11

597 28 0
                                    

Musik tarling mengiringi tidurku, berharap bertemu dengan Ibu dan mengutarakan kekesalanku. Meski lewat mimpi. Dari luar bilik, terdengar suara Mbak Linda sedang bercakap dengan suaminya, sesekali tertawa dan menjerit dengan nakal. Ah ... nyaman sekali tempat tidur ini, seperti di pangkuan Ibu.

---

Aku mendengar ada yang memanggil lamat-lamat dan dekkat, juga guncangan kecil di bahu yang semakin keras. Semakin kuabaikan, tubuh ini justru semakin terguncang.

"Yuna, bangun!"

Aku membuka mata dan menemukan Mbak Linda berdiri begitu dekat. "Hmm ...?" sahutku mengusap wajah.

"Ada yang mencarimu," bisiknya.

Sejenak diam tak mengerti, lalu bangun dan mengikutinya yang berjalan ke luar bilik. Mungkinkah teman dari sekolahku yang dulu?

"Mereka menunggu di luar." Mbak Linda menunjuk ke arah luar yang telah terang. Ternyata sudag pagi, dan semakin melebarkan mata saat melihat siapa yang duduk di bangku kayu di depan warung.

Tante dan ... Frans.


Mobil melaju dengan tenang di jalan tol dan menghamparkan pemandangan indah sejauh mata memandang. Aku duduk diam di kursi belakang bersama Tante, sementara Frans mengemudi di depan tanpa berkata apa-apa.

Aku tak punya alasan untuk menolak ajakan istri dari ayahku. Terlebih saat wanita itu memohon dengan tatapan mata yang teduh, keibuan dan membelai rambutku dengan penuh kehangatan. Aku lupa kapan terakhir mendapatkan perlakuan lembut itu dari ibu yang melahirkanku.

"Kita berhenti di rest area sebentar, Frans." Wanita berhijab panjang itu memberi perintah. Hanya anggukan yang kulihat sekilas dari pria muda itu.

Tak lama, kami berhenti di sebuah rest area untuk sarapan. Selang setengah jam, mobil pun kembali melaju dengan cepat menuju ke Semarang. Aku hanya diam dan membiarkan tangan wanita itu terus menggenggam jemariku. Perasaan apa ini? Nyaman, kah?

Sempat tertidur lama di perjalanan, aku terbangun begitu telah sampai kembali ke rumah. Tante mengantarkan sampai ke kamar atas dan menyuruhku untuk membersihkan diri.

"Tante ke bawah sebentar, ya?" ucapnya sebelum pergi. Aku hanya mengangguk, menatapnya keluar kamar dan menutup pintu.

Yah ... aku kembali lagi ke rumah ini. Entah untuk berapa lama lagi.

Selesai mandi dan berpakaian, pintu terdengar diketuk dari luar. Tak lama, Tante masuk dan telah berganti pakaian, langsung mengambil alih sisir di tanganku. "Biar Tante yang rapikan, Nak," ucapnya lembut.

Aku terdiam dan membiarkannya. Sesekali melihat wajah wanita itu dari pantulan kaca, tidak tampak kemarahan sama sekali. Bahkan senyum tipis selalu menghias di sudut bibirnya yang tidak terlalu tipis.

"Kenapa Tante melakukan ini?" gumamku. Wanita itu menatapku lewat bayangan cermin, lalu tersenyum lembut.

"Maksud kamu, apa?" tanyanya, masih merapikan rambutku.

"Seharusnya Tante tidak menjemputku kembali."

Wanita itu hanya menghela napas, lalu duduk di tepi tempat tidur dan menatapku yang duduk di. depannya. "Kenapa? Ini kan, rumahmu juga, Nak?" ucapnya.

"Aku anak dari simpanan suami Tante. Harusnya sudah diusir dari sini," gumamku menunduk.

Hening untuk beberapa saat.

"Tante sudah tahu sejak awal, Nak. Kalau tante berniat mengusirmu, dari pertama kamu masuk ke rumah ini sudah kuusir," bisiknya pelan.

Aku mendongak menatapnya, tapi yang kutemukan hanya senyuman tulus dan mata yang berkaca-kaca. Manusia apa yang kini di hadapanku ini?

YUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang