Prolog

322 21 16
                                    

"Iya, Ma, aku lagi di jalan pulang kok," ucap seorang gadis yang tengah menelepon dengan sang Mama tanpa menghentikan langkahnya.

"Iya, Ma, sekarang juga aku cari kakak. Bye, Ma." Gadis itu pun memutuskan sambungan teleponnya.

Rintik gerimis perlahan deras. Membuat pukul setengah lima sore terasa seperti sudah pukul enam. Orang-orang berlalu lalang memenuhi jalan trotoar. Seorang gadis berseragam SMA dengan rambut sebahu dan syal putih yang melilit lehernya berjalan dengan tergesa-gesa. Ia memasukan jemarinya ke dalam saku jas almamater sekolah yang ia kenakan, sebab hembusan angin dingin terasa begitu menusuk kulit.

Brukh!

Tiba-tiba ia menabrak seorang pemuda dari arah yang berlawanan.

"Maaf," ucapnya yang kemudian pergi begitu saja.

Tanpa ia sadari, sebuah sketchbook biru ukuran A4 jatuh dari tasnya karena resleting yang tak tertutup rapat. Si Pemuda itu menatap punggungnya yang kian menjauh dan hilang tepat di perempatan jalan sana. Hingga akhirnya, ia memilih untuk melanjutkan perjalanannya saja. Namun, langkahnya terhenti karena kakinya tak sengaja menginjak sesuatu. Ia menunduk, menatap apa yang diinjaknya. Dengan alis berkerut ia mengambil benda itu, sebuah sketchbook biru. Ia tersentak dan menatap kembali arah perginya si Gadis yang menabraknya tadi. Ia sadar, bahwa sketchbook yang ia temukan adalah milik gadis yang tak sengaja tabrakan dengannya.

"Gimana caranya gue balikin buku ini ke itu cewek ya?" tanyanya pada diri sendiri.

Setelah tertegun beberapa saat, ia mengangkat bahunya tak acuh  dan melanjutkan kembali perjalanannya seraya mengantongi sketchbook itu ke dalam tas.

Keesokan harinya, keempat gadis dan ketiga pemuda tengah berkumpul di sebuah kafe sepulang sekolah. Mereka tengah berbincang dan sesekali tertawa. Sebenarnya mereka bukan teman satu kelas, tapi karena salah satu teman mereka baru saja berpacaran—jadilah pasangan itu bermaksud merayakannya bersama para sahabatnya. Bahasa gaulnya, pajak jadian atau PJ.

"Jadi, kenalin diri kalian dong. Kan gak enak juga kalau udah bercanda tapi gak tahu nama," ucap seorang pemuda di antara mereka, Andromeda namanya. "Oh ya, sebelumnya kenalin dua teman gue. Sebelah kiri gue, Aris Eridanus. Dan sebelah kanan gue Raysen Oriona Arcandra." Lanjutnya.

"Halo! Gue pacarnya Andro, nama gue Silfa Aquilio Aira. Senang bertemu kalian!" ucapnya dengan wajah berseri-seri. Cyailah iyalah berseri-seri, dia kan yang baru jadian.

"Hay! Nama gue Citara Ursa Mayora. Gue biasa dipanggil Cita, Tara, atau apalah sesuka kalian. Salam kenal! Hehee." Sambung gadis di sebelah Silfa seraya melambaikan tangan disertai cengiran khasnya.

"Dan gue, Catira Ursa Minori! Adik kembarnya Citara! Usia kami hanya terpaut tujuh menit. Nice to meet you!" Sambung gadis di sebelah Citara, seraya merangkul bahu kembarannya dan mengangkat kedua jari yang membentuk huruf V diakhir perkenalan.

Giliran selanjutnya, hening. Mereka menatap gadis di sebelah Catira. Gadis itu meneguk minumannya dan meletakan gelas tersebut di atas meja.

"Dan lo?" tanya Aris sambil memiringkan kepalanya.

Dengan wajah datar, dia menatap ketiga pemuda di hadapannya secara bergantian. Ia juga melirik ketiga kawannya dengan ekor matanya.

"Lyra Rigela Planeta."

Mendengar nama itu, seorang pemuda di antara mereka membulatkan matanya. Sepertinya ia tahu nama itu.

Hayoloh ada apa?😹
Cuss ke Chapter 1.

Strangers [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang