Bagian 1 | Sketchbook

147 17 12
                                    

"Eh tunggu!" teriak Raysen saat ketiga gadis yang tak lain adalah Citara, Catira dan Lyra hendak beranjak pulang. Sontak, membuat ketiga gadis itu menghentikan langkahnya dan berbalik.

"Eh, Raysen! Kenapa, Sen?" tanya Citara dengan ramah.

"Hm ... lo, bisa pulang bareng gue gak?" tanya Raysen dengan ragu menunjuk Lyra.

"Ha?" ucap Lyra sambil memiringkan kepala. Heran.

"Dia ngajak lo pulang bareng, dodol!" teriak Catira tepat di telinga kiri Lyra.

Lyra menatap Catira dan berkata, "Gue gak budeg."

"Jadi, bisa? Gue, hm ... ada perlu sebentar sama lo." Raysen bertanya lagi.

"Kenapa gak sekarang aja? Ada perlu apa? Gue gak suka ngeladenin orang yang baru gue kenal," ujar Lyra. Judes.

"Eh! Tenang-tenang! Gue bukan orang jahat kok! Bukan penculik juga! Apalagi pembunuh! Suer! Suer tekewer-kewer deh!" sahut Raysen yang berusaha meyakinkan Lyra.

"Secara gak langsung, lo nyebutin kejahatan lo sendiri," ujar Lyra yang kemudian berbalik dan beranjak.

"Eh?" Raysen kicep.

Dengan segera, ia mengejarnya dan menahan Lyra untuk pergi seraya berseru, "Tunggu dulu!"

Lyra pun menghentikan langkahnya dan menatap datar Raga.

"I-ini, gue cuma mau balikin buku ini. Buku ini punya lo kan? Kemarin, waktu lo gak sengaja nabrak gue kayaknya buku lo jatuh. Untung buku ini ada namanya dan kebetulan kita ketemu lagi," tutur Raysen dengan senyum hangatnya.

"Hm, thank's." Lyra mengambil kembali sketchbook yang semalam ia cari. Ia telah salah sangka rupanya.

"Kalau gitu, gue duluan ya? See you next time!" Raysen pamit kepada Lyra. Raga pun berbalik karena arah rumahnya berlawanan dari ketiga gadis itu. "Kembar, gue duluan ya? Bye!" Raysen pamit juga kepada si Kembar.

Sementara itu, si Kembar hanya mengangguk seraya menganga tak percaya karena melihat drama live action di hadapan mereka tadi. Simpel, tapi bagi mereka itu cukup baper.

"Oyoy!" Citara memegang kedua pipinya.

"Omamamay!" Catira pun demikian.

Kompak, mereka bertatapan dengan wajah melongo.

"LYRA KITA DEKET SAMA COWOK?!" kompak mereka.

Namun, saat mereka menatap ke arah Lyra, gadis itu sudah berada di ujung perempatan. Dengan segera, si Kembar meneriaki namanya seraya berlari menyusul Lyra.

"LYRA! TUNGGUIN MAYOR DAN MINOR!"

🌠🌠🌠

Di kamar, Lyra tengah melakukan video call bersama ketiga sahabatnya. Namun, Lyra tak ikut bicara. Ia terus saja menggambar pada laptopnya, tanpa ada niatan menatap ketiga sahabatnya yang sedang mengoceh di sana. Itu merupakan suatu rutinitasnya. Ketiga sahabatnya itu sangat rempong, Lyra mengabaikan perbincangan mereka sebab baginya perbincangan itu tak berfaedah sama sekali. Hanya bergosip ria. Jika saja menyangkut pelajaran sekolah atau hal-hal yang ia sukai atau yang cukup menarik baginya, baru ia akan ikut nimrung.

"Masa ya, temennya pacar lo, Cil, si Raysen! Dia baik banget masa!" sahut Citara.

"Iya! Bener banget tuh! Tahu gak, sebelumnya Lyra udah ketemu dia loh! Dia balikin sketchbooknya Lyra yang katanya jatuh gara-gara mereka gak sengaja tabrakan. Sweet deh, kayak sinetron-sinetron di tv. Tabrakan, deketan, terus jadian," sahut Citara melanjutkan.

Lyra menghentikan aktifitasnya ketika menyadari bahwa kini topik pembicaraan mereka adalah dirinya. Ia menatap layar ponselnya dengan wajah datar.

"Wah, jangan-jangan ... ada kutil di balik upil nih! Ya gak guys? Oy, Lyra! Ngomong napa ngomong? Diem-diem bae." Silfa menyahut seraya cengengesan.

Lyra menghela napas.

"Mungkin, dia diem gara-gara mikirin si Raysen, Pangeran hatinya. Oh Pangeranku sayang!" Catira dramatis.

"Hm, LyRaysen. Singkatan yang bagus, bukan? Huruf L bermakna?" seru Citara.

"Love!" jawan Catira.

"Y bermakna?" seru Citara.

"You!" sahut Catira.

"Dan Raysen! Nama cowoknya!" seru si Kembar. "Jadi, LyRaysen adalah?" lanjut mereka.

"Love You Raysen! Iii cocok banget!" heboh ketiganya.

Tak mau mendengar lagi obrolan mereka, Lyra mematikan sambungan video call itu. Sehingga, ketiga temannya mendesah kecewa.

"Lah, dia malah matiin." Silfa bersorak kecewa, begitu pula dengan si Kembar.

"Kok gitu ya? Padahal, biasanya juga gak pernah main matiin VC kayak gini." Catira heran.

"Mungkin, dia marah. Coba deh pikir, emangnya enak dipojokin gitu? Nggak kan?" tanya Citara.

"Lo juga ikut-ikutan, dodol!" seru Catira seraya menoyor kepala kembarannya.

"Marah? Iya juga sih, bisa jadi. Ya udah deh, besok kita ngomong sama dia, kita minta maaf. Tapi gue juga heran, kenapa dia jadi baperan?" tanya Silfa.

"PMS mode on kali. Udah ah! Dede mau tidur, besok sekolah! Bye!" seru Catira yang langsung menarik selimut.

Akhirnya, mereka pun memutuskan sambungan video call dan berlanjut di alam mimpi.

Berbeda halnya dengan Lyra, dia kini justru tengah menatap langit-langit kamarnya. Seketika, sekelebat wajah ramah Raysen melintas di otaknya. Dengan cepat ia menggelengkan kepala, bermaksud mengusir bayangan kejadian tadi sore.

Tok tok tok!

Tiba-tiba, sebuah ketukan pintu terdengar. Lyra pun bangkit untuk membuka pintu. Terlihatlah seorang wanita dengan rambut sebahu berdiri di depan kamarnya, dia Yuki, sang Mama.

"Ada yang perlu kita bicarakan sebentar. Ayo!" ajak Yuki kepada Lyra.

Lyra pun mengangguk lalu mengikuti mamanya dari belakang.

Ocesan ana:
Sampai jumpa di chapter 2^^
Jangan lupa kritik dan sarannya. Vote juga. Hehee.

See you💕

Salam hangat dari Anakata💙
Adik satu-satunya Bang Sasuke💕
@anakata24

Strangers [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang