Chapter 6

1.2K 167 16
                                    

"MURK HYUUUUNG~~!"

Suara yang begitu Mark kenal. Suara yang hampir seminggu tak ia dengar. Suara yang Mark rindukan kini kembali menyapa indra pendengarannya. Membuat jantungnya kembali berdetak dan bibir tertarik ke samping membentuk sebuah senyuman.

Malaikatnya kembali.

Bocah itu berlari kecil mendekati Mark, dan tak lama kemudian menubrukkan tubuh depannya pada punggung lebar milik Mark. Menenggelamkan kepala diantara ceruk leher Mark dan menghirup aroma khas lelaki yang ia sangat ia rindukan. Rasanya bahagia sekali, hingga tanpa sadar membuat jantungnya berdetak beberapa kali lebih cepat dan kembali menimbulkan sensasi yang tak ia sukai.

Tak ingin mencari masalah, bocah itu melepaskan pelukannya. Menetralkan nafas yang sedikit terengah dan duduk di samping Mark.

"Kemana saja seminggu ini?" nada terdengar sedikit sinis jika Jeno tak salah dengar.

"Ke rumah nenek" jawabnya pelan. Lalu sedetik kemudian meringis tanpa sepengatahuan Mark, merutuki dirinya yang berbohong.

Nenek siapa?

Kakek-nenek Jeno sudah lama meninggal.

"Kenapa sama sekali tak memberitahuku?"

Jelas sekali Mark kesal padanya, terlihat dari tatapan dan nada bicaranya yang sinis.

"Maaf, hyung.. Nenekku sakit, kami harus kesana secara mendadak dan merawatnya selama beberapa hari hingga nenek sembuh" lagi-lagi kebohongan yang terlontar.

Mark bukan tipe pendendam ataupun orang yang marah dalam waktu lama. Jadi ia percaya saja akan penjelasan Jeno dan menganggukkan kepala tanda paham. Diangkatnya tangan dan ia elus pipi Jeno dengan lembut. Tatapan sinis tadi kini telah sirna entah kemana.

Lagi dan lagi. Jantung Jeno berdebar beberapa kali lebih cepat akibat perlakuan Mark. Pipinya memanas dan mungkin saja Mark juga merasakannya. Rasa sakit yang perlahan timbul di dadanya bahkan ia abaikan. Bocah itu terlalu menikmati setiap afeksi yang diberikan oleh Mark kepadanya. Rasanya menyakitkan, namun nyaman dan membuatnya seperti melayang.

"Aku pikir kau meninggalkanku, Jen. Aku pikir kau tak lagi mau menemuiku"

Mark melepaskan tangannya dari pipi Jeno dan menundukkan kepala. Sedangkan Jeno harus sibuk selama beberapa saat menetralkan detak jantungnya sebelum akhirnya tersenyum dan mengelus punggung Mark yang kini terlihat menyedihkan dengan lembut.

"Hyung, aku.."

"Aku takut ditinggalkan lagi, sama seperti mereka meninggalkanku. Aku takut, Jen.. aku takut"

Mark yang tadi hanya menunduk, kini sudah melipat kedua lututnya dan menenggelamkan kepalanya diantara tekukan lututnya. Punggung yang Jeno elus itu bergetar.

Mark menangis.

Dan semua karena dirinya.

Jeno kembali merutuki dirinya sendiri.

"Hyung.. aku disini. Aku tidak pergi kemanapun. Aku selalu disini, kau tidak perlu takut"

Hening, tak ada sahutan. Namun punggung Mark masih bergetar, pertanda bahwa ketakutan masih menyelimuti bocah itu.

Jeno memutar otak, mencari cara untuk menenangkan Mark. Ia sadar betul semua karena dirinya. Andaikan saja ia tak menghilang begitu saja Mark mungkin tak akan seperti ini. Tapi bagaimana lagi, kakaknya sama sekali tak memberi ijin untuk keluar.

Untuk ukuran seorang lelaki, Mark terlalu cengeng sebenarnya. Hanya saja Jeno paham dan sangat maklum. Usia Mark hanya terpaut satu tahun dengannya dan ia sudah harus ditinggalkan keluarga yang dicintai dengan cara yang menurut Jeno menyakitkan. Jika saja Jeno adalah Mark, mungkin ia tak akan sekuat itu. Mungkin saja otak bodohnya akan memilih untuk menyusul keluarganya.

"Hyung~ sudah, jangan menangis lagi. Nanti aku ikut menangis"

Getaran di punggung Mark berhenti ketika suara manis dengan nada yang manja terdengar. Ia mengangkat kepala dan menatap Jeno. Rasa takut tadi seketika hilang ketika melihat Jeno menatapnya dengan mata membulat dan bibir mengerucut.

Aww~ menggemaskan sekali.

"Aku ingin ke Seoul"

Eh?

"Mau apa ke Seoul?" tanya Mark. Sedikit tak suka nama kota itu disebut.

"Aku ingin melihat sungai Han. Ingin jalan-jalan disana. Pokoknya ingin jalan-jalan!" mata Jeno berbinar. Bocah itu berbicara sambil mengatupkan kedua tangan di depan dada.

"Kenapa harus kesana?"

Senyuman Jeno memudar, digantikan dengan bibir yang mengerucut dan menatap Mark tak suka.

"Aku belum pernah pergi kemanapun, hyung. Dan jika bisa, tempat yang ingin aku kunjungi itu adalah sungai Han"

Mark mengangguk tanda mengerti.

Seoul ya?

Kota yang sengaja Mark hindari. Kota kelahiran sekaligus kota kematian bagi seorang Mark Lee. Kedua orang tua dan kakak tercintanya meninggal disana dengan cara yang terlalu menyakitkan untuk Mark kenang.

Dan tadi apa Jeno bilang? Sungai Han?

Setelah ia melihat tubuh kakaknya mengambang disana dengan tanpa nyawa dan kulit yang hampir membiru karena kedinginan, Mark tak yakin ia akan sanggup menatap tempat itu lagi.

"Tidak adakah tempat lain? Kenapa harus sungai Han?"

Jeno menimbang. Tak tahu harus menjawab bagaimana pertanyaan Mark. Jika boleh jujur, ia ingin pergi ke Seoul bukan semata-mata karena egonya saja. Ada hal yang harus ia lakukan. Mungkin memang tak akan mudah, tapi ia ingin membantu Mark menghilangkan traumanya.

"Hyung~ ayolah~ aku ingin sekali kesana. Yayaya?"

Mark menghela nafas keras, bahkan sedikit kasar. Membuat Jeno tersentak dan melepas pelukan tangannya pada lengan Mark. Mata sipit itu kini sedikit berair.

"H-hyung, maaf. Aku tidak bermaksud.."

"Baiklah"

"Hah?"

"Kita ke Seoul. Itu kan yang kau inginkan?"

Seharusnya Jeno senang karena Mark mau menuruti permintaannya, tapi nada bicara Mark yang terlampau dingin justru membuatnya takut.

"Ti-tidak. Kalau hyung memang tak mau kesana tak apa kok, aku bisa kesana sendiri..ehehe"

Jeno berbicara seperti orang yang ketakutan, membuat Mark sadar bahwa ia telah berbuat kasar pada malaikatnya. Ia merutuki diri sendiri karena dengan bodohnya melampiaskan hal yang tak seharusnya pada Jeno.

"Maaf, Jen. Aku tidak bermaksud membuatmua takut"

"Tidak, aku yang salah karena memaksamu hyung"

Tangan Mark kembali mengelus surai lembut milik Jeno, berharap agar ketakutan bocah itu segera pergi.

"Ayo, kita ke Seoul. Ingin melihat sunga Han, kan?" kini nada Mark berubah menjadi lebih manis.

Jeno mengangguk semangat dan tersenyum lebar.

"Tapi ini perjalanan rahasia ya, hyung? Jangan beritahu siapapun termasuk nenek"

"Kenapa?"

Dan Jeno hanya menjawab dengan senyuman.

.

.

.

TBC~

Hollaaaaa~~

Masih pada inget ff ini gk??

Hehehehe

Entah udah berapa abad ff ini terbengkalai T_T

Maaf ya lama..

Maaf juga kalau kurang ngefeel..hehe

Jangan lupa voment yaaaa.. kritik saran juga boleh banget >_<

Thankyou <3

Someone To StayWhere stories live. Discover now