9

168 89 2
                                    

Wajahnya pucat dan dia terus memuntahkan sesuatu, aku tidak tahu apa itu, warnanya hitam dan terlihat sangat kental. Aku sudah mengabari Jihan tentang ini dan hanya bisa berharap dia akan segera datang.

"Apa yang salah denganmu Jisung?!" Aku sangat panik, dia sudah seperti ini selama 5 menit. Kupikir ini karena makanannya. Tapi itu tidak mungkin, kalau memang karena makanannya, aku juga makan makanan yang sama tapi tidak ada yang terjadi padaku.

Wajahnya semakin pucat, aku ketakutan. Aku tidak tahu harus apa, dan kepalaku mulai pusing mendengar suara muntahannya. Ini menakutkan.

Aku rasa toiletku akan penuh dengan muntahannya, dia terduduk lemah dilantai toilet dengan mulutnya terbuka lebar memuntahkan entah apa itu dan aku hanya bisa menatapnya takut dari luar kamar mandi. Aku benar benar panik, terlalu panik untuk berpikir.

Tiba tiba aku masuk ke kamar mandi tanpa keinginanku, seolah tubuhku bergerak sendiri. Aku duduk disebelahnya dan mulai memijat bagian belakang lehernya.

"Ayo kawan, kau bisa melakukannya. Muntahkan semua benda hitam menjijikkan itu."

Ya Tuhan, dimana kau Jihan?! Hanya itu yang terlintas di otakku saat menatap wajah tersiksa Jisung dengan cairan hitam yang terus keluar dari mulutnya.

"FELIX!" Tiba-tiba terdengar suara pintu apartmentku diketuk dengan kasar. "DIMANA JISUNG?!"

Itu Jihan. Aku buru-buru membukakan pintu dan menariknya ke depan kamar mandi. Matanya terlihat sangat ketakutan saat menatap Jisung, wajahnya langsung berubah pucat dan tangannya mulai gemetar.

Tapi dia berjalan mendekati Jisung tanpa ragu kemudian memukul punggung Jisung dengan sangat keras. Pukulan itu membuat Jisung mengeluarkan muntahannya dengan jumlah yang jauh lebih besar dari sebelumnya.

Tidak ada suara khas muntahan ('hoeekk') yang terdengar saat dia mengeluarkan muntahan itu, mungkin pita suaranya jadi tertutup sangking banyaknya cairan hitam aneh yang keluar dari mulutnya.

Dia tidak memuntahkan apa-apa lagi setelah pukulan di punggung itu. Dia hanya duduk terengah-engah di lantai toilet sambil bersandar di kaca shower.

"Itu tinta..." Kata Jihan yang juga terengah engah.

"Apa?" Aku hanya menatapnya bingung.

"Dia memuntahkan tinta. Aku sering menggambar, aku tahu betul aroma yang dimiliki tinta."

"K...Kenapa dia bisa memuntahkan tinta?!"

"Dia itu gambaran hidup, Felix. Apa lagi yang tidak kau mengerti?"

"Gambaran hidup...?" Sela Jisung. "Apa maksudnya...?"

Jihan dan aku hanya menatap satu sama lain. Tidak ada dari kami yang tahu cara menjelaskan semua ini pada Jisung.

"Ceritanya panjang." Kata Jihan singkat. "Bersihkan dirimu dan istirahatlah." Jihan bangun berdiri dan berjalan keluar dari kamar mandi, meninggalkan Jisung agar bisa mandi dan membersihkan sisa muntahan tinta yang mengenai pakaian dan tubuhnya.

Panik bisa menguras tenaga. Sangat banyak tenaga. Aku sarankan kalau ada peristiwa bahaya yang terjadi, jangan sampai panik. Gunakan energimu untuk berpikir karena panik lebih menguras tenaga daripada berpikir.

Aku dan Jihan hanya terduduk kewalahan di sofa akibat kepanikan yang terjadi 2 menit lalu. Kami tidak mengatakan atau melakukan apa apa. Hanya ada terdengar suara shower dari kamar mandi dan suara nafas berat kami berdua akibat kelelahan.

"Oi Felix!" Pintu apartment ku tiba tiba terbuka. "Sorry that i took so long bro, i got lost."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Chris?!" Seru ku kaget. "What the hell are you doing here?!"

"What do you mean? I think i've already told you that i was gonna come."

"Well yeah, but you didn't say that you're gonna come today!"

"Aku sudah disini, setidaknya beri aku pelukan." Entah kenapa dia tiba tiba beralih jadi menggunakan bahasa Korea.

"Dan lagipula kenapa kau bisa membuka pintu apartment ku?!"

"Kau sendiri yang tidak menguncinya..."

"Setidaknya ketuk dulu! Bagaimana kalau kau salah masuk apartment?!" Bentakku. Dia hanya menatapku kemudian memberiku pelukan.

"I miss you bro." Bisiknya lembut.

Chris tiba tiba melirik Jihan yang hanya tetap duduk di sofaku sambil menatap kami dari tadi. Dia langsung menjitak kepalaku dengan keras. Sangat keras sampai aku menggigit lidahku sendiri.

"APA APAAN KAU?!" Bentakku kemudian mendorongnya sambil mengusap kepalaku sendiri. "KAU BARU SAJA MEMELUKKU, KENAPA TIBA-TIBA AKU DIJITAK?!"

"APA APAAN ITU?!" Teriak Chris sambil mengarahkan jari telunjuknya pada Jihan. "UMURMU BERAPA, HAH?! SUDAH BERANI MEMBAWA PEREMPUAN KE APARTEMEN MU TERNYATA?!"

"Tunggu—" Kepalaku dijitak lagi. "Aku bisa jelaskan!"

"Jelaskan." Balasnya tegas.

"Dia Jihan. Im Jihan." Kataku dengan kedua telapak tangan yang menutupi kepalaku untuk jaga-jaga kalau sampai dijitak oleh Chris lagi.

"Dan kenapa dia bisa disini?!"

"Ceritanya sangat panjang, Chris." Keluhku.

"Aku tidak peduli, jelaskan."

"Emm..." Tiba tiba Jihan bersuara. "Mungkin kau salah paham."

"Hah?! Salah paham apa lagi? Kau wanita bayaran Felix, kan?!"

"Jaga perkataanmu sialan!" Bentakku sambil mendorong kasar Chris. "Dia temanku."

"Aku hanya teman Felix. Kami tidak punya hubungan aneh seperti yang kau pikirkan, kami hanya benar benar berteman dan tidak mungkin menjalin hubungan seperti itu." Lanjut Jihan tenang.

Tidak mungkin menjalin hubungan seperti itu ya...? Batinku agak kecewa.

"Kau dengar sendiri kan! Kami hanya berteman!" Seruku lagi.

"Namaku Jihan." Kata Jihan dengan ramah sambil mengulurkan tangannya.

"I'm Chris." Balas Chris angkuh. "Felix's older brother."

aftermath | felixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang