Chapter One

37.5K 1.6K 20
                                    

Mengagumimu dalam sepi, untuk waktu yang tidak sebentar. Mengenalmu hampir separuh hidupku. Cukup untukku mampu menjabarkanmu. Walau kamu tak pernah melihatku, tak apa. Aku sudah cukup hanya dengan menatapmu dari jauh.

"Dira," Panggil seseorang yang mengembalikanku ke dunia nyata. Aku menoleh dan mendapati seorang gadis seusiaku dengan mata dan rambut coklat. Maureen.

Aku tersenyum menanggapi panggilannya.

"Bengong aja. Nanti kesambet lo. Mikirin apa sih kamu?" Maureen mendudukkan diri tepat di sisiku.

"Nggak papa," jawabku singkat.

Maureen menatap curiga dengan mengangkat sebelah alisnya tinggi. Hal yang tidak kusuka saat bersahabat dengannya, rasa penasarannya yang terlalu tinggi.

"Kamu nggak pernah nggak mikirin apa-apa kalau bengong. Hayoo... cerita ke aku." Dan, gaya detektifnya mengambang lagi.

"Eh, tumben si Azka nggak ngintilin kamu?" Aku berusaha mengalihkan perhatiannya. Semoga saja ia melupakan pertanyaannya tadi.

"Ah, jangan ngomongin soal makhluk nyebelin itu deh. Bikin kesel aja." Ia mengibaskan tangan kanannya dengan gerak acuh.

"Hayoo... ngomongin aku yah." Dan si objek pembicaraan menampakkan diri. Azka, lengkap dengan seringai khasnya.

"Ih, hush... hush... kamu tuh kaya jelangkung tau nggak. Datang tak dijemput, pulang mesti diusir dulu." Maureen mengibas-ngibaskan tangannya dengan gerakan mengusir.

Azka mengerucutkan bibirnya, pura-pura ngambek. Ia berbalik selangkah, menciptakan senyum kemenangan di bibir Maureen. Sedetik kemudian, ia berbalik dengan gerakan cepat dan mengacak rambut panjang Maureen gemas sebelum berlalu dengan iringan tawanya yang renyah bercampur pekikan kesal dari bibir Maureen. Aku hanya tertawa melihat adegan itu.

Aku merasa kalau Azka punya perasaan khusus pada Maureen, sesuatu yang istimewa. Pasangan tom and jerry itu, walau selalu bertikai tapi tidak dipungkiri mereka sulit memisahkan diri satu sama lain. Atau bukan sulit memisahkan diri, tapi Azka yang selalu mengejar-ngejar Maureen, kemanapun. Dari SMP dan berlanjut hingga ke bangku kuliah.

Dan aku yang kebetulan bertemu dengan mereka di SMA yang sama dan bersahabat dengan keduanya mencium sesuatu yang janggal dari sikap Azka kepada Maureen. Ia berbeda terhadap Maureen. Pada gadis-gadis lain, Azka cenderung bersikap cuek dan acuh tak acuh. Bahkan padaku yang notabene sahabatnya sendiri. Ia hanya berucap hal-hal yang penting saja dan berbasa-basi sesekali. Tetapi ketika berada di dekat Maureen, ia akan selalu muncul dengan topik bahasan apapun, lengkap dengan segala kekonyolannya.

Mereka pasangan yang serasi sebenarnya, sayang, Maureen tidak pernah menganggap Azka lebih dari sekedar musuhnya yang tengil dan menyebalkan. Kalau tidak, mungkin mereka bisa menjadi pasangan yang sangat serasi.

"Eh, Di... kamu tau Steve nggak?" Jantungku berhenti berdetak sepersekian detik ketika nama itu disebut.

"Steve?" tanyaku pura-pura tidak tau.

"Steve yang mana?" Dan kamu adalah aktris yang hebat, Diandra Alexandra.

"Itu loh, Steve anak basket, yang tinggi dan ganteng itu loh."

"Oh."

"Itu dia!" seru Maureen girang sambil menunjuk ke satu arah. Aku mengikuti arah tunjuk Maureen. Jantungku berhenti sejenak untuk kemudian berpacu lima kali lebih cepat dari detak normal.

Itu dia. Batinku. Mataku dengan cepat dapat menemukan sosok itu. Terlihat menonjol di antara kerumunan teman-temannya. Bukan karena tinggi badannya yang di atas rata-rata, teman-temannya yang lain juga berukuran badan sama dengannya. Salahkan pada kinerja hatiku yang dapat dengan cepat langsung menemukannya, meski di tempat yang paling tersembunyi sekalipun, seperti radar yang khusus terpasang untuk menemukan seorang Steven Leonard.

Love in SilenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang