Chapter 2 : Strange case

673 37 0
                                    

Kresek. Kresek.

Suara daun kering yang terinjak oleh langkah kaki seseorang terdengar menakutkan bagi Kouka yang sedang berada di tempat yang gelap. Ia berharap itu bukan seekor binatang buas yang tengah kelaparan atau sejenisnya. Hingga tak lama kemudian, muncullah bayangan hitam dari tempat yang tidak jauh dari Kouka berada. Ia menahan napasnya dan tak berani sedikitpun mengeluarkan suara. Hingga bayangan tersebut semakin membesar. Ia merasakan bahwa ajalnya semakin mendekat.

"Tidakkk!" Teriak Kouka di dalam kamarnya. Ia terbangun dari sebuah mimpi buruk yang membuatnya ketakutan setengah mati.

"Kouka! Kamu tidak apa-apa?" Tanya ibunya yang langsung menghampiri kamar putri satu-satunya dan membuka pintu dengan keras. Takut dia kenapa-kenapa.

"Kouka baik-baik saja kok, Ma. Jangan khawatir," jawabnya dengan separuh tidak yakin dengan perasaannya. Antara bingung dan takut bercampur menjadi satu.

"Kamu yakin?"

"Uhmm ... Yeah mungkin."

Ibunya pun kembali ke kamar tanpa bertanya untuk yang kedua kalinya.

Di sisi lain, Kouka merasa heran dengan mimpi yang dialaminya. Mimpi itu bukanlah yang pertama, melainkan yang kedua atau bahkan yang ketiga. Kouka benar-benar tak dapat mengingatnya dengan baik.

Mimpi itu serasa sama. Persis. Awalnya, ia berpikir bahwa itu hanyalah bunga tidur biasa. Tetapi, semakin lama ia merasa aneh dan sedikit takut.

Untuk menghilangkan gambar buruk itu, dia pun menghibur dirinya dengan mengusir hal-hal yang dianggapnya konyol tersebut. Kouka pun melanjutkan tidur yang terputus. Dia pun kembali dalam tidur pulasnya.

***

"Hei, anak baru. Aku Evelyn," sapa seorang perempuan dengan rambut pirang lurus dan mata birunya.

"Oh, aku Kouka."

"Teorimu bagus tadi. Aku tak mennyangka kamu bisa mengalahkan Mr. Know All itu. That's awesome!" Puji Evelyn dengan pupil yang semakin melebar. Ia berusaha menyejajarkan langkah kakinya dengan Kouka.

"Evelyn!" Panggil seseorang dari belakang mereka.

"Oh, Jeremy long time no see you," sahut evelyn. Dia pun memperkenalkannya kepada Kouka. Mereka pun sibuk dengan percakapan masing-masing. Selang beberapa saat kemudian, Kouka pamit.

"Kouka, don't forget this Saturday night. Hollow Street. Ok? We'll happy to see you there!" Teriak Evelyn mengingatkan pertemuan mereka sebelum Kouka benar-benar hilang dari pandangan.

"OK. I'll come!" Jawab Kouka tak kalah keras dari teriakan Evelyn tadi.

Di tempat lain,

Senri tampak tengah sibuk dengan pencariannya. Ia berjalan di tengah lautan manusia yang sibuk dengan pekerjaan masing-masing.

Vampir tua itu tampak lebih muda dengan baju kemeja biru muda rapi yang dibalut dengan jas hitam. Tak lupa kaca mata hitam tertempel di kedua pelupuk matanya. Payung hitam yang tebuka lebar mampu menutupinya dari sinar mentari yang terik dan panas.

Matanya yang tajam mampu menangkap setiap detail gambaran manusia yang ada disekitarnya. Dari ibu yang sedang mendorong kereta bayinya dengan kesal karena ia tak mampu membeli kebutuhan hidup rumah tangganya hingga seorang eksekutif muda yang berjalan dengan terburu-buru seolah dikejar oleh waktu. Dia terlihat sibuk hingga menerima telepon dengan tangan yang masih memegang segelas kopi Americano yang baru dia dapatkan dari toko seberang. Meski tampak terburu-buru terdengar nada sabar dari setiap perkataan yang muncul dari mulut eksmud tersebut.

Serta pemandangan manusia lainnya yang membuat vampir tua itu tak bosan-bosannya menonton setiap adegan yang terjadi.

Senri sendiri sedang menghirup rokok yang memang itu bukanlah rokok sembarangan. Ia telah memodifikasinya sedemikian rupa dengan eksperimen kecil-kecilannya yang tentu berisi darah di dalamnya.
Hasilnya pun lumayan tapi sulit memang untuk dijelaskan.

Selang beberapa saat kemudian langit telah berubah warna. Waktu yang membosankan itu pun berakhir.

Vampir tua itu bangkit dari tempat tongkronganya. Meregangkan otot dan menggeram pelan. Tampak gigi taring yang muncul dari sarangnya berkilat terkena cahaya lampu jalan yang mulai menyala.

Dengan segera ia mengatupkan mulutnya dan menarik syal merah keatas dagu untuk menutupinya. Tampak jalanan pun sudah tak seramai di pagi atau siang hari.

Senri pun melanjutkan perjalanan panjangnya. Ia menyusuri pertokoan di pinggir jalan. Namun, tak seorang pun yang pantas untuk dijadikan mangsa empuknya. Semuanya terlihat baik-baik saja.

Senri sengaja mencari orang yang sedang putus asa atau tidak mempunyai keinginan untuk hidup lagi. Dan sampailah dia di suatu jembatan sepi.

Dari kejauhan tampak seseorang sedang menangis tersedu-sedu dengan tangan yang masih menggenggam sepotong tisu terakhirnya. Di bawah kaki tampak banyak potongan tisu yang bertebaran dan dia tak sekalipun mempedulikannya. Senri pun menghampiri wanita itu perlahan.

"Maaf. Kalau boleh saya tahu dimana letak alamat ini ya?" Tanya senri-san membuka topic pembicaraan.

Wanita itu masih tak menjawab. Ia asyik dengan buliran air yang keluar dari hidung dan kelopak mata indahnya.

Senri tak menyerah. Ia kembali bertanya tapi kali ini ia menepuk pundak wanita itu dari belakang. Ia menoleh dan memandang balik wajah vampir tua yang bernama Senri itu.

"Hiks. Hiks. Oh. Aku tidak tahu dan tidak mau tahu. Untuk apa kau kesini? Sebaiknya kau pergi saja dari sini. Ini bukan tempat untuk orang sepertimu"

"Tapi ..."

Belum sempat ia berbicara, wanita itu mendorong tubuh Senri hingga jatuh tersungkur. Namun vampir itu tidak menyerah.

"Ini. Bacalah," ucap Senri dengan menyerahkan selebaran yang dibuatnya sehari yang lalu.

Meski wanita tadi menolak tapi Senri bersikeras dengan memberikan isyarat pada matanya agar dia membacanya.

Beberapa menit kemudian setelah Senri pergi, wanita itu membukanya. Entah, dia telah terhipnotis dengan isi lembaran tersebut atau memiliki pikiran yang lain. Wanita tadi mengurungkan niat bunuh dirinya.

***

TRAIN THE YOUNG VAMPIRE RISES (HIATUS) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang