untuk kembali ke dunia nyata. Dialah yang bertahta, dialah yang berkuasa. Ini tentangku, kisahku dan sesuatu yang...