5. Kenyamanan

5 1 0
                                    

Rasa nyaman datang seketika tanpa dipinta
Mengalir dengan sendirinya tanpa syarat

🍃🍃🍃

Hari ini aku berangkat ngampus bukan untuk makul melainkan untuk bimbingan skripsi. Kebetulan kemarin sore Ara sudah pulang ke rumahnya karena adiknya merengek minta ia cepat pulang. Padahal jika Ara sedang di rumah selalu saja bertengkar giliran Ara nggak di rumah minta cepat pulang. Hampir setiap hari Syifa adiknya Ara, meneleponnya. Padahal yang ia bahas hanya sekedar gurauan dan selalu diakhiri dengan pertengkaran. Tapi keesokaan harinya mereka kembali seperti sediakala. Aku sampai nggak habis pikir. Banyak yang bilang jika kakak beradik perempuan yang jarak usianya dekat memang akan sering tidak akur tapi semata-mata hanya untuk mencari perhatian satu sama lain. Ya, memang usia Ara dan Syifa berjarak 3 tahun. Syifa juga sering meneleponku jika Ara sedang tidak di rumah hanya untuk bertanya tentang pelajaran yang menurutnya sulit. Memang kami sudah dekat dari dulu aku SMP saat berteman dengan Ara. Aku hanya tersenyum jika mengingat kelakuan Ara dan Syifa. Hal itu sudah cukup membuatku terhibur.

Seketika bola mataku menangkap sosok yang akrab bagiku. Ya, Ardi al-Akbari yang kerap di sapa Ardi. Ia tampak sedang duduk santai di bangku taman kampus. Aku memberanikan diri untuk memastikan bahwa yang aku lihat memang Ardi. Langkah kakiku semakin mendekat ke sosok tersebut. Memang benar dia Ardi. Tetapi ada perlu apa dia ke kampusku. Karena rasa penasaranku, aku pun memberanikan diri menegurnya terlebih dahulu.

"Assalamu'alaikum Ardi." Langsung berbalik badan menghadap ke arahku.

"Wa'alaikumsalam. Aidah..." Senyum merekah yang tergambar diwajahnya

"Kamu sedang apa di sini?" tanyaku

"Sebenarnya pengen aja ke sini, biar ada suasana kampus baru gitu," ujarnya sambil terkekeh

"Tapi ya, yang aku lihat kayak ada maksud lain deh, aku hapal kali gerak-gerik kamu kalo lagi bohong sama enggak," hardikku

"Ah kamu ya Ai, bisa aja."

"Iya kan, udah ngaku aja.. atau kamu lagi nungguin pacar kamu ya apa calon kamu?" desakku dengan mata menggodanya

"Ngarang kamu, aku tuh nggak mau pacaran buat apa pacaran kalo ujung-ujungnya pisah. Iya kan?"

"Iya juga sih, toh dalam Islam juga nggak ada yang namanya pacaran ya?" jawabku sambil tertawa sendiri. Terus kamu sebenarnya ada apa dong?" desakku

"Jadi, niat awal emang mau jalan-jalan aja soalnya lagi free sekalian deh mampir lihat-lihat kampusmu barangkali ketemu kamu."

"Ohh..."

"Eh Ai, kamu habis ini sibuk ndak. Emm kalo ndak aku mau ngajakin ke panti al-Jannah yang kemarin itu."

"Enggak sih aku cuma ada bimbingan aja, ini juga udah selesai bimbingannya, tapi aku nggak bawa motor."

"Naik taksi aja, gimana? biar cepet gitu."

"ngangkot aja deh..."

"udah taksi aja lagian kalo ngangkot nungguinnya juga lama."

"iya deh," aku kalah

Sebenarnya aku tidak mau naik taksi karena sedang menghemat uang jajanku. Karena jika dibandingkan angkotan umum jauh lebih murah. Uangnya dapat aku tabung. Tapi berhubung Ardi maksa jadi aku kalah. Kami pun keluar dari kampus untuk mencari taksi. Tak selang beberapa lama taksi sudah datang.

"Pak taksi?" koar Ardi. Akhirnya taksi berhenti. Ayo Ai, masuk. Sambil membukakan pintu untukku.

"Iya Ar, makasih," balasku ramah

Istana SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang