Senyuman Tanpa Ucapan

33 5 2
                                    

Erina terus berderap melalui koridor. Gemerincing kunci di sela-sela jemarinya. Lalu, ia menikung ke lorong lain yang menuju gerbang samping.

Sayup-sayup, Erina mendengar deru motor dari tempat parkir siswa. Dia menyembulkan lebih dulu kepalanya. Dilihatnya, Evans sudah melaju di atas motor gede berwarna hitam.

Gadis itu berteriak memanggilnya dan setelah itu dia tidak percaya apa yang baru saja dilakukannya. Berteriak memanggil? Astaga! Bagaimana kalau anak itu mendengar dan kembali, lalu bertanya: beraninya memanggil seseorang yang tidak dikenal. Tetapi, kembalinya Evans lah yang diinginkan Erina untuk mengembalikan kunci tersebut.

Karena tidak berhasil mengembalikan, benda logam itu ia simpan dalam saku ranselnya. Setelah itu, pulang tanpa bisa tidak memikirkan kunci itu.

"Oh... ayolah! betapa bodohnya gue sampai mikirin Evans terus. Kenal kagak..."

Klangg...

Erina menendang kaleng bekas yang teronggok di aspal.

Pertama kali, Erina mengenal sosok laki-laki bernama Evans adalah kala pengumuman kejuaraan lari mulai bergiliran muncul di laman majalah online sekolahnya. Evans tidak terlalu terkenal, tetapi dikenal sebagai pelari andal.

Ketenarannya dikalahkan oleh Yudistira sang bintang panggung. Jeena sangat beruntung mendapatkan laki-laki itu sebagai "teman" nya. Bagaimana tidak? Jeena bisa masuk ke golongan cewek tercantik di sekolah, meskipun Wanda sang model masih menjadi saingan ketatnya.

Erina pun masih bingung dengan hubungannya yang terjalin dengan Jeena. Erina hanya cewek biasa yang tidak punya "nama". Jeena tak pernah menunjukkan kesombongannya sebagai siswi paling cantik seperti Wanda di hadapan semua siswa di sekolah ini dan tidak mengenal senioritas dalam jiwanya. Jeena hanyalah anak pramuka yang anggun dan patut diacungi jempol soal kepiawaiannya dalam dunia perkemahan itu.

Semua hal mengenai Evans sampai sahabatnya sendiri telah dikupas secara tajam dalam otaknya. Langkah kakinya yang diperlambat tidak terlalu merugikannya dalam mendapatkan kendaraan untuk pulang. Beruntung bus kota baru datang, jadi Erina tak perlu menunggu bus-bus selanjutnya yang bisa memakan waktu hampir 15 menit di sore hari seperti ini.

👟👟👟

4... Coret

5... Coret

6...

Tertulis kata Workout di kolom kalender bernomor 6 dalam bulan Februari. Beberapa angka sebelumnya telah dicoret menggunakan tinta biru.

Evans menarik nafas panjang dan mengeluarkannya dengan berat. Menandakan bahwa hari ini adalah hari yang berat baginya untuk melangkah sedikit saja keluar kamar. Sementara siswa lain libur di hari Sabtu, Evans harus berangkat ke tanah lapang menemui pelatihnya.

Selimut putih tebal yang melapisi sekujur badannya yang dalam keadaan shirtless disibakkan ke samping. Ia menyesap segelas air putih yang berada di atas nakas.

Kemudian, dikenakannya kaus putih berlengan pendek yang tergantung di dinding. Matanya menyipit saat melihat seberkas sinar di balik gorden. Evans berjalan lunglai ke arah jendela berukuran setinggi pintu serta lebar.

Tangannya meraih tuas kecil yang bergerak turun saat ditarik dan gorden pun terbuka. Nampak seorang pria jangkung yang sedang menyirami tanaman di taman menggunakan selang yang mengular di atas rumput.

Evans langsung keluar kamar sambil membawa gelas panjangnya. Ia segera mengambil satu gelas lagi, lalu menyeduh susu bubuk di gelas tersebut. Sementara itu, gelas miliknya ia biarkan menganggur di wastafel.

Gelas berisi susu putih itu dibawa ke meja bundar yang tertata di samping taman bersama sepasang kursi di masing-masing sisi kanan kirinya.

"Ayah..."

EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang