1. Mengembara

3.1K 343 27
                                    

Sepasang kaki putih kurus berjalan perlahan, langkahnya setengah diseret dengan tangan gemetar memegang perut. Bola matanya yang lebar mengerjap berkali-kali, menyisir ke berbagai tempat putus asa.

Tiba-tiba saja dia berhenti, sudut bibirnya tertarik, menciptakan sepasang lesung pipi yang tercetak sempurna di kedua pipi yang kotor, matanya bersinar menatap sepotong bapao yang sepertinya terjatuh di hadapannya. Niat hati ingin  mengambilnya. Namun, dari jauh terdengar derap kuda dan orang berteriak menyuruhnya minggir dari jalan.

Spontan Xingcheng menjauh, membiarkan roti itu tergilas kereta kuda yang berjalan dengan angkuhnya membelah jalan ramai.

Kota kecil Anshan dengan hiruk pikuknya yang begitu menyesakkan adalah gambaran ketidakadilan para penguasa negeri. Kota dengan pertumbuhan populasi tinggi dan tindak kejahatan paling banyak terjadi juga di sana tanpa ada pihak penguasa yang mau tahu.

Xiao Xingchen adalah salah satu contoh kecil dari ketidakberdayaan yang mencoba bertahan di kota yang dulunya terkenal paling berkembang dan menjanjikan itu.

Suara derap kuda dan hiruk pikuk terdengar pagi itu, Xingchen segera bersembunyi dan mengintip dari balik bangunan reot yang hampir roboh,  mendengarkan dan mencari tahu apa yang terjadi tanpa berani keluar. Orang-orang mulai membicarakan tentang rombongan keluarga kaya yang akan datang melintasi daerahnya untuk berbelanja di pasar.

Bola mata Xingchen membesar, dia diam-diam memperhatikan seorang anak lelaki kecil berada dalam rombongan sedang bercanda dengan riang di atas kereta kencana dengan jendela terbuka.

kereta kayu itu berhenti tidak jauh dari gubuk reot tempat dia bersembunyi yang biasanya dijadikan gudang kayu bakar itu.

Hidup tuan muda kecil itu begitu bahagia bersama dengan kedua orangtua dan pengawalnya, sama seperti dirinya dahulu sebelum akhirnya dia terdampar di kota Anshan ini. Xingchen tengah melamun, entah sudah berapa lama, sampai terdengar suara anak kecil mengagetkannya.

"Gege, sedang apa kau di sana? Mau main bersamaku?" Xingchen terkejut saat melihat di hadapannya sosok kecil dengan berpakaian begitu bagus yang beberapa saat dia lihat.

Tubuh kecil anak bangsawan itu mendekat dengan tangan mungil,  menyodorkan makanan kepadanya.

Tidak lama, terdengar suara teriak-teriakan orang di pasar.

"Tuan Muda Song, anda tidak bisa pergi begitu saja!" Suara pengawal yang panik setelah menemukan tuan mudanya yang ternyata berlari dari rombongan, pergi untuk menyapa Xingchen dan memberikannya kue.

Tangan kecil itu masih menggantung karena Xingchen masih diam terpana. Baru dia akan meraihnya, tubuh mungil itu langsung diangkat oleh pengasuhnya, segera meninggalkannya.

Tiba-tiba keadaan pasar mencekam dengan keributan dan orang berlarian, perampok yang tinggal di gunung mulai berbuat onar lagi, Xingchen sudah hampir satu bulan tinggal di bangunan reot belakang pasar itu, dia sudah hafal betul jika para perampok gunung itu akan turun seminggu sekali untuk menjarah dan membuat onar.

Minggu-minggu sebelumnya mereka dengan serakah menjarah dan tanpa ada satu pun orang yang melawan dan menentang para perampok itu. Tapi di hari itu mereka harus berhadapan dengan pengawal dari keluarga Song yang secara kebetulan ada di sana saat kejadian berlangsung.

Keluarga Song terkenal dengan budi pekerti dan bijaksana,  mereka tidak akan membiarkan ketidakadilan terjadi di depan matanya. Saat itu ketua keluarga Song hanya memperingatkan para perampok untuk pergi, sampai akhirnya terjadi pertumpahan darah.

Song kecil hanya diam saat pelayannya menggendongnya menjauh dari pasar, tangan kecil itu masih memegang sebuah kue kering  yang belum sempat dia serahkan kepada Xingchen.

THE LOVE TRIANGLE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang