“Paman aku gak akan pacaran lagi untuk saat ini, aku ingin menata hati dulu, memperbaiki semua yang salah, sekarang aku sadar bahwa pacaran adalah suatu hubungan yang tidak pernah ada dalam islam, dan aku gak ingin salah arah lagi” itulah ucapku saat tengah teleponan dengan Reno, Reno adalah orang terdekatku, yang pasti dia bukan pamanku, bukan adik dari ibu atau ayahku, dia adalah paman turunan nabi adam yang aku temukan saat aku masih di sekolah menengah atas dulu. Dia mencakup segala hal, sahabat, teman berantem, teman curhat, kadang bisa menjadi kakakku yang begitu bijaksana, dia bisa segala hal yang kubutuhkan, tetapi hanya satu, dia tidak bisa menggantikan peran ibuku, karena dia tidak bisa melahirkanku seperti yang ibuku lakukan.
Mungkin saja perakapanku di telepon yang mengundang teman Reno sering menghubungiku beberapa bulan yang lalu. Setiap ada waktu luang Reno selalu menyempatkan diri meneleponku, tapi anehnya aku lebih sering mengobrol dengan temannya, sebut saja namanya Ali. Ali laki-laki yang kukenal hanya suaranya tanpa pernah bertemu sekalipun, tapi mampu menguasai setengah pikiranku tentangnya. Setiap kali aku melihat sesuatu aku akan teringat dengannya, bagaimana mungkin ini terjadi? Aku bersilisih dengan hatiku sendiri, padahal satu pertemuan pun tak pernah terlewati, bagaimana aku bisa merasa kehilangan sosoknya, bagaimana bisa dibilang sosok? Aku tak tahu dia seperti apa, sebutan apa yang cocok untuk ini? Sungguh aku pun tidak mengerti. Sekarang aku dalam dilema karena dia tiba-tiba saja Ali menghilang tak pernah menghubungiku pesan singkat saja tidak pernah apalagi telpon, berbeda sekali dengan beberapa bulan yang lalu.
Setiap pagi kuawali dengan membaca pesan darinya, bukan pesan romantis tapi pesan biasa yang dikirim untuk semua orang, entah kenapa aku merasa istimewa dengannya
“Assalamu’alaikum Karin”
“selamat pagi”,
pesan singkat dari Ali yang selalu kubaca setiap kali membuka mata setelah mati suri semalaman.
“Wa’alaikumsalam kak”. Dengan emoticon senyum.
“Udah shalat dhuha?” Tanya Ali
“Alhamdulilah sudah”
“Kakak gimana?”
“Iya udah dedek”.Jika orang lain yang bilang dedek padaku pasti aku tak akan membalas pesannya lagi, itu seperti berlebihan sekali, salah satu mantanku pernah melakukannya dan aku tidak membalas pesannya seharian tanpa dia tahu kesalahannya hingga hari ini, tapi begitulah saat Ali yang mengatakannya aku malah senyum-senyum gak jelas. Karin… Karin.. kamu begitu plin-plan tanpa pendirian.
Setiap malam Ali meneleponku, sejam rasanya hanya beberapa detik saja, bukan aku tak tahu bahwa satu jam adalah 3600 detik, karena aku dan Ali tidak pernah kehabisan kata-kata saat di telepon, selalu ada saja yang membuat kami tertawa setiap malam. Mulai dari dia yang tengah galau akut karena baru saja putus dari kekasihnya, bukannya merasa iba dengannya aku malah usil padanya. “syukur aja kakak udah putus, jadi gak nambah dosa lagi” ucapku. Ali tertawa mendengarnya, dia sama sekali tidak marah, karena kami sudah terbiasa bercanda setiap di telepon. “kan ada karin yang Allah kirim buat gantiin dia” lanjut Ali, aku tertawa ”kita liat aja nanti” jawabku, seolah percakapan kami begitu serius, tapi aku dan Ali tahu bahwa tidak ada keseriusan dibalik ini, karena sama-sama merasa diuntungkan, Ali memiliki teman ngobrol untuk mengusir sepi yang menyelimuti malamnya, dan aku memiliki teman untuk berdamai dengan rumus-rumus statistika yang membuat malamku menjadi kian berkabut.
Salah satu hal terkonyol yang pernah kulakukan pada Ali adalah menyatakan pertemanan kami di sosial media dalam sebuah status yang isinya
“Senin, 9 januari 2017, saya resmi menjadi teman Mochammad Ali akbar, sesuai dengan hati nurani tanpa ada pemaksaan sedikitpun”
Itu adalah hal yang paling tidak terduga yang kulakukan, bagaimana tidak Ali menantangku melakukannya, dan aku menerima tantangan itu, rasa malu tidak ada sedikitpun dalam benakku, yang ada aku bahagia saat tertawa bareng dengan Ali walaupun hanya melalui sebuah handphone. Setiap malam kuhabiskan dengan ngobrol bersamanya dan diakhiri dengan pesan singkatnya.
“selamat tidur Karin, mimpi indah jangan terlalu kangen kakak, nanti kakak gak bisa tidur, cepetan tidur gak usah begadang iya”.
aku selalu ketawa saat baca pesan ini. Begitulah Ali selalu saja bisa membuatku merasa dia hadir di setiap dentaman lidi lidi waktu berjalan melewati malam-malam sunyi.Aku dan Ali tidak pernah bertemu sekalipun bukan karena dia tidak ingin menemuiku, atau takut menemuiku, dan alasan lainya, tapi aku yang selalu memiliki seribu alasan menolak pertemuan yang dia tawarkan, dia sering ingin datang ke kostanku, tapi aku selalu menolak, bahkan pernah Ali ingin ke rumahku karena dia akan menemui temannya di daerah tempat tinggalku, bukan satu desa sih dengan temannya, tapi temannya itu dulu satu sekolah denganku, dan dia mengenalku dengan baik. Hari itu aku sengaja tidak membalas satupun pesannya, padahal aku yang menawarkan supaya dia datang menemuiku ke rumah, aku tidak ingin bertemu selain di rumah dengannya, karena aku gak ingin mengulangi kesalahan dimasa lalu berhubungan dengan orang lain tanpa sepengetahuan orangtua, mungkin saja jika orangtua tahu, akan lebih baik untukku dan Ali kali ini, begitulah pikirku. Oleh karena itu aku selalu meolak tawaran Ali bertemu selain di rumahku, tapi aku tak mepati kata-kataku juga, saat Ali siap datang ke rumah aku malah menghindarinya, alasan yang paling mendasar dari ini adalah aku takut memiliki rasa yang istimewa pada Ali setelah bertemu, karena aku sudah tak ingin menempatkan nama seorang laki-laki dalam hatiku, aku gak mau membuat membuat RabKu cemburu dengan kehadirannya, sudah cukup kesalahanku dimasa lalu, aku gak mau tenggelam dalam kesalahan yang sama untuk kesekian kalinya. Aku juga gak yakin Ali serius denganku, mungkin dia hanya mempermainkanku saja.
Namun bagaimanapun aku berusaha menghindari perasaan istimewa itu, ternyata perasaan itu hadir seiring berjalannya waktu. Ali mulai mengusai pikiranku, Ali mulai ada dalam hatiku. bagaimana mungkin? Apa yang kuharapkan dari orang yang tak kutahu siapa dia? Bagaimana rupanya? Tempat tinggalnya? Yang kutahu dia hanya seorang mahasiswa yang satu universitas denganku. Dia sudah menggugurkan setengah tekadku. Menggoyahkan hijrahku. Perjuanganku melewati semua keadaanku yang dulu.
Satu kata dari Ali yang membuatku ngfly sampai langit ketujuh, yang tidak bisa kulupa sampai hari ini.“Karin, ana uhibbuka fillah” aku pura-pura gak ngerti saat Ali mengatakannya,
“apa artinya kak?, Tanyaku
“aih… cari sendiri kalau gitu” jawab Ali.Terlihat jelas bahwa Ali kesal saat aku tidak menjawab sesuai yang dia harapkan, mungkin dia kira aku tengah bercanda dengannya, seandainya dia berada di posisiku, bagaimana mungkin dia akan menerima kehadiran seseorang yang belum dia kenal? Tapi mungkin jalan pikir kami berbeda. Aku sangat menyesal sekarang pura-pura gak tau artinya, semenjak hari itu Ali tidak pernah mengungkitnya lagi. Aku begitu dilema. Kalau dipikir-pikir gak mungkin orang gak tahu arti kata itu. Sebodoh-bodohnya seseorang tentang bahasa arab pasti mengerti artinya, kata itu begitu familiar. Semua sudah terjadi, buat apa untuk disesali. Waktu tak bisa kuputar kembali, memutar lidi jam dinding kamarku bisa saja kulakukan tapi tidak bisa mengembalikan waktu yang kulalui bersama dengan Ali. Benar-benar gak bisa.
Semua itu ada hikmahnya saat ini, jika aku menjawab Ali waktu itu mungkin saja sekarang aku sudah menjalin sebuah hubungan yang kuhindari. Alhamdulilah aku masih dijaga RabKu walaupun tekadku pernah digoyahkan oleh Ali sebelumnya, kini aku kembali dalam hari-hariku seperti biasanya sebelum Ali hadir membawa pelangi.
TERIMA KASIH Ali sudah hadir menjadi ujian dari perjalanan hijrahku yang indah, kamu tetap akan kuingat menjadi sebagai seorang teman, walaupun aku tidak mengenal rupamu. Jika Allah bekendak maka kita pasti akan betemu di suatu saat nanti, mungkin besok, lusa, minggu depan, bulan depan, tahun depan, atau mungkin 40 tahun lagi saat kita sama-sama sudah memiliki cucu-cucu yang imut dan lucu. Jika tidak dipertemukan sebagai seorang pasangan mungkin saja sebagai patner kerja atau guru dari anak-anakmu kelak. Kita tidak pernah tahu kapan kita akan bertemu atau memang Allah tidak mentakdirkan kita untuk bertemu, tapi aku selalu berharap bisa menemuimu Ali walau hanya dari kejauhan.
TAMAT
KAMU SEDANG MEMBACA
kumpulan cerita islami
Teen Fictionhanya coretan coretan santai disaat kegabutan menyerang, semoga suka💖💖 jangan lupa vote ya... biar aku makin semangat upload dan update part baru💪🏻💪🏻💪🏻 happy reading☺☺