35 • Destroyed

5.5K 473 65
                                    

Tidak hanya Xevira, seluruh dunia juga tahu bahwa tidak ada artinya bagi gadis tersebut mengejar Kevin yang sudah tidak tahu lagi dimana keberadaannya. Hujan deras tengah menghampiri bumi tak henti-hentinya. Dan itu bukan menjadi suatu halangan bagi Xevira. Ia justru semakin mempercepat langkahnya agar bertemu dengan Kevin.

Xevira mungkin tidak tahu dimana keberadaan Kevin sekarang, tetapi, gadis dengan penampilan yang kacau tersebut memilih untuk menunggu Kevin di depan rumahnya saja.

Sesampainya Xevira di depan rumah Kevin, benar saja, gadis tersebut tidak melihat motor milik Kevin terparkir di sana seperti biasanya. Dan Xevira yakin, lelaki tersebut pasti sedang berada di luar dengan sejuta perasaan kecewanya dengan Xevira yang bodoh ini.

Hujan belum juga berhenti, sama seperti air mata Xevira yang tak henti-hentinya turun. Xevira merasa sesak, kepalanya juga terasa semakin pusing, tapi hal tersebut tidak lebih sakit dibanding dengan rasa kecewa yang dirasa Kevin—Xevira yakin itu.

Gadis dengan pakaian kaos tipis, dengan celana jins sedengkul—yang sudah basah itu merengkuh tubuhnya di depan pagar rumah Kevin. Berniat untuk menunggu lelaki tersebut sampai pulang. Xevira kedinginan—bahkan menggigil. Ia pun memeluk lututnya sendiri. Ah, jangan lupakan kaki mulus Xevira yang tidak beralaskan sepatu atau bahkan sendal jepit. Telapak, bahkan punggung kakinya sudah sedikit lecet—bahkan luka.

"M—maaf, Kepin...," Xevira tak henti-hentinya mengucapkan kata maaf sedari tadi.

Setengah jam telah berlalu—sekarang sudah tepat pukul 20.00 WIB, dan Kevin belum juga kembali. Dan satu hal yang Xevira syukuri adalah, bahwa hujan sudah mulai reda. Meskipun begitu, tetap saja rasa dingin itu tidak menghilang, justru semakin bertambah.

Tubuh mungil Xevira kini semakin menggigil. Tubuhnya memucat—lebih parah dari yang tadi. Dan kepalanya pun terasa semakin berat, pandangannya sudah terlihat seperti kunang-kunang. Dalam hati, Xevira terus memanjatkan doa, memohon kepada Tuhan, untuk memberinya kesadaran, meskipun sampai Kevin datang. Itu sudah cukup.

Mungkin hari ini Xevira sedang diberkati oleh Dewi Bulan, sehingga Tuhan mengabulkan doanya. Terlihat dari jarak berkisar 2 meter dari tempatnya berjongkok—sebuah motor besar, yang jelas milik Kevin datang.

Senyuman kini terukir jelas di wajah Xevira. Ia bangkit dari jongkoknya—meskipun kakinya rasanya ingin patah. Tapi ia melawan rasa sakit tersebut, tak peduli dengan rasa sakit yang dirasakannya saat ini, yang terpenting sekarang adalah ia harus menjelaskan kesalahpahaman tadi pada Kevin.

Motor lelaki tersebut berhenti tepat di hadapan Xevira. Meskipun dari balik helm, Xevira dapat melihat jelas tatapan tak suka yang dipancarkan Kevin kepadanya. Tapi, Xevira seolah tak peduli dengan tatapan tajam Kevin, dan justru melambaikan tangannya menyapa Kevin.

"Hai, Kepin," suara Xevira terdengar bergetar. Tak hanya karena takut, karena kedinginan juga yang menyebabkan Xevira seperti itu.

Lelaki tersebut diam untuk beberapa menit, menatap Xevira intens dari balik helmnya. Tak lama kemudian, ia pun turun dari atas motornya. Dalam hati, Xevira sudah memekik kegirangan—senyum senang terpancar jelas di bibir, karena ia pikir bahwa Kevin akan menghampiri dan merengkuhnya dengan pelukan hangatnya. Tapi, itu semua hanyalah angan bagi Xevira. Karena nyatanya, Kevin melewatkannya begitu saja. Dengan langkah santainya ia membuka pagar rumah yang tertutup, dan kembali ke motornya.

Xevira terbungkam. Senyumnya memudar. Ia tahu Kevin begini karena kesalahannya. Tapi, mengapa rasanya sesakit ini? Hatinya seakan tercabik-cabik melihat Kevin mengabaikan dirinya begitu saja. Menganggap bahwa Xevira hanyalah figuran saja.

"Pin?" Xevira mencoba berjalan meraih Kevin yang sudah menyalakan mesin motornya, dengan langkah tertatih.

Xevira berhasil memegang tangan Kevin. Tapi lelaki tersebut hanya diam saja, tidak bereaksi sedikit pun, bahkan menoleh saja tidak.

My Petakilan Girlfriend  [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang