Bagian 11 | Teman Masa Kecil

55 5 7
                                    

Takdir memang terkadang menyakitkan. Tetapi jangan risau. Tuhan pasti akan memberikan balasan yang lebih baik dari luka yang ia berikan.

Lyra dan Raysen sudah berada di dalam mobil dan sudah keluar dari area sekolah. Raysen tengah menyetir dengan satu pertanyaan yang terus berputar di otaknya. Sementara itu, Lyra enjoy-enjoy saja menatap keluar jendela. Pemuda itu melirik gadis di sampingnya dengan ekor matanya. Ia ingin bertanya, tapi ia kesulitan mencari pertanyaan yang tepat. Sebab, ia takut jika Lyra nantinya akan ke-GR-an dan menganggap ia cemburu terhadap Pasgar. Karena bagaimanapun juga, Raysen adalah tipekal laki-laki yang gengsian.

"Hm ... Ra?" panggil Raysen tanpa menatap gadis di sampingnya.

Tak ada respon dari Lyra. Okay, tak apa sudah biasa. Namanya Lyra kalau dipanggil untuk hal yang tidak penting pasti tak akan merespon atau menoleh tanpa kata atau juga hanya memberikan satu gumaman.

Raysen menarik napas dengan jantung yang berdetak keras. Rasanya AC mobil tak berpengaruh, sebab nyatanya ia tetap merasa gerah.

"Ada satu hal yang bikin gue penasaran. Tapi, lo jangan GR sama pertanyaan yang bakalan gue ajuin ke lo. Soalnya hal ini menyangkut ... Pasgar." Raysen diam sejenak. "Dari beberapa kejadian hari ini ... kayak ada yang aneh gitu sama lo. Yang kejadian di kantin, lo tiba-tiba pergi pas si Pasgar duduk bareng kita. Dan anehnya lagi si Pasgar juga ikut pergi gara-gara lo pergi. Terus di koridor juga, lo habis ngapain sama dia? Pakai acara pegang-pegangan tangan segala." Lanjut Raysen. Lagi-lagi tak ada respon. "Jadi, karena itu gue mau tanya sama lo. Lo ada hubungan apa sama–"

Seketika ia menghentikan ucapannya dan mengerjapkan mata beberapa kali. Wajahnya cengo seketika kala menengok ke arah Lyra.

"Jadi, dari tadi dia tidur gitu?!" Batin Raysen.

🌠🌠🌠

Raysen kini telah sampai di depan rumah Lyra. Ia pun menepuk-nepuk pipi Lyra sambil memanggil-manggil namanya. Tapi, Lyra tak bangun juga. Rayse  pun berpikir, mungkin Lyra terlalu lelah menghadapi hari ini. Alhasil, ia pun kebingungan. Pendapatnya mengenai Lyra yang tertidur membuatnya tak tega untuk membangunkan ia kembali. Hingga akhirnya, ia menemukan satu cara. Menggendongnya. Ia pun keluar dari mobil dan kembali membuka pintu mobil untuk menggendong Lyra.

"Ah elah ini cewek nyusahin bener dah!" keluh Raysen sambil mengangkat tubuh mungil Lyra yang berisi.

Tidak seperti laki-laki pada umumnya yang jika menggendong perempuan akan menggendongnya ala brydal style, Raysen justru menggendong Lyra di pundak kirinya, penculik style. Tepat saat ia sudah berada di depan pintu rumah, ia mengetuk pintu seraya mengucapkan salam, tapi tak ada respon dari siapa pun. Saat ia akan membuka pintu, pintunya dikunci.

"Sialan!" umpat Raysen. "Gentong banget lagi ini cewek! Tubuhnya doang yang kecil, kiloannya pasti gede." Gerutunya.

Sementara Raysen yang berpikir dan terus menggerutu, mata Lyra perlahan terbuka. Saat ia sadar sepenuhnya dari tidur nyenyak, matanya yang bulat seketika semakin membulat kala ia menyadari bahwa ia berada pada pundak seseorang.

"Turunin gue, penculik! Anjir, gue mau pulang! Turunin guee!!!" teriak Lyra sambil memukul-mukul punggung Raysen sekencang-kencangnya. Tak lupa, kakinya pun ikut ambil bagian.

"Woy woy woy! Sakit tahu! Ini gue! Raysen! Astogeh, gue bukan penculik!" teriak Raysen

Lyra pun berhenti memukulnya dan Raysen pun menurunkan gadis itu dari pundaknya. Lantas Raysen langsung memegang pundaknya seraya meringis.

Strangers [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang