10 • my everything is gone

514 27 0
                                    

-Happy Reading-

________

Rania termenung didalam kelasnya. Masalah yang datang membuatnya bingung harus bagaimana. Suasana kelas telah kosong dan sekarang dia sendirian didalam kelas.

Setelah Aji menelpon membuatnya tidak berhenti berpikir kenapa Aji mengatakan hal itu.

Rania membaringkan kepalanya di atas meja. Dia ingin sekali pulang dan istirahat. Tapi setelah Aji menelponnya, ia jadi tidak berani untuk pulang apalagi bertemu dengan Aji.

Tiba-tiba seorang lelaki masuk kedalam kelasnya. Ia kebetulan lewat di depan kelas Rania dan melihatnya membaringkan kepalanya diatas meja.

"Gak pulang?." Tanya lelaki itu.

Rania spontan mengangkat kepalanya. "Aku, lagi tunggu jemputan." Alibinya.

Lelaki itu sedikit tertawa. "Tunggu jemputan? Kenapa gak tunggu di luar?."

Rania menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Diluar panas, jadi aku tunggu disini." Alibinya sekali lagi.

Lelaki itu mengangguk paham. Walaupun jawaban Rania tidak sampai di otaknya. "Mau saya antarkan pulang?."

Rania terlihat berpikir sejenak. Apa yang harus ia lakukan?. Jika dia menerima tawaran lelaki itu bisa jadi Aji akan semakin marah jika mengetahuinya diantar oleh lelaki lain. Tapi kenapa juga Aji marah, toh mereka tidak ada hubungan.

"Tidak... Tidak..." Rania dengan cepat menolak.

Lelaki itu sedikit tersenyum kemudian mengangguk paham. "Kalau begitu, mungkin lain kali jika kamu butuh bantuan saya." Lelaki itu mengulurkan tangannya. "Daniel Alexander, kelas dua belas IPA satu."

Ragu-ragu Rania mengulurkan tangannya. "Rania" ucapnya.

_______

Aji sudah tiba di depan sekolah Rania. Tapi sebelumnya dia menjemput Rannia terlebih dulu semua itu karena dia tidak enakan dengan tindakan yang telah di lakukannya.

Beberapa menit mereka menunggu tapi sepertinya tidak ada tanda-tanda Rania akan keluar dari kelasnya. Itu karena dia tidak tahu jika sebenarnya Rania sedang merenung sendirian di dalam kelasnya.

"Om, Kak Nia sepertinya sudah pulang." Ucap Rannia saat melihat halaman sekolah Rania yang sudah sepi.

Seketika Aji berpikir kemungkinan Rania benar-benar berbohong jika dia berada di sekolah. Atau mungkin Rania sudah pulang bersama Pratama.

"Kita tunggu sebentar lagi." Aji masih optimis.

Rannia menghela nafas panjang. "Coba di telfon."

Aji menjadi salah tingkah saat Rannia menyuruhnya untuk menelpon Rania. "Om telfon, tapi kamu yang ngomong."

"Kenapa harus Rannia?."

"Karna." Aji menelan Saliva nya dengan susah payah. Alasan apa yang haru ia katakan sekarang. "Om lagi gak mood buat ngomong."

Rannia mengangguk paham walaupun sebenarnya dia tidak paham.

Aji segera menelfon Rania. Dan ketika Rania mengangkat teleponnya ia langsung memberikannya pada Rannia.

"Kak dimana?, udah di tungguin sama om Aji di depan sekolah." Ucap Rannia.

"Bentar, ini udah mau keluar."

"Cepetan ya, om Aji gak bisa nunggu lagi." Mata Aji membulat sempurna mendengar ucapan Rannia. Padahal dirinya tidak mengatakan apapun.

Rannia kemudian mematikan telfonnya lalu mengembalikannya pada pemiliknya. "Bentar lagi keluar katanya."

Aji hanya bisa terdiam. Sepertinya ketenangan tidak berpihak padanya hari ini.

Tidak lama kemudian yang ditunggu pun datang. Aji terlihat salah tingkah ketika Rania masuk kedalam mobil. Sedangkan Rania terlihat menundukkan kepalanya tidak berani menatap Aji.

Aji segera melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Dan tidak butuh waktu lama mereka tiba di rumah.

Setibanya dirumah mereka disambut oleh Sandra yang membukakan pintu utama. Aji terlihat tergesa-gesa masuk kedalam rumah. Sementara Rania ia terus menunduk tak berani menatap siapapun.

Sandra terdiam sejenak mencoba mencerna perilaku mereka yang berbeda hari. "Mereka berdua kenapa lagi?." Tanya Sandra pada Rannia.

Rannia menggeleng, karena memang dia tidak tau apa-apa. "Gak tau, Tan. Udah dari tadi mereka kayak gitu. Diem dieman aja."

_______

Ponsel Rania tiba-tiba berdering. Dan kebetulan ia berada di kamarnya. Ia melihat panggilan masuk dari Yuda. Rania segera mengangkatnya mungkin saja itu penting.

"Om baru saja dapat kabar buruk. Orang tuamu ternyata sudah meninggal."

Deg

Rania tersenyum paksa mendengarnya. Matanya juga berkaca-kaca. "Om jangan bercanda."

"Om tidak bercanda, Om baru saja dapat berita dari pihak kepolisian yang datang ke rumah. Ternyata orangtuamu meninggal karena kecelakaan pesawat beberapa bulan lalu."

"Gak mungkin Om, Om pasti bercanda! Kalau memang mama sama papa meninggal di kecelakaan pesawat itu, kenapa baru di kasi tau sekarang?"

"Om juga baru tau setelah beberapa barang yang diduga milik orangtuamu di temukan."

Seketika Rania melempar ponselnya. Ia tidak sanggup mendengar kabar kematian orangtuanya. Semua orang yang mendengar suara itu berlari menghampiri Rania. Dan mendapatinya menangis histeris.

Semua orang terkejut melihat Rania yang histeris sampai-sampai mengacak-acak rambutnya. Sandra dengan sigap memeluknya memberikan dukungan.

"Kenapa Rania?" Tanyanya.

"Aku gak punya siapa-siapa lagi sekarang. Orangtuaku adalah segalanya bagiku, tapi sekarang aku sudah kehilangan mereka untuk selamanya"

Semua orang terlihat sedih mendengarnya. Gadis yang malang. Setiap harinya selalu ceria menunggu kehadiran orangtuanya. Tapi sekarang dia histeris setelah mengetahui orang tuanya sudah tiada.

"Sabar, Ran. Tenang." Ucap Sandra.

"Aku gak tau harus gimana lagi, setiap hari aku nungguin mereka balik tapi ternyata mereka tidak kembali."

Aji terlihat menatap ponsel Rania yang hancur berkeping-keping. Apakah Rania sehancur itu sekarang?. Kasihan sekali. Padahal ia selalu menunggu kabar dari orangtuanya tapi setelah mendapatkan kabar justru kabar duka yang ia dapatkan.

You Are My Everything ✓ [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang