Saat itu…
Kami melipat sebuah kertas dengan sangat apik, mengikuti setiap langkah yang ditampilkan dari sebuah gambar panduan yang terdapat dalam layar laptopku. Cukup mudah diikuti, bahkan anak taman kanak-kanak pun akan dapat dengan mudah mengikutinya.
"Aku selesai." Teriakku sambil mengangkat hasil lipatan kertasku yang cukup menyita fokusku agar terlihat rapih. —sebuah origami perahu.
Iya, kami sedang membuat perahu kertas.
Aku dan Jefri.
Saat itu adalah hari-hari yang indah bagiku dengannya. Tentu saja, dia adalah seorang laki-laki yang sangat manis. Meski sedikit geli, saat kalimat puitisnya keluar. Tapi kata Jefri, "Memang apa salahnya seorang pria berpikir menggunakan hati? Kan aku juga ingin mengetahui apa yang kamu rasakan. Supaya jika kamu sedang terluka, aku bisa mengerti apa yang kamu rasakan."
Kurang lebih seperti itu. Terkekeh aku sekarang karena mengingat celotehannya seperti itu. Tapi, aku yakini. Jefri adalah sesosok laki-laki yang gentle, bertanggung jawab, dan dapat dipercaya.
Aku bahkan selalu iri, dan berakhir pesimis jika sedang bersama sosok Jefri yang sempurna. Bagiku dia adalah definisi kesempurnaan.
Dan aku menyukainya.
P E R A H U K E R T A S
Bandung, 2013.Menaiki sepeda motor, aku memeluk tas sekolahnya saat motor yang kami naiki menyatu dengan jalanan daerah Buah batu, Bandung.
Kami baru saja pulang sekolah, dan kebiasaan kami saat setelah pulang sekolah adalah yaa... seperti ini. Langsung pulang, tanpa kumpul-kumpul ataupun sekedar nongkrong bersama teman. —kami punya cukup banyak waktu luang, tapi kami hanya malas.
"Yah, lampu merah." Keluh Jefri. Selalu seperti itu ketika kami terjebak dalam lampu merah di perempatan Buah batu. Sangat Lama, itulah salah satu alasannya.
Yang aku lakukan selain memeluk tas sekolahnya adalah memainkan ponselku. Aku tahu ini berbahaya, tapi aku sering bosan. Karena Jefri bukan tipekal orang yang akan mengajak bicara saat berkendara.
"Buang-buang energi." katanya gitu. Soalnya, pasti kita ngga akan bisa denger dengan jelas dan berakhirnya hanya menjawab dengan 'Hah?' terus seperti itu.
Suara adzan terdengar dari sini, —sebenarnya itu dari ponselku. Iya, aku selalu mengingatkan Jefri untuk tetap sholat tepat waktu, dan jangan berlalai-lalai untuk hal beribadah. Dan syukurlah, dia menurut padaku.
"Jefri, udah masuk waktu Ashar." Kataku.
"Nanti aja, kalau udah nyampe rumah." Jawab dia sambil mencoba menoleh kebelakang.
"Jefriiiiiii." Kataku penuh penekanan. Tapi lampu lalu lintas pun berubah menjadi hijau, dan Jaehyun kembali melajukan motornya.
"Jefri itu jalan kemasjidnya kelewat." Prostesku sambil memukul pundaknya pelan.
"Dirumah masih keburu, udah ngga apa-apa." Jawabnya terdengar samar-samar karena suaranya hampir terkalahkan oleh suara gemuruh dari mobil dan motor yang lain.
Hhmm. Selalu saja menunda-nunda.
Motornya mengambil jalur kanan, itu karena dia harus mengantarkan aku terlebih dahulu. Sebenarnya bukan harus, tapi dia lebih sering memaksa untuk mengantar-jemput setiap hari. Alasan awalnya, karena rumah dia dan aku berada dalam jalur yang sama. Padahal tidak, rumahku dengannya berjarak cukup jauh. Rumah Jefri berada di Seokarno Hatta, sedangkan rumahku berada di Batununggal. Yaa 9 km, cukup jauh bukan? —Meskipun memang bisa sambil lewat, sebagai jalan pintas bagi Jefri. Tapi tetap saja, harus memutar dulu untuk kerumahku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perahu Kertas | ✔
FanfictionNCT - Jung Jaehyun [ bahasa | completed ] ❝I believe that God created you for me to love.❞ ©Dopamin Kim, Agustus 2019