Wattpad Original
Ada 7 bab gratis lagi

Prolog

298K 11K 331
                                    

"Kania! Kania!"

Kania yang sedang menjemur pakaian di halaman belakang langsung menoleh ke asal suara. Dilihatnya ibu panti yang tengah menuju ke arahnya sembari memanggil-manggil namanya.

"Ya, Bu?"

"Keluarlah, Nak!"

Kania mengerutkan kening. "Ada apa, Bu?"

"Itu ... ada Mr. Miller." Bu Nila selaku ibu panti tampak terpatah-patah menjelaskan. Ada apa? Mr. Miller? Donatur panti asuhannya? Tapi kenapa?

John Miller, seorang pengusaha asing sekaligus donatur terbesar panti asuhan yang selama ini merawat Kania. Bahkan tanah yang menjadi tempat berdirinya panti asuhan ini sudah dibeli oleh Mr. Miller. Sebulan yang lalu, orang itu bahkan mengadakan pesta amal untuk panti asuhan ini dan beberapa panti lain. Dan di sanalah, Kania bertemu dengan dia.

Kania tidak tahu siapa dia, tapi Kania tahu kalau lelaki itu bukan pria biasa.

Kania menggelengkan kepala kuat-kuat. Kenapa ia jadi memikirkan kejadian malam itu? Bukankah yang dibahas ibu pantinya saat ini adalah John Miller?

"Kenapa beliau kemari, Bu?"

"Ya." Bu Nila menjawab cepat. "Dia nyari kamu," lanjutnya lagi.

Kania bingung. Kenapa? Apa ia telah terlibat sebuah masalah? Atau ia akan diadopsi? Usianya sudah dua puluh tahun, mana ada yang mau mengadopsinya di umur setua ini? Lagi pula, Kania ingin mengabdikan diri di panti asuhan yang sudah membesarkannya.

"Nyari aku? Kenapa memangnya, Bu?"

"Lebih baik kita keluar."

Bu Nila menarik tangan Kania dan mengajak anak asuhnya itu keluar. Sampai di ruang tengah, Kania ternganga mendapati siapa yang datang dan sedang mencarinya.

Pria itu duduk dengan penuh keangkuhan. Mengenakan kemeja rapi, dengan kacamata hitam menutupi mata. Saat melihat kedatangan Kania, pria itu segera berdiri, melepaskan kacamata, menampilkan wajah tampannya yang memesona, lengkap dengan keangkuhan serta kesombongan yang tampak jelas menjadi aksesorinya.

Dia ... pria malam itu, apa yang dia lakukan di sini?

"Halo, Kania!" sapanya dengan nada yang sulit diartikan. Terdengar ramah, tapi ekspresinya menunjukkan kebalikannya.

"Anda ...."

"Ya, aku di sini."

Kania menatap Ibu Nila bingung, bukankah tadi Bu Nila berkata bahwa Mr. Miller yang datang? Lalu kenapa pria ini yang ada di hadapannya?

"Kania, Tuan ini adalah Tuan Jim Miller, putra dari Mr. John Miller."

Mata Kania membulat seketika. Itu tandanya, malam itu dia ....

"Bisakah tinggalkan kami hanya berdua saja?" Jim bertanya tanpa sopan santun sedikit pun, seakan mengusir Bu Nila dari hadapan mereka dengan keangkuhannya.

Bu Nila mengangguk dan mulai masuk, meninggalkan Kania yang hanya berdiri berhadapan dengan Jim di ruang tamu.

Jim berjalan mendekat dengan kedua telapak tangan yang sudah masuk ke dalam saku celana. Matanya menatap tubuh Kania, dari ujung rambut hingga ujung kaki, lalu mendengkus sebal. "Menyedihkan sekali," komentarnya.

Kania yang mendengar hal itu segera menatap penampilannya sendiri. Ia memang sedang mengenakan pakaian sederhana, bahkan tidak menggunakan alas kaki. Rambut yang sedikit berantakan, serta wajah yang berkeringat. Lagi pula, memangnya dia harus berpenampilan seperti apa sekarang?

"Apa yang Anda inginkan?" tanya Kania memberanikan diri.

"Ck, sombong sekali kamu." Jim semakin mendekat. Tubuh tinggi tegapnya membuat Kania terintimidasi, meski begitu, Kania mencoba bersikap setenang mungkin dengan tidak beranjak dari tempat ia berdiri.

Jim lalu meraih dagu Kania, mendongakkan wajah perempuan yang terpaut usia delapan tahun darinya itu untuk menatapnya. Kania terpaksa harus mendongak karena memiliki tubuh yang tak lebih tinggi dari bahu Jim, tubuhnya pun kurus, dan Jim merasa bisa dengan mudah meremukkan tulang-tulang perempuan itu dalam sekali genggam, tapi bukan itu tujuannya ke sini.

"Aku tidak menyangka, kalau malam itu aku menjadi pria tolol yang meniduri perempuan menyedihkan sepertimu."

Perkataannya sangat menghina Kania. "Kalau begitu, tolong Anda lupakan saja semuanya." Kania berkata setenang mungkin.

"Melupakannya? Jangan mimpi! Aku tidak akan melepaskanmu, saat aku tahu, kalau kamu telah lancang membawa sebagian dari diriku di dalam tubuhmu."

Kania menelan ludah susah payah. Tubuhnya mulai bergetar, ketakutan mulai menghampirinya. Bagaimana dia bisa tahu?

"Tuan, tolong!" Kania tak memiliki pilihan lain selain memohon.

"Mulai memohon, Kania?" Cengkeraman Jim semakin erat, membuat Kania meringis kesakitan. "Kamu tahu, apa tujuanku kemari?" tanyanya dengan setengah mendesis.

Kania memejamkan matanya yang mulai berkaca-kaca, kemudian menggelengkan kepala. Ia tidak ingin menebak, ia tidak ingin Jim melakukan hal yang mengerikan padanya. Kania tak bisa membayangkan hal itu terjadi.

"Memperistrimu."

Jawaban itu membuat Kania membuka mata seketika, membelalak tak percaya dengan apa yang barusan dia dengar. Tidak mungkin, kan, seorang lelaki yang baru saja menghinanya habis-habisan malah akan menikahinya?

Apa rencana lelaki ini? Apa yang harus dia lakukan nanti? Menerimanya atau menolaknya?

-TBC-



Marriage By MistakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang