9• 😖😲

3K 363 45
                                    

Yang Jeno pikirkan tentang rumah......mungkin Eomma.

Terakhir kali keduanya bertemu Jeno sempat membentaknya, berteriak juga ketika wanita paruh baya itu sebenarnya hanya mengkhawatirkannya.

"Jen?"

"..."

"Jeno~"

"A-ah, ya?"

"Kau melamun"

Melamun? A-ah, Jeno bahkan tak sadar sudah mengabaikan keberadaan kekasih manisnya itu.

Dia....hanya terlalu merindukan Eomma.

"Jeno kenapa?"

"Aku? Hmmmm tidak apa-apa"

Sebuah senyum pahit Jeno paksakan, mengira Renjun akan cukup bisa dibohongi dengan senyum kaku seperti itu tapi sayangnya salah.

Faktanya Renjun tak sebodoh itu untuk tahu kalau kekasihnya ini sedang kenapa-kenapa.

"Aku menunggumu untuk bercerita"

Duduknya mendekat, tak perduli beberapa temannya mulai diam diam memperhatikan.

Jeno agak tak nyaman. Dan sebetulnya ia agak ragu untuk menceritakan masalahnya dengan Bunda ke Renjun.

Bukannya tidak mempercayai, hanya saja.......Jeno tak mau Renjun jadi ikut merasa terbebani karenanya.

Renjun menatap mata bergetar Jeno ketika tangan mungilnya mengelus pelan lengan atas sang kekasih. Jenonya.. Kenapa?

Sedikit risih karena ciutan teman-teman sekelas, Jeno menoleh pada Renjun, memberi sinyal agar meninggalkan ruangan itu dan menuju tempat yang aman.. Ya setidaknya untuk bercerita.

"Atap?" Jeno mengangguk. Setelahnya, sepasang kekasih itu berjalan tanpa suara hingga tiba di rooftop sekolah.

.
.
.

Masih terdiam. Tak ada yang mengangkat suara meski waktu istirahat sebentar lagi berakhir. Renjun juga sama halnya, tak berniat memaksa Jeno menceritakan kecamuk hati tanpa berpikir.

"Renjun-ah.. Tidak ingin kembali?" tanya Jeno hati-hati.

Sang kekasih hanya tersenyum simpul. Entah mengapa sorot mata milik lelaki yang dulunya musuh itu nampak suram. Meninggalkan dirinya sendiri bukanlah hal yang ia inginkan.

"Aku disini saja denganmu.. Lagi pula, tidak ada tugas dari ssae--"

"Eey, sejak kapan kamu tidak peduli begini, eum?" potong Jeno sembari menyentil dahi bersih itu dengan dua jarinya.

Renjun meringis, "Auh! Mi-miann.."

Jeno itu walau terkenal agak bandel di sekolah, namun soal akademik jangan di tanyakan. Bahkan jika di pikirkan, sejauh ini Jeno selalu juara kelas meski kelakuan tidak sejalan. Benar, Tuhan agak tidak adil memang.

"Jeno-ya.."

"Hn?"

"Tidak ingin cerita?"

Jeno kembali murung setelah sebelumnya tersenyum saat mengingatkan kekasihnya. "Aku.. Takut membebani mu. Ku rasa, setiap orang punya masalahnya masing-masing. Jika aku tambah--"

"Ahni, maksud ku.. Tidak apa-apa. Kamu tahu, orang lain akan senang kalau kamu memilihnya sebagai teman bercerita.. Setidaknya, walau--"

Jeno tertawa dengan matanya, "Aigoo~ pacar Jeno sudah besar ternyata.."

"Jenoooo~" protesnya kembali.

Lagi-lagi hening.

".. Jadi?"

FirefliesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang