10

180 88 1
                                    

Kami berempat—aku, Felix, Chris, dan Jisung—berkumpul di ruang utama apartment Felix. Felix menceritakan semuanya pada kakaknya. Mulai dari saat aku bertemu dengan Felix di depan supermarket itu, tentang bagaimana aku sampai bisa menginap dirumah Felix, dan akhirnya tentang Han Jisung yang adalah lukisan hidup dan tiba-tiba berubah menjadi manusia.

Chris tidak percaya pada awalnya. Felix sampai dipukulinya habis habisan karena dia merasa dibohongi oleh adiknya itu. Tapi akhirnya Felix dan aku berhasil meyakinkannya dengan susah payah. Jisung hanya duduk dan tidak mengatakan apa-apa.

Aura ruangan itu menjadi mencekam, Felix, Jisung, dan aku semuanya takut pada Chris. Chris tak henti hentinya menatap Jisung sejak mendengar penjelasan Felix, Jisung juga jadi ketakutan setengah mati karena ditatap seperti itu oleh Chris.

"Jadi kau gambaran yang hidup ya...?" Kata Chris sambil menyentuh wajah Jisung. "Terlihat seperti manusia biasa..."

"Dia baru saja muntah tinta." Kataku.

"Tinta?" Seru Chris bingung.

"Iya, muntahannya sangat banyak. Mungkin karena makanannya. Mungkin dia tidak bisa mencerna makanan manusia." Jelasku lagi.

"Tapi dia makan masakanku kemarin dan tidak terjadi apa apa." Sambung Felix.

"Jadi maksudmu masakanmu bagus sedangkan masakanku buruk dan tidak layak makan?!"

"B-Bukan begitu..." Balasnya dengan senyum setengah takut. "Mungkin karena jumlahnya! Mungkin karena dia terlalu banyak makan makanan manusia, tubuhnya menjadi tidak mampu dan akhirnya dimuntahkan."

"Masuk akal." Sambung Chris.

"Jadi aku bukan manusia?" Tiba-tiba Jisung berbicara. Matanya mulai berkaca kaca dan mulutnya gemetar seperti ingin menangis.

"Apa maksudmu sobat?" Balas Felix. "Kau manusia, sama seperti kita."

"Manusia apanya?!" Akhirnya Jisung menangis. Ini tangisan pertamanya sejak dia hidup. "Aku bahkan tidak bisa makan makanan kalian tanpa memuntahkan cairan hitam yang menjijikkan."

"Itu tidak menjijikkan, bocah." Aku mulai memeluk dan mengelus punggungnya. "Itu hanya tinta, dulu aku juga menciptakanmu menggunakan tinta."

"Kau yang menciptakanku?" Tanyanya dengan mata menggemaskannya yang menatap langsung kedua mataku.

"Ya! Dengan sepenuh hati aku menciptakanmu. Butuh waktu cukup lama agar kau bisa selesai dengan sempurna."

"Apa itu artinya kau adalah majikanku?"

"Apa— tentu saja bukan!"

"Lalu? Apa kau bosku?"

"Bukan sobat, aku ini temanmu."

Jisung terus menangis di pelukanku, caranya memelukku benar benar membuatku merasa seperti seorang ibu saat itu.

Tiba tiba perut Chris berbunyi. Rupanya dia belum makan apa apa setelah penerbangannya dari Sydney ke Seoul yang berdurasi 10 jam. Jadi kami berempat memutuskan untuk mencarikan makanan ringan untuk Chris pagi itu.

Semua ini terjadi hanya dalam 3 hari. 3 hari lalu aku bertemu Felix dan berkenalan dengannya, siapa sangka sekarang aku sudah berteman baik dengannya dan bahkan sudah mulai akrab dengan kakaknya?

Akhirnya kami tiba di kafe yang berada didepan SMA Sejong—tempatku bertemu Jisung untuk pertama kalinya—Kami memutuskan untuk memesan makanan ringan saja karena saat itu masih pukul 10 pagi.

Aku memesan roti bakar cokelat dan kopi hitam, Felix memesan minuman energi dan waffles, Chris memesan eggs benedict dan air putih, sedangkan Jisung tidak memesan apa apa karena kami takut akan terjadi kejadian yang sama seperti tadi.

"Jadi? Apa kau sering ke Korea?" Tanyaku pada Chris saat kita semua sudah selesai memesan pesanan masing masing dan sisa menunggu pesanan itu datang.

"Tidak, ini pertama kalinya aku di Korea." Jawabnya. "Harusnya Felix tinggal bersama ibuku disini, tapi ibuku dibutuhkan diperusahaan kami di Sydney. Jadi beliau harus kembali kesana dan meninggalkan Felix sendiri disini. Aku bersyukur setidaknya kau ada untuk menemaninya sebelum aku datang menggantikan mom. So thanks, Jihan"

"Sekarang kau bilang begitu, tapi apa kau sudah lupa? 20 menit lalu kau memanggilnya wanita bayaranku." Sela Felix yang hanya dibalas oleh jitakan mematikan dari Chris, aku hanya tertawa melihat tingkah mereka.

Mereka benar benar kakak beradik. Batinku sembari tertawa geli.

Makanan akhirnya datang, kami semua makan dengan lahap kecuali Jisung. Dia hanya menatap keluar jendela sambil mengetuk-ngetuk kacanya.

"Ada masalah?" Tanyaku. "Apa kau juga lapar?"

"Tidak..." Jawabnya datar. "Aku hanya bosan."

"Kenapa? Apa kau tidak suka bersama dengan kami?"

"Aku suka." Jawabnya kemudian menatapku. "Terutama denganmu."

Aku sangat terkejut mendengar perkataannya, apa maksudnya? Apa dia baru saja menggoda ku? Darimana dia belajar soal itu?!

Tatapan Jisung terlihat sangat jenuh dan aku kasihan melihatnya.

"Ah! Felix, setelah ini kau bawalah Jisung dan kakakmu berjalan jalan keliling Seoul." Seruku pada Felix.

"Lalu bagaimana denganmu?" Balasnya.

"Aku akan menyusul nanti. Aku tidak bisa langsung berjalan setelah selesai makan, perutku akan sakit. Jadi kalian duluan saja."

Felix hanya mengangguk setuju sambil mengunyah. Makanan kami habis dalam waktu kurang dari 20 menit. Chris bersendawa kenyang dan begitu juga Felix, sedangkan Jisung hanya menguap bosan dari tadi.

"Apa kau serius tidak mau berangkat bersama-sama saja?" Tanya Felix berusaha meyakinkanku.

"Sebenarnya aku juga mau berangkat bersama dengan kalian, tapi akan butuh waktu cukup lama sampai perutku bisa mencerna semuanya. Kasihan Jisung, dia sudah sangat bosan dari tadi." Jelasku.

"Baiklah. Kami akan ke taman Hangang, akan kami tunggu kau disana."

Felix, Chris, dan Jisung akhirnya berjalan keluar kafe, Jisung terlihat sangat senang karena akhirnya bisa keluar dari kafe membosankan itu.

Bisa kurasakan perutku sudah mau meledak akibat terlalu banyak makan. Perutku mulai sakit, sial...

Aku mencoba mengalihkan perhatian dari rasa sakitku dengan bermain videogame sederhana yang kumiliki di ponselku. Pelayan tiba tiba datang kearahku dan mulai membersihkan sisa makanan kami.

"Dimana temanmu?" Tanya pelayan itu ramah.

"Ah, mereka sudah pergi duluan." Mataku masih fokus pada videogame yang kumainkan.

"Meninggalkanmu sendiri disini? Itu sangat kejam." Nada bicaranya terdengar sangat angkuh dan mengejek. "Apa salah satu dari mereka itu pacarmu?"

"Tidak." Balasku tegas—masih terfokus menatap layar ponselku.

"Jadi?" Suara pelayan itu berubah, dia terdengar menggemaskan dan tidak seangkuh tadi. "Apa mungkin pacarmu bukanlah salah satu dari mereka tapi malah mereka bertiga sekaligus? Kau punya tiga pacar, ya?" Dia tiba tiba duduk di depanku dan mulai memakan sisa kue yang masih ada di piringku.

Oke, ini keterlaluan. Dia sangat lancang. Batinku kemudian langsung menatap pelayan kurang ajar itu.

 Batinku kemudian langsung menatap pelayan kurang ajar itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
aftermath | felixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang