7 / Yes, I Will

10 1 0
                                    

Niatku melamar Becca memang sudah kurencanakan jauh – jauh hari, meskipun masih liburan kuliah dan masih ada semester yang harus aku dan Becca hadapi. Tapi, aku benar - benar akan melamarnya.

Oke!! aku akui-- kalau aku mulai mencintai Becca karena ia bisa menjadi pendengar yang baik untukku, dia juga selalu ada disaat aku kesusahan.

Tidak! bukan hanya itu. Yang membuatku lebih yakin kalau aku mencintai Becca ialah kepribadinya yang selalu menerimaku apa adanya dan dia penasehat yang baik.

Becca itu wanita yang mampu membuatku takluk dan luluh dihadapannya.

Sungguh. Aku tidak mau Becca terluka karena sifatku. Aku takut Becca akan meninggalkanku nantinya.

Semakin terus pikiran tersebut berputar, semakin aku memikirkan kembali lamaranku.

‘Apa Becca benar – benar bisa menerimaku?’
‘Tapi aku benar – benar mencintainya’

Tidak bisa begini, semakin aku mempertanyakan itu, semakin muncul keraguan dalam hatiku

***

Akhirnya keesokkan harinya, aku memantapkan hati bahwa ini adalah keputusan yang tepat.

Kulihat Becca sedang ada di balkon hotel tempat kami menginap di pulau itu.

Pulau sepi yang sengaja kupesan agar aku hanya bisa berlibur berdua dengan Becca.

Dengan langkah kecil diiringi rasa gugup yang mengguncang, aku mendekatinya dengan sebuah cincin yang sudah kupegang dan disembunyikan dibalik tubuhku

“Terimakasih kau telah mengajakku kesini, Bara” Ucapnya seraya ia melirik kearahku, aku hanya tersenyum dan melihat lurus kedepan, menarik nafas dan berusaha mengontrol kegugupanku

“Becc—“

“Bara, berjanjilah satu hal padaku. Kalau kau tidak akan pernah kembali menjadi dirimu yang dulu”

Aku tertegun dibuatnya dan hanya bisa mengangguk pasrah.

Oke ini saatnya, aku sudah menyiapkan mentalku untuk ini

“Becc—“

“Bara, aku senang bisa berlibur denganmu seperti ini. Kuharap momen seperti ini akan terjadi lagi”

Aku hanya tersenyum kearah Becca, seraya membalas “Aku juga senang, Becca”.

“Becc—“ Lagi-lagi Becca memotong pembicaraanku yang bahkan belum sempat aku utarakan.

“Bara Ak—"

“Becca, biarkan aku bicara” Aku yang kesal akhirnya memotong pembicaraan Becca dan lantas memegang tangan Becca yang membuatnya terdiam sejenak dan melihat kearahku.

Becca hanya melihat pandangannya pada tangan yang dipegang dan kembali melihat sorot mataku.

“Becca, aku ingin mengucapkan terimakasih padamu. Karena selama ini kau mau jadi temanku. aku tidak tahu harus mulai darimana, tapi aku menyukaimu. Aku bukan laki – laki yang pandai mencari kata – kata. Jadi, maukah kau menjadi penyempurna kata – kataku?” aku lantas berlutut dengan satu kaki ditekuk kebelakang, lantas aku mengeluarkan cincin yang daritadi kugenggam.

“Rebecca Hudson, Will you marry me?”

Kulihat Becca bergelinang air mata.

Aku harap – harap cemas saat ini.

“Bara—“ Suaranya gemetar, sambil menggenggam tanganku erat.

Becca kemudian menyamai posisiku yang berlutut ini dan memeluk tubuhku seraya berkata “Yes, I Will.”

BORN TO BE BADTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang