Berhenti membandingkanku dengan orang lain. Setiap manusia punya kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
Di hari Minggu ini, Raysen menatap datar Lyra yang tengah membeli ice cream. Pasalnya, gara-gara taruhan kemarin sore Raysen kalah dalam game balapan mobil itu. Jadi, hari ini fiks uang sakunya kritis karena harus mentraktir Lyra seharian di taman hiburan.
"Jangan kesal mulu kenapa? Baru juga jam sepuluh. Nih, makan!" seru Lyra seraya memberikan satu ice cream yang ia beli.
Raysen menerima ice cream coklat tersebut.
"Ya gimana gak kesal coba? Saku gue bakalan tipis pakai traktir lo seharian ini!" sahut Raysen. Kesal. Ia kemudian menjilat ice creamnya.
"Jangan salahin gue. Yang ngajak taruhan siapa coba? Lo kan? Ya udah, terima nasib aja," ujar Lyra tak acuh.
"Kok lo nyebelin banget sih jadi cew—anjir!"
Ucapan Raysen teralih ketika Lyra menempelkan jari tangannya yang berisi ice cream grean tea pada hidung Raysen. Tentu Raysen kesal, sementara Lyra justru nyengir dan berjalan menjauh. Alhasil, karena ingin balas dendam Raysen pun mengejarnya sampai dapat. Dan terjadilah adegan lari-larian.
Karena capek akibat bermain kejar-kejaran tadi, mereka pun duduk di kursi yang sama saat mereka pernah ke sana untuk pertama kalinya. Dengan sisa tawa yang perlahan memudar, mereka duduk berdampingan dengan Lyra yang menidurkan kepalanya di bahu kiri Raysen—sambil memakan sisa ice cream yang belum habis. Lain haknya dengan Raysen, ia mengusap-usap kepala Lyra dengan sayang.
"I love you, Ri," ucap Raysen tiba-tiba kepada Lyra.
Ya, Raysen kembali berhalusinasi bahwa Lyra adalah Auriga. Ia memanggil Ri, karena Riri merupakan panggilan sayang Raysen yang ditujukan kepada Auriga.
Di samping itu, Lyra menengadah menatap Raysen. Seolah secara perlahan wajah Raysen berubah menjadi Azka, ia pun tersenyum tulus.
"I love you too," ujar Lyra.
Lyra kemudian menyendokan ice creamnya ke arah mulut Raysen. Dengan senang hati, Raysen membuka mulutnya dan memakan ice cream itu. Kemudian, tersenyum hangat kepada Lyra.
Entahlah, setiap mereka bersama pasti halusinasi itu terjadi. Lyra seolah berwajah Auriga di mata Raysen dan Raysen seolah berwajah Azka di mata Lyra. Terkadang, perasaan memang sulit dipikirkan oleh akal.
"Main roller coaster yang ada hantunya yuk!" ajak Lyra kemudian. Raysen mengangguk sambil tersenyum.
Dengan raut bahagia, mereka berjalan sambil berpegangan tangan. Seolah mereka benar-benar pasangan yang sedang kasmaran. Serasi. Namun, senyum dan raut bahagia itu hilang dalam sekejap. Sebab, di lokasi yang mereka tuju, tampak Azka dan Auriga ada di sana juga—menatap balik mereka dengan raut yang sulit diartikan. Dengan santai, Raysen menghampiri mereka sambil menggenggam tangan Lyra semakin erat. Mendapat perlakuan itu dari Raysen, Lyra hanya bisa terkejut dan menurut mengikuti arah langkah pemuda di sampingnya.
"Kalian di sini juga? Kok samaan sih? Jangan-jangan kalian ngebuntutin kita ya?" canda Auriga.
"Gak guna," umpat Lyra pelan.
"Enggaklah! Ngapain juga kita buntutin kalian? Kebetulan aja kita ketemu di sini! Gue sama Lyra juga mau naik roller coaster," sahut Raysen.
"Oalah gitu ya?" sahut Auriga.
Kereta roller coaster yang berisi untuk 2 orang pun datang. Auriga tampak sangat senang dan tak sabaran. Ia bahkan loncat-loncat seperti anak kecil. Karena tak memperhatikan sekitar, Auriga malah menarik tangan Raysen. Padahal seharusnya ia menarik tangan Azka. Benar-benar ceroboh. Raysen yang mendapat perlakuan seperti itu tak bisa berkutik karena Auriga sangat cerewet dan tak memberikan sedikit pun celah baginya untuk bicara. Sementara Azka dan Lyra hanya cengo menatap keduanya. Hingga akhirnya Azka dan Lyra sadar saat kereta roller coaster lainnya sudah ada di samping mereka, tepat saat roler coaster yang ditumpangi Auriga dan Raysen telah melaju.
"Loh, kok lo malah di sini? Kan lo harusnya sama Lyra?" tanya Auriga. Terkejut karena malah Raysen yang ada di sampingnya.
"Lo salah narik tangan, Ri. Yang lo tarik bukan Azka, tapi gue—huaaa!!! Setan, Ri!" teria Raysen yang kemudian menjerit karena replika kuntilanak muncul menyondongkan diri ke arahnya.
"Bangsul!!! Genderewoo!" Auriga tak kalah histeris.
Mereka kaget, histeris, berpelukan, dan menjerit karena ketakutan dengan hati yang terus deg-degan. Sungguh, perasaan kaget bercampur takut itu sangat menggila. Kini, Auriga bersedekap dada dan menutup matanya rapat-rapat.
"Lo ngapain elah, Ri?! Waa! Pocong, Ri! Anjir, Mumi! Allohu akbar! Laa ilaa ha illalloh! A'udzubillaahi minasyaithonirrajiim!" Raysen membacakan ayat kursi sambil menutup mata dengan kedua tangannya.
"Cara terbaik menghilangkan ketakutan dari hantu bohongan ini adalah dengan bersedekap dada dan menutup rapat mata biar kita gak lihat penampakan mengerikan dari hantu itu, Sen!" timpal Auriga.
"Akan gue coba!" sahut Raysen.
Beberapa detik berlalu, cara itu tak ampuh bagi Raysen. Bahkan Auriga pun demikian. Mereka terys menjerit ketakutan juga panik ketika roller coaster tersebut melaju dengan kecepatan tinggi di sebuah turunan.
Sementara di sisi lain, Azka dan Lyra tampak biasa saja. Tak ada raut takut atau pun kaget ketika hantu bohongan muncul maupun suara mengerikan terdengar. Bahkan, sempat Azka menoyor kepala kuntilanak yang mennyondongkan diri ke arahnya karena rambut si Kuntilanak itu menutupi pandangan Azka.
"Lo beneran jadian sama si Raysen, Ra?" tanya Azka.
"Hm. Kenapa emang?" tanya Azka.
"Enggak, cuma nanya aja. Sebenarnya sih gue awalnya gak percaya kalau lo jadian sama dia, secara lo cuek banget sama cowok. Tapi sekarang gue senang, karena akhirnya lo bisa dapetin cowok baik-baik kayak si Raysen," tutur Azka.
"Kalau boleh tahu, lo suka Kak Auriga dari sisi mananya? Secara dia bad girl sekolah. Kok bisa lo suka cewek model kayak gitu? Setahu gue tipe lo yang anggun-anggun," tanya Lyra.
Azka tersenyum.
"Dia beda dari yang lain. Awalnya, gara-gara dia sering kena hukum sama gue dan Pak John. Dia suka ngeyel dan kabur mulu dari hukuman. Tapi ternyata dia gak seurakan itu, dia baik, asik, humble dan dia gak kayak lo. Dia kebalikan lo, Ra," tutur Azka.
"Oh, kebalikan gue. Jadi, selama ini menurut lo, gue gak baik ya?" tanya Lyra. Tersenyum miris.
"Bukan gitu, lo itu kaku sementara Auriga it—"
"Berhenti banding-bandingin gue sama orang lain. Gue ya gue, dia ya dia. Tiap manusia punya kelebihan dan kekurangan masing-masing," ucap Lyra. Dingin.
Azka diam. Ia tahu bahwa Lyra tak suka ia berbicara seperti itu. Gadis di sampingnya ini marah. Tentu ia peka, sudah lama mereka bersahabat. Hanya dari intonasi atau sikap saja, pasti mereka akan sadar. Hanya satu yang menjadi masalah, Azka tak menyadari apapun mengenai perasaan Lyra terhadapnya. Jangan salahkan Azka saja! Lyra juga ambil bagian. Azka yang kurang peka dan Lyra yang pandai menyembunyikan. Meski begitu, Lyra selalu memberikan kode-kode dalam setiap perbincangan mereka. Lagi, Azka tidak pernah peka akan hal itu.
"Ra?" panggil Azka.
"Hm."
"Lo dukung gue sama Auriga kan? Gue mau nembak dia nanti sore," ujar Azka.
Lyra memalingkan wajahnya ke arahnya lain dengan rasa sakit yang menyelimuti hatinya. Ia berusaha untuk tidak mengeluarkan suara geramannya. Hanya saja tangannya sudah terkepal kuat sekarang.
"Ra?" Azka memanggil Lyra lagi.
"Hm, iya. Gue dukung kok," ucap Lyra sedikit tak ikhlas.
"Tepatnya gue dukung banget, dukung acara nembak lo gagal, Az. Gue gak akan biarin Kak Auriga ngambil sahabat gue lagi. Cukup dulu, sekarang enggak. Gue gak akan pernah biarin dia merampas lo dari gue, Az. Kita lihat aja nanti, Kak Riga. Sekarang, giliran gue yang bikin strategi buat ngalahin lo." Lanjut Lyra dalam hati.
TBC.
Selasa, 08 September 2020. Strangers ganti cover! Semoga suka sama cover barunya, juga isi dari ceritanya.
Ok tunggu kembali untuk lanjut membaca.^^
@anakataa24
KAMU SEDANG MEMBACA
Strangers [HIATUS]
Novela JuvenilSequel of SETITIK CAHAYA BINTANG. HARAP BIJAK DALAM MEMBACA! 13+ Pelampiasan, satu kata yang bisa membuat patah hati seseorang jika diketahui ternyata pasangannya hanya menjadikan dirinya pelampiasan. Namun, apa jadinya jika pelampiasan justru dibua...