17

153 79 3
                                    

"Hyunjin." Kata paman Jinyoung tiba tiba. "Nama anak paman adalah Hyunjin."

"Apa?" Tanyaku tidak percaya. "Apa dia benar-benar anak paman?"

"Kau sudah bertemu dengannya, ya?"

"Sudah..."

Hyunjin baru saja mengirimiku pesan aneh, dia bilang dia memiliki temanku. Siapa yang dimaksudnya? Haruskah aku bertanya pada paman Jinyoung?

"Bagaimana kabar Han Jisung?" Tanya paman Jinyoung tiba tiba. "Apa kau sudah menemukannya?"

Apa aku salah dengar? Batinku saat mendengar nama Jisung keluar dari mulut paman Jinyoung. Apa dia baru saja bilang Han Jisung?

"A-Apa maksud paman?" Tanyaku berusaha berhati-hati.

"Kenapa kaget begitu?" Dia tertawa pelan. "Kau pikir paman tidak tahu?"

Aku tidak salah dengar, dia benar benar mengatakan nama Han Jisung

"B...Bagaimana paman bisa tahu?"

"Oh Jihan, kau benar benar naif." Katanya dan mulai menatapku dengan senyuman aneh. "Kau pikir siapa yang memberimu pensil yang dulu kau gunakan untuk menggambar Han Jisung?"

"Jadi..." Aku sangat gugup sampai sampai lupa caranya berpikir. "Jadi semua ini terjadi karena paman...?"

"Bisa dibilang seperti itu." Jawabnya santai.

"Tapi itu mustahil... Bagaimana bisa sebuah pensil menghidupkan gambar?"

"Paman tidak tahu cara kerjanya." Jawabnya sambil menyesap kopi pesanannya. "Tapi buktinya Han Jisung hidup, kan?"

"Aku masih tidak mengerti..."

"Yah, sebenarnya pensil itu tidak secara ajaib muncul." Lanjutnya. "Paman harus membaca satu mantra kuno yang paman temukan untuk membuat pensil itu menjadi pensil Ajaib."

"Mantra...? Mantra apa?"

"Paman menemukan mantra itu dibuku tua yang paman temukan di pasar loak. Awalnya paman pikir itu hanyalah karya anak anak yang bertujuan untuk candaan semata. Paman membaca buku itu dan menemukan mantra yang katanya bisa membuat pensil menjadi ajaib dan menghidupkan semua yang digambarnya."

"Paman membaca mantra itu? Tapi kalau menurut paman itu hanyalah candaan anak anak, kenapa dibaca?"

"Paman hanya penasaran jika itu benar atau tidak, jadi paman iseng mencobanya." Jelasnya sambil menatap bosan keluar jendela. "Candaan atau bukan, semua orang pasti akan penasaran jika membaca sesuatu yang seperti itu."

"Apa mantranya?"

Paman Jinyoung terlihat bimbang, dia sepertinya ragu dan tidak ingin memberitahuku mantra itu. Tapi tiba tiba dia menarik nafas panjang dan tatapan matanya menjadi tajam.

"Aftó pou pethaínei boreí na zísei, aftó pou ítan siopilós boreí na milísei, se aftó to parádoxo pouláo ton eaftó mou gia tin evlogía méchri na boró na sas epistrépso." Bisiknya.

Dia melafalkan setiap kata dengan fasih melalui bisikan, entah kenapa paman Jinyoung yang kukenal sepertinya hilang begitu mantra itu diucapkan. Dia tetap ada didepanku, tapi seolah dia sudah bukan paman Jinyoung yang kukenal. Tatapan matanya menjadi dingin, dan suarannya menjadi serak.

"Itu mantranya." Sambung paman Jinyoung. "Paman harus berlatih semalaman penuh agar mantra itu bisa paman lafalkan dengan sempurna."

"Apa mantranya harus terucap secara sempurna agar bisa bekerja?" Tanyaku.

aftermath | felixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang