#23

3.7K 105 0
                                    

Setelah menahan nafasnya dan menutup hidungnya, akhirnya Anna mengeluarkan suaranya juga. "Tidak apa-apa, itu bukan salahmu. Dan lagipula kemarin malam ada Gabriel yang menolongku" ujarnya, sambil mengukirkan sebuah senyuman.

"Tapi tetap saja saya jadi merasa bersalah pada anda, dan sepertinya saya harus menyuruh seseorang untuk menjaga anda, selama saya pergi" katanya.

Mendengar apa yang baru saja Count katakan, membuat Anna jadi terkejut, "Tidak usah Count, aku tak ingin merepotkan siapa pun" ujarnya.

Sebuah senyuman pun, terukir diwajahnya Count, ia menatap matanya Anna, dan berkata, "Tidak, anda adalah orang yang istimewa dan penting bagi saya, jadi saya harus memastikan, kalau anda selalu aman, saat saya tidak berada di sini".

Anna hanya mengganggukkan kepalanya dan menurut saja, karena baginya akan sia-sia jika membantah perintahnya, karena kini ia berada di bawah kekuasaan makhluk kegelapan itu, dan lagipula itu adalah salah satu cara yang terbaik, agar ketiga vampire wanita itu tidak dapat mengganggunya, apalagi menghisap darahnya.

Tak lama kemudian Count menyuruhnya untuk beristirahat, karena ia mengatakan, kalau ia ada urusan yang harus diselesaikannya. Dan lagi-lagi Anna hanya menurut saja. Lalu mereka berdua bangkit dari dua kursi itu, dan berjalan menuju kamarnya Anna.

Setelah sampai di depan kamarnya Anna, Count membukakan pintunya untuk Anna sambil membungkuk dengan sopan, "Silahkan masuk, Anna. Tidur dan bangunlah sesuka hati anda. Dan mulai malam ini, akan ada seseorang yang menjaga anda, jadi anda tak perlu merasa takut lagi" ujarnya sambil menyunggingkan sebuah senyuman.

Mendengar apa yang baru saja Count katakan, membuat Anna jadi merasa sedikit lega, karena itu artinya, malam ini ia tak akan didatangi oleh ketiga vampire wanita itu. Dan kalau pun mereka tetap datang, mereka tak bisa mengganggunya, "Terima kasih banyak Count, aku jadi merasa lega" ujarnya sambil tersenyum.

Namun Count hanya mengganggukkan kepalanya, dengan senyuman yang masih mengembang di wajahnya, lalu Anna segera masuk ke dalam kamarnya. Melihat Anna yang sudah masuk, Count pun kembali menutupkan pintunya.





************************





Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, namun Anna belum juga bisa tertidur. Sedangkan Count sudah pergi sejak dua jam yang lalu. Memang sudah dua malam ini, Count selalu pergi sesore itu, padahal biasanya ia selalu pergi saat hampir tengah malam. Namun Anna tak menyadari hal tersebut, dan mungkin itu karena ketakutan hebat, yang kemarin malam menyelimutinya, bahkan sampai saat ini, ia masih trauma jika mengingatnya. Dan bukan hanya itu saja, ia juga sampai tak memikirkan, siapa seseorang yang diminta Count untuk menjaganya, selama ia pergi.

Ia pun bangkit dari tempat tidurnya, dan berjalan menuju jendela kamarnya. Namun ia begitu terkejut saat melihat seorang pria yang tengah berdiri, dan membelakanginya di luar jendela kamarnya.

"Gabriel?" gumamnya pelan, namun berhasil membuat pria itu terkejut, dan langsung menoleh ke arahnya.

"Rupanya kau belum tidur juga" ujar pria tersebut sambil memutar bola matanya. Ya, pria itu memanglah Gabriel, dan Count memintanya untuk menjaga Anna, selama ia tak ada di purinya.

"Jadi seseorang yang menjagaku adalah dirimu?" tanya Anna sambil menatap punggungnya Gabriel, karena pria itu masih terus mempunggunginya.

Perlahan Gabriel menghela nafasnya, dan membalikkan tubuhnya untuk menghadap Anna, "Ya, begitulah. Ia mempercayakanku untuk menjaga dirimu, selama ia tak melakukannya. Kau ingat bukan? Aku lah yang selalu menjaga, dan mengawasimu saat kau kembali ke rumahmu. Lalu aku juga, yang membawamu ke purinya ini, dan sekarang, aku juga yang dipercayakan olehnya untuk menjaga dirimu di purinya ini, selama ia tak ada" jelasnya.

Anna pun merasa sangat setuju, setelah mendengar penjelasan dari Gabriel, karena itu memanglah benar. "Lalu kenapa dirimu, yang diutus olehnya untuk menjaga diriku?" tanyanya sambil menatap wajahnya Gabriel, hingga ia bisa melihat wajah pria itu, dengan sedikit lebih jelas. Wajahnya bergaris keras, sama seperti Count, lalu hidungnya agak mancung, alisnya tidak begitu tebal, kupingnya berbentuk sama dengan kuping seorang manusia, bibirnya sedikit marah, dan juga ia memiliki gigi-gigi yang putih dan tajam. Dan secara umum, ia sangatlah pucat, sama seperti orang mati.

Gabriel menarik nafasnya sedikit panjang, dan membuangnya perlahan, "Karena. . ."















To be continue. . .

The Immortal Love [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang