11

172 90 0
                                    

"Kau...?" Kataku ragu begitu menatap pelayan itu. "Apa kita pernah bertemu?"

"Pernah!" Serunya bersemangat. "Kau datang kemari beberapa hari yang lalu! Apa kau ingat aku?"

"Tidak..." Jawabku tidak yakin. "Dimana kita bertemu?"

"Jahat sekali! Benar benar tidak ingat?" Keluhnya. "Kita hanya bertatapan mata hari itu, aku tidak sanggup berbicara karena kau sangat cantik. Jadi aku hanya bisa menatap matamu selama dua detik kemudian berjalan menjauh."

Dia... Tidak menggunakan filter saat bicara ya?

"Aku mengingatmu." Kataku. "Kau adalah pelayan tampan yang mengantarkan kopi pesananku hari itu kan?"

"Kau mengingatnya!" Dia jadi makin bersemangat. "Namaku Hyunjin, siapa namamu?"

"Jihan."

"Salah satu dari mereka bertiga tadi bukan pacarmu kan?"

"Bukan."

"Lalu? Apa kau punya pacar?"

"Tidak."

"Mau jadi pacarku?"

"A...Apa?" Tanyaku bingung. Apa aku salah dengar?

"Mau jadi pacarku tidak?"

O...Orang ini gila ya? Batinku.

"Tentu saja tidak, bodoh. Aku tidak mengenalmu."

"Tapi kau bilang kau mengingatku!"

"Aku mengingatmu, tapi aku tidak mengenalmu."

"Kau juga bilang aku tampan!"

"Hanya karena kau tampan, bukan berarti aku mau jadi pacarmu." Kataku kesal. "Ya ampun, berapa usiamu?"

"18 tahun."

"Kita seumuran tapi kenapa kau sangat bodoh?" Kataku kesal. "Dan bukankah kau seharusnya membersihkan ini semua?" Bentakku sambil menunjuk semua piring sisa makanan yang ada di meja.

"Tidak perlu, kok." Katanya. "Hei, Seungmin! Bersihkan semua ini!"

Tiba tiba pelayan lain datang ke meja kami dan mulai membersihkan semuanya. Pelayan itu terlihat sangat takut terhadap Hyunjin.

"Kenapa kau menyuruh teman kerjamu seperti itu? Bukankah ini tugasmu juga?" Bentakku.

"Huh? Bukan, kok." Jawabnya santai. "Aku membersihkan tempat ini kalau aku sedang ingin saja. Aku kan pemilik tempat ini."

"Kau... Pemilik kafe ini?"

"Iya. Kenapa? Kau terkejut? Kau mengira aku juga salah satu pelayan disini, ya?" Tanyanya meremehkan. Nada bicaranya yang menggemaskan tadi tiba tiba kembali berubah menjadi angkuh.

"Iya, kukira kau juga salah satu pelayan disini." Aku ku.

"Bagaimana sekarang?" Dia tertawa kecil. "Kau mau jadi pacarku sekarang? Aku orang kaya, loh!"

Aku mulai takut, aku sadar ada yang tidak beres dengan orang ini. Jadi aku buru buru berdiri berniat keluar dari kafe itu dan menyusul Felix.

"A...Aku harus pergi sekarang, senang bertemu denganmu Hyunjin." Kataku gugup. Aku berjalan perlahan kearah pintu keluar agar tidak terlalu kelihatan kalau aku sedang mencoba menjauh darinya.

"Panggilnya Hyunjinnie saja." Katanya lagi. "Dan hei, ponselmu tertinggal loh!"

Sial. Batinku. Kenapa bisa lupa ponsel disaat saat yang seperti ini?!

"Oh, iya." Dengan agak takut aku kembali berjalan kearah Hyunjin untuk mengambil ponselku dari tangannya. "Trims."  Dia tersenyum padaku, senyumnya sangat lebar, terlalu lebar sehingga terlihat menyeramkan. Aku buru buru berjalan keluar begitu memegang ponselku.

Cuacanya sangat bagus, matahari bersinar sangat terang dan ada juga beberapa awan yang terlihat. Aku takkan membiarkan pemilik kafe yang kurang waras merusak hari indah ini.

Aku berjalan ke taman Hangang sesuai perjanjian dengan Felix. Tawa bahagia anak kecil yang sedang bermain dengan ayahnya menghiasi perjalanan membosankanku pagi itu.

DING!

Ada pesan yang masuk. Aku menyalakan ponselku dan kaget setengah mati saat membaca notifikasi di layarku yang masih terkunci.

Unknown
| Lain kali datang lagi ya! ( ◠‿◠ )

Kakiku tiba tiba tidak bisa digerakkan. Siapa ini?! Mungkinkah Hyunjin?! Darimana dia mendapat nomor ponselku?! Tapi kuputuskan untuk tetap tenang dan tetap bertanya.

Jihan
| Siapa ini?

Unknown
| Tidak mengenalku lagi?
| Kau memang jahat sekali! (^)

Jihan
| Aku serius, kau siapa?

Unknown
| Aku...
| Pacarmu! (*'ω'*)

Ini benar benar Hyunjin... Batinku takut.

Jihan
| Apa maumu Hyunjin?
| Dimana kau mendapat nomor ponselku?

Unknown
| Kau mengenalku! ^o^
| Aku senang sekali!

Jihan
| Kubilang darimana kau mendapat nomor ponselku?

Unknown
| Tadi ponselmu tertinggal, ingat?(^∇^)
| Untung saja tanganku cepat

Jihan
| Kau mengambil nomor ponsel orang tanpa
  sepengetahuannya
| Itu kriminal

Tidak ada balasan darinya, jadi kuputuskan untuk lanjut berjalan menyusul Jisung, Felix, dan Chris di taman Hangang.

Aku mempercepat langkahku karena sudah tidak sabar memberi tahu mereka tentang orang setengah waras yang mencuri nomor ponselku. Saat aku tiba di taman Hangang, aku bisa melihat Felix sedang duduk di bangku yang terletak disebelah vending machine sambil minuk minuman kaleng, dia terlihat lelah.

Aku berlari mendekatinya tapi dia terlihat sangat takut begitu melihatku.

"Jihan!" Serunya kemudian bangkit berdiri. "Aku kehilangan Jisung!"

"Apa maksudmu?!" Tanyaku bingung.

"Maafkan aku! Tadi aku ke toilet dan meninggalkannya bersama Chris. Sekarang aku tidak tahu mereka dimana. Sudah kucoba menghubungi Chris tapi pesanku tidak ada yang dibalas dan teleponku tidak diangkat, aku sudah berlarian
mencari—"

"Tenanglah, jangan panik. Chris mungkin saja mengajak Jisung berjalan jalan selagi kau di toilet." Kataku berusaha menenangkannya. Felix terlihat sangat panik, wajahnya sangat pucat dan ekspresi wajahnya sangat tegang.

Kata-kataku tidak berhasil menenangkan Felix sepenuhnya, namun itu berhasil menjernihkan pikirannya sedikit. Dia sudah bisa bernafas normal dan tidak terengah-engah seperti tadi.

Kami berdua berjalan mengelilingi taman dengan tenang untuk mencari Chris dan Jisung. Kami berusaha sangat keras agar tidak panik padahal jantung kami berdua rasanya sudah mau melompat keluar sangking cepatnya berdetak.

Tiba-tiba dari belakang kami terdengar suara langkah kaki orang berlari yang mendekat.

"Felix, Jihan!" Itu Chris. "Mau kemana kalian? Aku mencari kalian kemana mana!"

Aku dan Felix sangat lega saat melihat Chris, tapi ada sesuatu yang hilang.

"Dimana Jisung?" Tanyaku yang hampir terdengar seperti bentakan.

"Huh...?" Chris hanya menatap kami aneh. "Bukannya dia tadi bersamamu, Felix?"

aftermath | felixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang