Wattpad Original
Ada 2 bab gratis lagi

Bab 5

133K 8.7K 332
                                    


Bab 5

Dengan pelan tapi pasti, Jim bergerak menghunjam ke dalam tubuh Kania. Kania sendiri saat ini hanya bisa merangkul leher Jim, menenggelamkan wajahnya pada pundak lelaki itu. Meski Jim sempat membuat dadanya ngilu, meski Jim sudah membuatnya kecewa dengan perlakuan lelaki itu di hadapannya tadi, tapi Kania senang saat mereka berdua seperti ini, Kania merasa bahagia saat Jim menikmati tubuhnya.

Tubuh Kania terangkat dalam gendongan Jim, menyatu dengan sempurna, membuat Jim seakan enggan lepas dari tubuh Kania.

"Lihat aku," ucap Jim dengan setengah menggeram.

Kania mengangkat wajahnya, dan setelah itu, Jim menghadiahinya dengan cumbuan panas. Kania menikmatinya. Apalagi saat tubuh lelaki itu tak berhenti menghunjam ke dalam dirinya.

Jim melepaskan cumbuannya, tapi sesekali ia mendaratkan bibirnya untuk mengecup lembut bibir Kania.

"Kamu semakin berat," bisiknya serak. "Tapi aku suka, tandanya kamu semakin tumbuh besar," lanjutnya lagi.

Kania tersenyum mendengar ucapan Jim padanya. Tumbuh besar? Memangnya dia anak-anak? Tapi Kania tak mampu berpikir jernih lagi saat Jim mempercepat ritme permainannya, membuat Kania terengah karena gairah yang menghantamnya, hingga tak lama kemudian, keduanya sampai pada puncak kenikmatan bersama-sama.

***

Setelah memakaikan kimono untuk Kania, Jim meraih sebuah handuk, kemudian melilitkan pada pinggangnya. Keduanya akhirnya keluar dari kamar mandi dengan tubuh yang sudah segar dan dengan rambut yang sama-sama basah.

Pipi Kania tak berhenti merona saat mengingat kejadian tadi. Ya Tuhan, padahal baru saja Jim membuatnya sedih, tapi lelaki itu mampu membuatnya berbunga lagi hanya karena kegiatan singkat di kamar mandi.

"Lapar?" tanya Jim kemudian.

Kania menggelengkan kepala. Ia tidak ingin makan, ia hanya ingin Jim. Lalu, saat keduanya masih asyik dengan kebersamaan mereka, sebuah ketukan pintu mengganggu kebersamaan itu.

Jim menggerutu sebal, meski begitu ia tetap melangkah menuju pintu dan membukanya. Sosok Brenda berdiri di sana dengan bikininya.

"Halo, Sayang!"

"Brenda? Ngapain kamu di sini?" Brenda tak suka dengan sapaan Jim.

"Kok, ngapain, sih? Ya, mau ngajak kamu ke pantailah!"

Tanpa meminta izin, Brenda menyerobot masuk, dan pada saat bersamaan, dia melihat Kania yang sedang berada di depan kamar mandi hanya menggunakan kimononya dan rambutnya juga basah. Sama seperti keadaan Jim saat ini.

Brenda sempat ternganga melihat Jim dan Kania secara bersamaan. Lalu dia menatap Jim dan bertanya, "Kalian abis ngapain?"

"Bukan urusan kamu."

"Jim!"

"Tunggu di luar, aku mau pakai celana." Jim akhirnya menarik Brenda keluar dari cottage-nya, menutup pintu, lalu kembali ke kamar untuk mengenakan celana pendek santainya. Pada saat itu, Kania sudah masuk dengan membawa segelas air dingin.

Kania bertanya, "Mau ke mana?" Meski Kania sempat melihat kedatangan Brenda, tapi Kania tetap ingin tahu ke mana Jim akan pergi.

"Keluar sebentar, sama temen." Jim tak tahu, apa yang membuatnya menjawab seperti itu. Kebohongannya spontanitas terucap begitu saja. Padahal, ia jelas tahu bahwa Kania sempat melihat kedatangan Brenda yang mengajaknya keluar.

"Lama? Sampai malam?" tanya Kania lagi.

Jim memiringkan kepala untuk menatap Kania. Sepertinya, baru kali ini ia melihat Kania cerewet dan ingin tahu tentang apa yang sedang dia lakukan.

"Uum, kalau sampai malam, aku mau dipesankan makanan dulu." Akhirnya, cepat-cepat Kania mengutarakan alasannya.

"Kamu lapar?" tanya Jim kemudian.

"Sekarang belum, mungkin nanti."

"Istirahat saja. Nanti akan aku pesankan makanan untuk diantar ke sini." Kania mengangguk patuh. "Aku pergi." Dan akhirnya, Jim pergi meninggalkan Kania.

***

Jam tujuh malam, Kania bangun dari tidurnya. Ia menuju kamar mandi, mengganti pakaian, lalu keluar dari kamar. Di ruang tengah, ia sudah mendapati banyak hidangan makan malam.

Kania tersenyum. Jim pasti sudah memesan makan malam untuknya. Dengan semangat, Kania mulai menyantap makanan tersebut. Rasanya enak dan Kania bisa berpikir, jika dirinya bisa menghabiskan semua masakan tersebut, tapi belum juga ia menghabiskan sebuah menu, pintu cottage-nya diketuk oleh seseorang.

Kania mengangkat wajah dan menatap pintu, apa Jim pulang? Dengan bahagia, Kania menuju pintu dan membukanya, tapi yang datang nyatanya bukan Jim.

"Ada apa?" tanya Kania, saat menatap pria tampan yang berdiri di hadapannya. Jeremy-lah orangnya.

"Jim-nya ada?"

"Dia keluar."

"Kapan balik?"

"Saya enggak tahu," jawab Kania polos.

"Boleh aku masuk?"

Kania bingung. Ia tidak nyaman berada di dekat orang baru sekelas Jim maupun Jeremy. Apalagi mereka hanya berdua di dalam cottage tersebut. Namun, menolak permintaan Jeremy membuat Kania tidak enak. Jeremy adalah teman Jim, bagaimana jika nanti Jim dibilang punya istri sombong dan tak mau bergaul? Akhirnya, Kania membukakan pintu cottage-nya dan membiarkan Jeremy masuk.

Jeremy tersenyum. Ia senang diperbolehkan masuk oleh Kania. Matanya lalu menatap ke meja makan yang dipenuhi makanan. Dia pun bertanya, "Kamu sedang makan? Aku ganggu, ya?"

Kania tak tahu harus menjawab apa. Jeremy tentu sangat mengganggu. Ia sedang menikmati makan malamnya sendiri dengan lahap, dan kini lelaki itu datang menatapnya.

Jeremy tersenyum. "Enggak apa-apa, makan aja seperti enggak ada aku di sini," lanjut Jeremy lagi.

Kania akhirnya menuruti permintaan Jeremy. Ia melanjutkan makan malamnya dengan lahap dan membuat Jeremy tersenyum menatapnya. Kania benar-benar sangat polos, Jeremy bahkan merasa gemas saat melihat perempuan itu.

"Kamu mengingatkanku dengan seseorang." Dengan spontan, Jeremy membuka suara. Membuat Kania mengangkat wajah dan menatap Jeremy seketika. "Aku merasa dekat denganmu."

"Maaf?" Kania tak mengerti apa yang dikatakan Jeremy.

"Kalau dia ada di sini, mungkin dia seusia denganmu." Jeremy melanjutkan kalimatnya, tanpa menghiraukan Kania yang saat ini mulai merasa tak nyaman dengan tatapan matanya.

***

Jim tak berhenti menekuk wajah. Sesekali ia melirik jam tangannya. Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam, tapi Brenda belum juga mau diajak kembali ke cottage dengan alasan ingin menghabiskan waktu lebih lama lagi di bibir pantai.

Jika boleh jujur, saat ini di pikiran Jim hanya ada Kania yang sedang sendirian di cottage mereka. Apa yang dilakukan wanita itu saat ini? Apakah dia sudah bangun? Sudahkah dia makan? Atau, apa asmanya kambuh?

Mengingat hal itu, kekhawatiran Jim menjadi berlipat ganda. Tanpa banyak bicara, dia meninggalkan Brenda.

"Jim!" Brenda mengejarnya, merangkul lengan Jim seakan menahan lelaki itu.

"Aku harus balik."

"Tidur di cottage-ku, kan?"

"Enggak."

"Jim, kamu kenapa? Sejak menikahi perempuan itu, kamu jadi berbeda."

Jim melepas paksa rangkulan tangan Brenda. "Ingat, aku melakukan ini karena aku masih menghormatimu sebagai temanku. Jangan sampai aku mempermalukanmu di sini."

"Jim!"

"Dan kamu juga harus ingat. Pertunangan bohongan kita sudah selesai," desisnya tajam, sebelum melangkah cepat meninggalkan Brenda.

-TBC-




Marriage By MistakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang