"Mmhh..." Susah payah aku menahan eranganku, menggigit bibir bawahku hingga terasa ngilu. Benda kecil di dalamku terus bergetar, semakin intense seiring dengan seringai pria di sampingku yang semakin lebar."Ohmph..." Aku menutup mulutku, hal yang seharusnya tak kulakukan jika tak ingin mendapat hukuman. But I'm a bad...bad girl and I love my punishment, selalu mencari cara agar bisa mendapatkannya.
Mendongak ke atas, mataku berserobok dengan manik gelapnya yang berkilat penuh ancaman. Tatapan tajamnya menegurku, menghitung kesalahanku dan merencanakan hukumanku.
Aku tahu itu karena bukan sekali ini aku melihatnya. Tatapan seperti itu sudah seperti makanan harianku dan aku tidak berencana untuk mengubahnya karena apa? Yap, aku bukan gadis penurut dan aku suka hukuman. Lebih spesifik, aku suka hukumannya.
Seorang pelayan pria menghampiri kami, menatapku terlalu lama sebelum menanyai pesanan kami begitu pria di samping ku menggeram tak suka.
Dalam hati aku tertawa, selalu seperti ini. Pria itu dan rasa cemburunya!! Setiap kali kami keluar, entah dinner atau hanya kencan biasa dia akan bersikap seperti manusia gua jika mendapati pria lain menatapku lebih dari 3 detik.
Namun kesenanganku tak berlangsung lama begitu getaran di kewanitaanku bertambah intense. Mataku membelalak memelototi pria yang saat ini tengah tersenyum manis menatapku, berlagak menanyai makanan apa yang ingin ku makan saat semua yang ditunjukkan matanya hanya kegelian. Payment, ucapnya tanpa suara.
Ya, bayaranku karena berani menertawai rasa cemburunya walau dalam hati. Jangan bertanya darimana dia bisa tahu karena dia mengenalku lebih dari aku mengenal diriku sendiri.
Tak hanya getaran, kurasakan tangannya menyentuh pahaku di bawah meja, mengelusnya pelan hingga nafasku tercekat.
"Behave, baby." Bisiknya sembari mencium pelipisku, yang kuyakin dilakukannya demi menenggelamkan suaranya dari pendengaran pelayan kami.
Aku berusaha fokus membaca menu di hadapanku. Berusaha berpikir tidak ada vibrator yang bergetar di dalam ku ataupun tangannya yang mulai naik mendekati intiku. Oh, aku bisa menepis pikiran mengenai vibrator tapi tidak dengan sentuhannya. Holy Shit sentuhannya...bagaimana bisa aku berpura-pura sentuhan itu tidak ada ketika kenyataannya sentuhan itu membakarku, menyalakan semua sumbu gairah dalam tubuhku?
Aku bergerak gelisah dalam dudukku yang dihadiahi cengkraman pelan dari pria di sampingku.
"Pesanannya nona?"
Getar. Getar. Getar. Sentuh. Oh sentuh!! "Ahh..eum...I want..."
Seringai pria di sampingku semakin berbahaya, matanya berkabut kala merasakan nafasku yang menggebu-begitu juga nafsuku. Namun pertahan dirinya terlalu kuat. Dia bahkan bersikap biasa saja seolah jarinya tidak sedang menyelip di balik celana dalamku.
"Ya?" Pelayan itu kembali bersuara.
"I want everything he ordered for me."
Pupil matanya yang melebar memberitahuku bahwa perkataanku membuat pria di samping ku bergairah. Dia senang mengaturku di kamar kami dan aku dengan sukarela menurutinya. Tapi membiarkannya mengaturku di luar kamar? Dia akan sangat bahagia saat aku mengizinkannya. Seperti sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind the Scenes
Fanfictionwes mbuh, angger ae diwoco Trans: gak tau, dibaca aja