Bagian 6 | The Game

69 8 0
                                    

Game dunia nyata tidak memiliki tombol pause atau continue, seperti pada komputer atau android yang bisa menghentikan dan melanjutkan—atau memulainya kembali sesuka hati. Karena itulah aku tak ingin bermain-main dengan hidupku ini.

"Pacar?" Randi menatap Lyra penuh selidik.

"Iya, Pa! Pacarnya. Dia pacaran sama Raysen! Sahabat Riga!" seru Auriga lagi yang kini bersedekap dada di samping Randi.

"Kenapa diam lo? Gak punya mulut?" tanya Auriga. Sinis pada Lyra.

"Iya, Pa. Lyra tadi jalan sama Raysen, pacar Lyra." Lyra menatap sang Papa dengan takut-takut.

Randi menatapnya tajam dan berjalan mendekat. Yuki yang melihat itu tak bisa berkutik dan hanya bisa berdoa semoga Randi bisa mengontrol emosinya. Randi memang baik, perhatian, dan juga penyayang. Tapi, jika menghadapi anak-anaknya ia selalu tegas. Sementara itu, Auriga tersenyum licik melihat adiknya tertunduk takut. Ia sangat puas, sepertinya kali ini adiknya yang akan dimarahi.

"Mampus lo!" batin Auriga.

Randi memegang pundak Lyra. Hal itu membuat Lyra menatap manik matanya.

"Kenapa tidak bilang kalau kamu sudah punya pacar? Kenalkan dia pada papa," ujar Randi yang tersenyum di akhir kalimatnya.

"Eh?" Lyra menatap Randi tak percaya. Dia kira Randi akan memarahinya, ternyata tidak.

Di sisi lain, Yuki menghembuskan napas lega. Sedangkan Auriga mengepalkan tangannya, menahan kekesalan yang kian memuncak. Ugh! Baginya ini sangatlah menyebalkan.

"Sekarang kamu mandi, lalu makan dan beristirahatlah," titah Randi pada Lyra seraya mengelus pucuk kepala anaknya.

Lyra tersenyum dan mengangguk patuh lalu berjalan menuju kamarnya. Auriga menatap adiknya dengan penuh kebencian saat ia berjalan melewati dirinya. Ia benar-benar kesal kepada Lyra. Baginya, Lyra adalah hal termenyebalkan seumur hidup. Sekarang ia juga semakin kesal kepada Papanya. Benar-benar pilih kasih!

"Kok Papa biarin dia pacaran sih, Pa? Kenapa Papa gak adil? Kalau aku dekat sama cowok lain, Papa langsung introgasi aku, negur aku, marahin aku. Bilangnya, 'kamu gak boleh pacaran dulu! Kamu harus sekolah yang bener! Blablabla', kok sama Lyra nggak?!" protes Auriga.

"Karena papa tahu, Lyra tak mungkin menjadikan lelaki sembarangan menjadi pacarnya. Sedangkan kamu, apa-apaan preman sekolah mau dijadikan sebagai pacar? Sekolah saja tidak benar, apalagi masa depannya. Mau hidupmu suram?" tanya Randi. Benar-benar menohok jantung Auriga.

"Om Alfan sama Tante Pinky aja dulunya urakan, bad boy sama bad girl. Tapi, sekarang mereka sukses kok, hidup mereka bahagia. Itu bukan alasan yang tepat, Pa. Papa gak adil! Pilih kasih! Selalu begitu!" kesal Auriga yang kemudian pergi ke kamarnya dengan tergesa-gesa.

🌠🌠🌠

Malam ini Lyra tengah bermain game di komputernya dengan khusyuk. Baginya, selain daripada manusia, game juga adalah teman, keluarga, dan dunianya. Game dapat membuatnya sedikit melupakan kehidupan yang membosankan atau juga dapat sedikit meredakan masalah yang ia rasakan.  Namun, dalam game yang ia mainkan, ia selalu kalah oleh lawan mainnya yang memiliki nick name Riri18. Karena itu ia tak pernah bosan dan tak pernah menyerah untuk bisa mengalahkan lawan terkuatnya tersebut.

Strangers [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang