A (Long) Prolog

284 15 6
                                    

"Kejar Jinjin!!" Suara melengking khas anak kecil segera menyapa indra pendengarnya.

"Aaaaaaaa~" disusul teriakan anak lainnya.

Marko menoleh segera saat didengarnya sesuatu mendekat. Dan benar saja, seorang anak perempuan melesat begitu saja melewatinya.
"Awas," katanya tergesa.

Untung saja Marko tadi cepat tanggap untuk segera menepi, kalau tidak entah tubrukan keras macam apa yang akan terjadi.

Tak lama kemudian, segerombol anak lain juga melewatinya, berlari mengejar si anak tadi. "Ayo cepat tangkap Jinjin. Dia nggak boleh menang lagi!" seru salah seorang dari mereka.

Marko tanpa sadar mengikuti arah anak-anak tadi. Sepertinya dia bisa berkenalan dan ikut main karena mereka terlihat seumuran dengannya.

Marko tidak ikut-ikutan berlari, namun dia masih dapat melihat arah anak-anak itu.

Tak lama kemudian, gerombolan itu berbelok ke kanan. Marko segera mempercepat langkah. Ia menghela napas lega setibanya di tempat mereka berbelok tadi, karena ternyata itu sebuah lapangan. Kakinya ia bawa pelan memasuki lapangan.

Anak-anak itu berpencar saat Marko sudah di area lapangan. Masing-masing menuju ke arah berbeda. Marko mengernyit mendapati anak-anak itu menyusuri setiap semak dan rumput yang tumbuh lebat di pinggiran lapangan. Mencari apa sebenarnya mereka itu?

"Jinjin nggak ada di sini," teriak seorang anak dari sisi kiri lapangan. Kepalanya yang baru saja menelusup ke balik semak-semak dihiasi beberapa helai daun.

Ah, si anak perempuan berpipi gembul tadi sepertinya yang mereka cari. Marko juga baru sadar kalau anak itu tak terlihat di lapangan.

Marko akhirnya membawa diri ke sebuah bangku di bawah pohon tak jauh dari tempatnya berdiri. Mengurungkan niat untuk mendekati anak lain, karena sepertinya mereka masih sedang asyik bermain. Biar Marko menonton mereka saja untuk saat ini.

"Psttt...." Sebuah bisikan mengganggu konsentrasinya dari anak-anak yang masih bergerak ke sana-sini di setiap sudut lapangan. Menoleh ke kiri, tak ditemuinya apapun. Menoleh ke kanan, juga tak ada siapa-siapa.

"Hey, di sini." Bisikan itu lagi. Dari belakang kah?

Marko seketika memutar kepala ke belakang. "Hey...." Menundukkan kepala, barulah ia dapati sebuah wajah penuh ceringan, bahkan di kedua matanya.

"Lindungi aku dari anak-anak yang lain ya? Jangan bilang mereka kalau aku di sini, oke? Kamu mau jadi tim ku kan?" katanya masih dengan suara pelan.

"Oke." Marko sedikit terkesiap dengan jawaban spontannya.

"Hihihi ... bagus. Kita akan menang di permainan ini," ujarnya pelan dan penuh senyum.

Marko tertegun dalam posisinya yang setengah miring, membuat sakit pinggang. Tapi apa pernah anak seumurnya merasakan sakit pinggang? Hell yeah, tentu saja tidak.

"Siapa namamu?" Lagi-lagi mulutnya tak berkompromi dengannya. Toh tapi Marko tak pernah menyesalinya - tak akan pernah.

Apalagi saat anak itu membawa pandangannya tadi ke arah Marko. Mengganti mata elang mengintai musuhnya dengan mata senyum yang penuh kerutan lucu sambil berkata, "aku Jinee. Teman-teman memanggilku Jinjin. Kamu juga boleh panggil aku Jinjin." Suaranya lembut. Marko suka.

"Aku Marko."

"Halo Marko, ayo jadi tim yang hebat!"

***

Semenjak pertemuan di lapangan - di hari pertamanya pindahan itu, kemudian menjadi tim main yang kompak, Jinee dan Marko pun menjadi dekat. Well, Marko juga berkenalan dengan anak-anak lainnya kala itu. Sering main juga. Namun hanya Jinee yang selalu menjadi teman setimnya. Mereka partner yang kompak.

Chit-chattingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang