Part 3. Strong Will

1.6K 165 2
                                    

*****

Setelah peristiwa penyusupan orang-orang dari Negara Air itu, Pangeran Naruto tidak pernah menemui Hinata. Pangeran pirang itu merasa tidak punya muka untuk bertemu Hinata, gadis pemberani yang berusaha sekuat tenaga melindunginya dengan mengorbankan kedua tangannya. Pangeran Naruto hanya berani melihat Hinata dari kejauhan seperti saat ini. Pangeran Naruto bersembunyi di balik pohon willow di dekat kolam sambil melihat Hinata yang sedang berlatih menulis bersama Kurenai Yuuhi, seorang guru yang selama ini memang ditugaskan untuk mengajari Hinata.

Hinata terlihat kesulitan saat menggerakkan kuasnya untuk menulis huruf di kertas yang terhampar di meja kecil di depannya.

" Tanganku sedikit sakit, Nona Kurenai. Bolehkah aku istirahat sebentar? " ucap Hinata.

" Baiklah. Kau istirahatlah dulu. Sebaiknya aku memanggil pelayan untuk menyiapkan makan siangmu agar kau bisa meminum obatmu. Kita akan lanjutkan belajarnya setelah kau meminum obat. " jawab Kurenai. Wanita cantik itu segera bangkit lalu pergi ke arah dapur, meninggalkan Hinata duduk sendirian di paviliun itu.

Hinata menatap kedua telapak tangannya lalu menggerakkannya perlahan. Memutarnya, membuka dan menutup telapak tangannya dengan pelan. Sesekali dia meringis kesakitan saat rasa sakit terasa menusuk telapak tangannya.

" Kapan aku bisa memegang pedang lagi? Bahkan menggunakan kuas untuk menulis saja aku tidak bisa. " gumamnya sedih.

Pangeran Naruto yang mendengar ucapan lirih Hinata itu merasa sangat sedih. Hatinya terasa sangat sakit. Pangeran pirang itu segera meninggalkan paviliun itu, tidak sanggup melihat wajah Hinata yang diliputi kesedihan dan kekecewaan itu lebih lama lagi.

Sejak peristiwa pertarungannya dengan para penyusup dari Negara Air itu, Pangeran Naruto berlatih dan belajar begitu keras. Pada saat siswa akademi yang lain menggunakan waktu tidurnya untuk beristirahat, Pangeran Naruto menggunakanannya untuk berlatih bersama Iruka, pengawal pribadinya di tepi Hutan Utara. Pangeran Naruto bertekad untuk menjadi lebih kuat dan lebih kuat lagi agar jika ada seseorang yang mengancam nyawanya, dia akan mampu melindungi dirinya dan juga orang-orang di sekelilingnya.

" Sebaiknya kita istirahat sebentar, Pangeran. " ucap Iruka saat melihat pangeran kecilnya itu mulai menyerangnya dengan kecepatan yang semakin berkurang setiap waktunya.

" Baiklah, Paman Iruka. " jawab Pangeran Naruto patuh.

Pangeran kecil itu segera menerima botol air minum yang diberikan Iruka padanya lalu meminumnya hingga hampir menghabiskannya. Setelah itu pangeran pirang itu menjatuhkan dirinya di hamparan rumput yang ada di pinggir tanah lapang tempat mereka berlatih.

Pangeran Naruto menatap langit gelap yang berhiasakan kerlipan ribuan bintang yang berada di atasnya. Sudah hampir setengah tahun peristiwa itu berlalu, tapi pangeran kecil itu tidak bisa melupakan kejadian itu dari ingatannya. Pangeran kecil itu selalu terbayang wajah Hinata yang kesakitan saat penyusup dari Negeri Air itu menginjak telapak tangannya dan menusuknya. Hatinya berdenyut sakit tiap kali mengingatnya. Lalu wajah sedih dan kecewa Hinata saat tangannya belum bisa berfungsi dengan baik pun ikut memenuhi benaknya. Demi Dewa, Pangeran Naruto tidak ingin melihat ekspresi kesakitan, kesedihan dan kekecewaan di wajah gadis itu lagi. Selamanya.

" Apakah aku sudah bertambah kuat, Paman? " tanya Naruto tiba-tiba tanpa mengalihkan pandangannya dari langit.

Iruka yang duduk di samping Pangeran Naruto menoleh dan mendapati pangeran kecilnya itu sedang menerawang menatap langit malam.

" Apakah aku sudah bisa mengalahkan Tuan Neji Hyuga jika aku menantangnya sekarang? " tanya Naruto lagi.

" Itu mungkin saja. Kau kini sudah bertambah kuat, Pangeran. " jawab Iruka.

Your PromisesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang