Sesampainya di rumah Kirania. Adelio memarkirkan sepeda motornya di halaman rumah, lalu Kirania pun turun.
Kirania menyodorkan helm-nya kepada Adelio. "Lo mau mampir dulu gak, Yo?"
"Gue langsung balik ke sekolah aja, ya."
"Ouh. Ya, udah. Hati-hati di jalan, Yo."
"Iya."
"Makasih udah nganterin gue, Yo."
"Sama-sama, Ran."
Adelio melajukan sepeda motornya ke arah SMA Dharma dengan cepat. Dia hendak berlatih futsal di sana. Sebenarnya dia sudah sangat terlambat. Namun, karena tidak tega jika Kirania pulang sendiri, dia terpaksa berbohong kepada Kirania agar bisa mengantarnya pulang. Entahlah, seolah hati kecilnya menggerakan dia untuk menjaga Kirania, sosok gadis yang sudah dianggapnya sebagai seorang adik.
Sesampainya di sekolah, dia langsung berlari menuju lapangan futsal. Letak lapangan yang berada di area sekolah bagian belakang memakan waktu sekitar 6 menit untuk berlari.
"Sorry, Bro. Gue telat banget, ya?"
"Dari mana aja lo, Yo? Gila. Tumben banget seorang Adelio telat hampir sejam," celetuk Adhi, teman satu grup ekskul futsal Adelio.
"Pacaran dulu, ya?" tanya Putra.
"Gue habis nganterin Kiran balik. Gak tega kalo dia balik sendiri."
"Sok perhatian lo, Yo. Lo suka sama Kiran?"
"Ya ngga lah, Put. Dia udah gue anggep kaya adek gue sendiri."
"Sekarang aja bilang ngga. Siapa tau besok-besok jadian."
"Betul, Dhi. Gue setuju sama lo."
"Apaan sih lo berdua. Ngelantur aja ngomongnya. Latian lagi, yuk!"
"Mengalihkan pembicaraan lo." Putra menepuk pundak Adelio sedikit kencang.
"Sakit. Anjay, lo!"
"Maap. Maap. Kekencengan, ya?" tanyanya polos.
"Lembut banget. Ya iyalah kenceng."
"Sewot amat sih lo, Yo," cibir Adhi, "Yang lain lagi ada yang ke toilet sama ke minimarket beli minum. Kita istirahat dulu lah. Lo pemanasan dulu sana," lanjutnya.
***
Sementara itu di lapangan basket SMA Dharma, Adira dan Alanza sudah selesai berlatih. Mereka sedang istirahat di tepi lapangan.
"Lan, gue laper."
"Lo mah iya. Udah cebol, laperan lagi." Alanza tertawa puas karena sudah meledek Adira.
"Namanya juga manusia. Kalo laper, ya, wajarlah."
"Tapi gue gak laperan. Gak kaya lo, Cebol," papar Alanza.
Tiba-tiba terdengar suara perut keroncongan. Adira tertawa, "Itu yang lo sebut gak laperan?"
"Ehhehe. Perut gue gak bisa diajak promosi."
"Kompromi, Dugong!"
"Ouh. Sejak kapan gantinya?"
"Dari dulu juga kompromi. Udah, lah. Tambah laper gue kalo ngeladenin lo ngomong," ujar Adira, kemudian berlalu pergi.
"Tungguin gue, Cebol!"
***
"Lo mau pesen apa, Lan?" Adira dan Alanza sedang berada di Warteg tak jauh dari sekolah mereka.
"Gue pengen makan pake sayur sop, ayam goreng, sambel. Eh, tapi, cabe sekarang mahal. Apa sambel harganya juga ikutan mahal, ya, Dir?"
"Lo makan mah tinggal makan. Jangan malu-maluin gue, Alien."
"Lo malu? Ya, silahkan. Gue mah kaga malu. Orang gue ganteng."
"Capek gue."
"Tadi katanya laper."
"Udah, lah. Sana lo pesen makanan! Pesenin gue juga, menunya samain kaya lo."
"Yaa. Cebol bawel banget," gerutu Alanza.
"Ngomong apa lo?"
"Ngga. Ini mau pesen makan, Tuan Putri," ucap Alanza sambil tersenyum paksa.
Setelah Alanza memesan makanan, tidak lama kemudian makanan pun telah disajikan di meja tempat mereka duduk. Dengan segera, Adira melahap makanan tersebut. Dia sudah sangat lapar. Alanza yang melihat Adira makan dengan lahap pun hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.
Entah karena sangat lapar atau entah karena masakannya enak, Adira makan sampai berantakan. Ada nasi di sudut bibirnya. Alanza yang melihat itu berniat untuk membantu membersihkannya dengan tissue.
"Ehh. Kenapa, Lan?" Adira yang merasa sedang diperhatikan oleh Alanza pun bertanya.
"Ada nasi di sudut bibir, lo. Sini! Gue bantu bersihin." Alanza mulai membersihkan noda di bibir Adira dengan tissue. Adira yang diperlakukan seperti itu oleh Alanza pun mematung.
'Tolong beri efek slow motion. Biar gue bisa mandangin wajah Alanza sedekat ini,' ujar Adira dalam hatinya.
"Sudah selesai," ucap Alanza membuyarkan lamunan Adira.
"Nih tissue-nya, lo buang sendiri aja."
"Emm ... anu ... "
"Kenapa?"
"Mmm ... makasih, Lan," gumam Adira sambil menundukan kepalanya.
"Lo ngomong apa?"
"Nggak. Anu ... buruan makannya!"
"Eh. Tapi, kok, muka lo merah. Lo sakit?"
Adira menggelengkan kepalanya. "Oh. Lo kepedesan, ya? Nih minum dulu!" perintah Alanza.
Adira pun menuruti perintah Alanza. "Lo udah minum, tapi muka lo masih tetep merah. Lo alergi?"
"Iya. Alergi sama tingkah lo!" ujar Adira sambil beranjak dari duduknya. Dia mau pulang sendiri saja. Sebelum pergi, dia menaruh sejumlah uang di meja, untuk membayar makanan yang dia makan.
"Loh. Lo mau kemana?"
"Pulang."
"Gue belum selesai."
"Gue pulang sendiri."
"Yakin?"
"Yakinlah."
"Ya, udah. Hati-hati di jalan."
Adira pun langsung pergi, dia berjalan menuju trotoar. Dia berhenti sejenak, lalu merogoh sakunya. Sebuah ponsel sudah dalam genggamannya, dia hendak memesan ojek online. Namun, keberuntungan sedang tidak berpihak kepadanya. Ponselnya mati, kehabisan baterai. Mau tidak mau dia harus kembali ke Alanza.
"Lan."
"Lo gak jadi balik?"
"Ponsel gue mati. Gue balik bareng lo aja, ya," pinta Adira dengan raut muka masam.
"Yuk, balik!"
***
Sesampainya di rumah, Adira menuju kamarnya untuk berganti pakaian, lalu pergi lagi. Dia berniat untuk menuju rumah Kirania.Dia berjalan kaki menuju rumah Kirania, yang hanya terpisah dua bangunan dari rumahnya. Sesampainya di sana, dia melihat asisten rumah tangga Kirania. Sang ART mempersilahkan Adira untuk masuk.
"Kiraaann .... "
"Gue di kamar, Dir," sahut Kirania.
"Gue mau curhat. Huaaa!"
"Kenapa? Ehh. Curhat apa?"
****
KAMU SEDANG MEMBACA
AthreeK's Squad
Teen FictionSeantero SMA Dharma sudah pasti mengenal AthreeK's Squad. Siapa yang tidak mengenal mereka? Si empat sekawan yang selalu terlihat kompak. Persahabatan yang terjalin sejak masa kanak-kanak membuat mereka selalu bersama, saling menjaga antar satu sama...