Bagian 2 | This My Sister

126 10 5
                                    

Lyra sudah berada di kamar orang tuanya. Ia menatap sekilas kakaknya yang tengah duduk di pinggir kasur dengan wajah malasnya—mengunyah permen hingga menimbulkan suara krauk-krauk. Sedangkan Randai, sang Papa terlihat sangat serius, menandakan bahwa ada masalah besar yang terjadi.

"Langsung saja, Lyra, apa kamu tahu kakakmu berulah apa lagi di sekolah tadi siang? Siang tadi Pak John menelepon, tapi papa tak sempat mengangkatnya," tutur Randi.

"Kenapa bertanya pada Lyra? Tanya saja kak Auriga," ujar Lyra.

Ia agak malas jika situasi ini terjadi. Setiap kakaknya berulah, pasti ia yang diwawancarai. Ia malas menghadapi kakaknya setelah ia berkata jujur kepada orang tuanya perihal kelakuan absurd Auriga yang begitu urakan.

"Kalau dia menjawab, papa tidak akan memanggilmu ke sini," timpal Randi. Dingin.

"Berantem." Lyra mengalihkan bola mata ke arah lain. Sedangkan kedua tangannya bersedekap dada.

"Berantem lagi?! Sama siapa?" tanya Randi. Mulai murka.

"Kak Zeno," jawab Lyra.

"AURIGA!" bentak Randi.

"Berapa kali papa harus bilang?! Jangan berkelahi! Kamu itu perempuan! Jaga sikapmu! Dan ini, mengapa kamu mewarnai rambutmu lagi? Lihat adikmu, coba saja kamu berhenti bersikap seenaknya dan rajin belajar seperti adikmu, berhenti membuat onar dan menurut pada orang tua. Kamu itu seorang kakak! Harusnya kamu jadi panutan untuk adikmu! Bukannya sebaliknya! Kalau kamu begini, adikmu akan mencontoh apa darimu?! Kelakuanmu yang urakan itu?! Iya?!" Randi murka.

"Mas, sudah, Mas." Yuki berusaha menenangkan Randi.

Auriga terkekeh, lalu berkata, "Adik adik adik adik terus! Terus aja bandingin aku sama dia, Pa! Toh, anak Papa cuma Lyra kan? Aku tahu kok aku cuma anak pungut—"

Plak!

"AURIGA!" Randi menampar keras pipi Auriga seraya membentaknya sebelum Auriga menyelesaikan kalimatnya.

Baik Lyra, Auriga maupun Yuki, ketiganya terlonjak kaget. Randi, tatapannya semakin tajam dan dingin dengan napas memburu terlihat sangat mengerikan. Sementara Auriga, dia menatap Papanya dengan tatapan tak percaya seraya memegang pipinya yang terasa panas karena tamparan tersebut. Air matanya menetes, tapi ia kembali tersenyum. Sebuah senyuman kekecewaan.

"Jaga ucapanmu itu, Riga," kata Randi. Penuh penekanan.

"Terimakasih, Pa. Dengan begini aku makin sadar, kalau aku memang bukan anak Papa sama Mama." Auriga pergi dari kamar orang tuanya dengan tergesa-gesa. Dengan segera Lyra menyusulnya.

"Auriga! Mau ke mana kamu?! Papa belum selesai bicara!" teriak Randi seraya berjalan menyusul Auriga, namun ditahan oleh Yuki.

"Mas, sudah, Mas. Kasihan dia, dia pasti tertekan kalau kamu kasar seperti ini. Dia juga ingin kebebasan, Mas. Dia punya hak akan hal itu. Di usia-usia remaja seperti ini, hal itu adalah hal yang wajar," tutur Yuki.

"Lalu, apa tindakan kita membebaskannya digunakan secara pantas oleh Auriga? Tidak! Dia menjadi pembuat onar dan itu harus segera dihentikan! Dan apa aku harus membiarkan pergaulannya juga bebas?! Kalau terjadi sesuatu padanya siapa yang akan tanggung jawab?! Dia seorang gadis, Yuki! Dia seorang gadis!" sentak Randi.

Pada akhirnya, pasutri itu berdebat sengit, saling membentak, mempertahakan argumen masing-masing.

Sementara itu, Auriga terus berjalan menuju kamarnya seraya menyeka air mata yang terus saja turun. Memori kejadian tadi masih terngiang-ngiang di dalam pikirannya. Saat sampai di kamar, Auriga mengambil koper dan memasukan baju-bajunya ke dalam sana. Ia sudah tak betah tinggal di rumah, ia benar-benar merasa tertekan.

Selesai berkemas, ia bergegas berjalan ke arah pintu. Namun, langkahnya terhenti saat ternyata Lyra tengah berdiri di ambang pintu dengan wajah tanpa ekspresi. Mereka saling bertatapan.

"Ngapain lo ke sini? Belum puas lo lihat gue dimarahin Papa?!" tanya Auriga. Nyolot

Lyra hanya diam menatap kakaknya. Perlahan, ia berjalan mendekat menghampiri sang Kakak tanpa melepaskan tatapan mereka. Tepat saat mereka saling berhadapan, Lyra memegang koper Auriga dan melemparkannya ke kasur.

Plak!

Tiba-tiba Auriga menampar Lyra—tepat ketika Lyra berhasil melempar koper tersebut.

Dengan emosi yang memuncak, Auriga berkata, "MAU LO APA, SIH?! BELUM PUAS LO BIKIN GUE TERTEKAN?! LO SENANG KAN MELIHAT GUE MENDERITA DI RUMAH INI, HAH?! LO—"

"Gue cuma gak mau kehilangan kakak gue. Gue sayang sama lo, Kak. Gue gak tahu gue harus gimana biar lo juga sayang sama gue. Di sekolah, lo bilang gue bukan adek lo. Di rumah, lo diemin gue dan natap gue sebagai musuh, bukan sebagai saudara. Kenapa sih, lo benci banget sama gue, Kak?" tanya Lyra.

"Bacot! Pergi lo dari sini! Keluar!" bentak Auriga seraya mendorong kasar bahu Lyra hingga Lyra nyaris terjatuh.

"OK, gue keluar. Tapi, gue minta lo jangan pergi dari rumah ini, Kak. Jangan lari dari masalah. Gue tahu lo gak seurakan itu, gue tahu lo orang baik," ujar Lyra.

"Pergi lo, anjing!" bentak Auriga lagi.

Lyra mendecih pelan. Ia pun pergi. Sebenarnya ia ingin marah, tapi ia tahan karena ia tak ingin menambah masalah. Memangnya, adik mana sih yang tidak sakit hati ketika dirinya dikatai anjing oleh kakaknya sendiri? That's really hurt her heart.

Dengan segera Auriga menutup pintu dan menguncinya dari dalam. Ia tertunduk, tangannya terkepal kuat. Setetes demi setetes air mata jatuh kembali. Auriga terduduk, menunduk, dan menangis di depan pintu dengan segala pikiran yang berkecamuk. Ia memukul-mukul lantai dengan kepalan tangannya.

"Aarrgghh!" jeritnya sambil menjambak rambut dengan frustasi.

Sementara itu, Lyra dengan mata yang berkaca-kaca kini tengah berjalan menuju kamar orang tuanya dengan tergesa-gesa. Saat sampai, terlihatlah orang tuanya yang tengah bertengkar. Dengan bahu naik turun dan tatapan tajam, Lyra menatap mereka.

"Pa, Ma!" teriak Lyra di depan ambang pintu. Sontak, orang tuanya berhenti bertengkar dan menatap Lyra yang kini berjalan masuk. "Ada yang mau Lyra omongin sama kalian. Khususnya sama Papa." Lanjut Lyra.

Ocesan ana:
Makasih sudah mampir. Tunggu update-an selanjutnya ya. Jejak hey jangan lupa. Hiya hiya hiya! :"v

See you💕

Salam hangat dari Anakata💙
Adik satu-satunya Bang Sasuke💕
@anakata24

Strangers [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang