Chapter 12 - Boy Meets Evil

1.2K 172 23
                                    


------- Flashback

Gelap, dari ujung ke ujung semuanya seolah tak nampak karna gelapnya seluruh tempat itu. Entah dibuat sengaja atau tidak, siapapun tak akan tahan jika berada dalam kegelapan. Jangankan untuk berbicara, bernafas pun mungkin terasa sesak karna ruang gelap ini. Seolah seperti labirin yang tak ada jalan keluarnya, ruang gelap itu seperti menelanmu disana hingga sulit untuk beranjak. Namun anehnya dipenghujung jalan didepan sebuah ruangan yang terhalang jeruji besi terdapat secercah cahaya terang yang menjadi satu-satunya sinar ditempat itu.

Tapi bukan itu yang menarik perhatian, melainkan sesuatu dibalik cahaya. Jika diperhatikan lebih jelas memang terlihat sebuah ruangan disana. Juruji besi yang berdiri kokoh tersebut memperjelas hal itu. Sedikit cahaya berhasil menerbos kedalamnya dan seluit bayang terlihat disana. Lalu sayup-sayup suara dentingan besi terdengar dari dinding-dinding disekitarnya.

Gaun merah usang itu ditarik seseorang agar cahaya matahari tak mengenainya kemudian ia meringkuk di sisi gelap ruangan. Suara rantai menggema seiring gerakannya, tangan putihnya bergerak menyentuh lantai yang dingin. Bibirnya terlihat pucat dan kering, rambut merahnya berantakan serta matanya terikat sebuah tali hitam dengan kuat. Keadaanya jauh dari kata baik, namun hening yang memekakan itu tak pernah dapat mengusiknya. Ia bahkan tak bisa mendengarkan apapun, bahkan suara burung ataupun gemericik air tak pernah sama sekali masuk kedalam indra pendengarannya disaat ia seharusnya bisa mendengar sesuatu bahkan dari berpuluh-puluh kilometer jauhnya. Ia tak tau ditempat seperti apa ia sekarang, namun waktu yang berlalu dengan begitu cepat membuatnya tak lagi mempertanyakan hal itu. Tempat ini menjadi menyatu dengannya, membuatnya mati rasa dan merasakan dingin yang sama.

Ia tak tau sudah berapa lama ia berada disana, ia pun tak tau sudah seberapa menyedihkan dirinya terlihat saat ini. Rasa sakitnya membuatnya tak merasakan apapun lagi, hatinya membeku seiring waktu itu berjalan bersama dirinya yang sialnya mulai akrab dengan kesunyian berkepanjangan ini. Air matanya tak pernah menitik sekalipun sejak hari itu berlalu. Kehilangan kedua orang tuanya bagaikan mimpi yang tak pernah ada ujungnya, sudah lama waktu berlalu dan ia tetap merasa seolah hal itu terjadi kemarin.

Ia tak lagi berdaya, separuh hidupnya seolah telah diambil paksa bersama permata hitam itu. Mengingatnya lagi-lagi meninggalkan luka yang sama dihatinya. Tangannya terkepal, ia membuang nafas kasar kemudian kekehan kecil keluar dari bibirnya. Kekehan yang lambat laun berubah menjadi sebuah tawa yang entah kenapa terdengar begitu menyedihkan. Ia tertawa keras, sekeras-kerasnya untuk melepas sesak yang ia bendung sampai beberapa saat kemudian tawanya semakin melemah dan berubah menjadi tarikan nafas berat. Ia menepuk dadanya berkali-kali namun sayangnya sesak itu tak bisa hilang sama sekali. Tepukan semakin keras dan menjadi-jadi, sakit itu tak terasa lagi disana sekalipun ia memukul-mukul dirinya sendiri. Karna sakitnya tak pernah sebanding dengan sesak yang hatinya simpan selama ini.

"Berhentilah melukai dirimu sendiri Nona Soo." Suara dingin itu membuat gadis itu menghentikan gerakan nya. Ia menoleh kearah sumber suara tadi dan memang benar disana telah berdiri sesosok pemuda gagah yang tengah menatapnya dengan sorot mata tak terbaca.

"Pergilah, katakan pada orang itu aku baik-baik saja dan beri dia selamat bahwa dia berhasil mencekikikku sekarang." Ujarnya sarkas, lelaki itu diam tak menanggapi. Manik mata keemasannya nampak berkilau diterpa cahaya dan menatap Soo aneh, Soo tak tau sudah berapa lama lelaki itu berada disana. Ia bahkan tak bisa mendengar gerakannya saat datang tapi untunglah Soo masih bisa merasakan lelaki itu masih berada disana sekalipun tak bisa melihatnya sekarang.

"Kau baik-baik saja?" Tanyanya yang entah untuk apa. Ia bahkan seolah tak mendengarkan perkataan Soo tadi. Soo mengerutkan keningnya, tapi sesaat setelah itu ia malah tertawa.

"Kau tuli rupanya." Sahutnya tak peduli. Lelaki itu diam lagi, lalu dalam waktu yang lama tak ada pembicaraan yang terjadi diantara mereka. Keduanya sama-sama terdiam. Tanpa Soo sadari sudut bibir laki-laki itu terangkat membentuk senyuman. Bukan, itu bukanlah senyuman jahat. Melainkan senyuman tulus yang sayangnya tak dapat Soo lihat saat itu.

Boy Meets Evil [Vsoo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang